Akhirnya, dia menjadi pemburu hewan besar profesional, atau “PH” dalam bahasa lokal. “Persiapan dan pencarian jejak, itu keahlian saya. Sekarang orang berkendara dan menembak hewan dari bak truk,” katanya, matanya tiba-tiba sengit. “Itu menembak, bukan berburu.”
Pada 2005, saudara Deon, Andre, yang bekerja untuk agen safari terkemuka Gert Saaiman, bertanya apakah dia tertarik memburu badak. Deon tidak pernah berburu badak sebelumnya dan mulai meneliti. Badak putih jantan menginjak-injak kotorannya sendiri untuk menyebarkan bau dan menandai wilayahnya, jelasnya. “Itu membuat badak mudah dilacak.”!break!
Mengecilkan suara saat menembak sangat penting, jadi dia membuat peredam dari pipa logam dengan cincin yang dilas di dalamnya, lalu memasangnya pada laras senapan kaliber 7,62 x 63mm. “Suaranya seperti senapan angin—tusss,” katanya. “Saya pernah menembak seekor badak jantan, dan si betina sejauh dua meter tidak mengetahuinya sampai saya menembaknya juga.” Dua bersaudara itu malang-melintang di seantero Afrika Selatan, memburu badak secara ilegal di taman nasional dan suaka margasatwa swasta. Karena program pembiakan sukses, jumlah badak pun banyak, dan keamanan menjadi kendur atau mudah dihindari. Setelah membunuh, mereka menyerahkan cula tersebut kepada pihak lain yang menjualnya.
“Namun, saya hanya mendapat sedikit uang,” katanya, menyatakan bahwa dia, Andre, beberapa orang lainnya membagi rata sekitar 100 juta rupiah yang diperolehnya untuk sepasang cula seberat enam kilo. Akhirnya, ketidakpuasan Deon menyebabkan dia tertangkap. Dia memburu badak sendiri dan tertangkap saat menjualnya.
Sekarang Deon-lah yang diburu. Polisi menekannya agar bersaksi atas kejahatan Saaiman dan yang lainnya. Dia jelas takut akan konsekuensinya. Hanya beberapa hari setelah penangkapan Deon, istri Saaiman ditembak di tenggorokan di depan rumahnya dan meninggal di depan anak-anaknya. Enam bulan lalu, mantan istri Deon diperkosa di rumahnya. Dia dan keempat anak mereka mengikuti program perlindungan saksi sejak saat itu. Tidak lama setelah itu, pria yang mengaku sebagai detektif swasta mengunjungi Deon di penjara dan menawarkan sebuah truk baru seharga 900 juta rupiah dan pekerjaan sebagai PH asal dia tidak bersaksi.
Dia belum memutuskan apakah akan bekerja sama dengan polisi saat dibebaskan empat bulan ke depan. “Mereka tetap dapat menemukan saya sekalipun mereka dipenjara,” kata Deon mengenai komplotannya. “Dan saya yakin mereka akan membunuh saya.”Waktu berkunjung habis, dan penjaga mengingatkannya, “Badak, waktunya habis.” Deon menatap saya dan mencengir. “Saya dipanggil ‘Badak’ di sini.”
Sehebat apa pun Deon van Deventer sebagai pencari jejak, ia tidak mungkin bisa menemukan badak liar di Vietnam. Badak jawa dulu banyak terdapat di hutan dan dataran banjir Vietnam, namun pada tahun 2010 pemburu ilegal membunuh badak liar terakhir di negeri itu.
Namun Vietnam tidak kekurangan cula badak. Perdagangan ilegal cula yang dulu berputar di pasar-pasar China, Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan Yaman, sekarang berpusat di Vietnam, dengan mungkin lebih dari satu metrik ton cula yang masuk ke negara itu tahun lalu saja. Di Afrika Selatan banyak warga Vietnam, termasuk diplomat, terlibat dalam kegiatan penyelundupan cula.
Tidak semua cula badak masuk ke Vietnam secara ilegal. Hukum Afrika Selatan, sesuai dengan Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka (CITES), mengizinkan cula badak diekspor sebagai hasil buruan legal. Pada 2003, seorang pemburu Vietnam terbang ke Afrika Selatan dan membunuh badak saat mengikuti safari legal.
Segera setelah itu, puluhan pemburu Asia tiba, masing-masing membayar 450 juta atau lebih untuk berburu melalui organisasi safari besertifikat. Banyak di antara pemburu ini yang diyakini bekerja untuk sindikat. Saat kembali ke Vietnam, sepasang cula ukuran biasa seberat enam kilo dipotong-potong dan dijual di pasar gelap, menghasilkan keuntungan yang sangat mungkin melebihi 1,8 miliar rupiah setelah dipotong biaya-biaya.!break!
Pemicu demam emas ini sulit ditentukan dengan pasti. Akan tetapi, di balik kehebohan ini jelas terjadi kebangkitan kembali minat terhadap cula yang dianggap mujarab tersebut. Selama setidaknya 2.000 tahun, obat-obatan Asia meresepkan cula badak—digiling menjadi bubuk—untuk mengurangi demam dan mengobati berbagai penyakit. Beberapa penelitian yang dilakukan selama 30 tahun terakhir terhadap khasiatnya meredakan demam terbukti tidak konklusif, namun farmakope tradisional Vietnam edisi 2006 membahas cula badak sepanjang dua halaman.
Klaim terbaru dan paling sensasional adalah bahwa cula dapat menyembuhkan kanker. Para pakar onkologi menyatakan bahwa belum ada penelitian khasiat cula untuk pengobatan kanker yang pernah dipublikasikan. Namun, tidak berarti cula tidak memiliki efek pada orang yang memakainya, kata Mary Hardy, direktur medis di Simms/Mann UCLA Center for Integrative Oncology dan pakar pengobatan tradisional. “Kepercayaan terhadap suatu pengobatan, apalagi yang luar biasa mahal dan sulit didapatkan, dapat memiliki efek yang kuat pada perasaan pasien,” katanya.