Sama seperti manusia yang punya sistem hierarki dalam kehidupannya, yaki yang menganut sistem multi male multi female dalam kelompoknya ini hidup dengan struktur serupa. Kepemimpinan tertinggi ada pada individu yang disebut peneliti sebagai alpha male. Sedangkan individu jantan yang menduduki peringkat kedua dan ketiga dinamakan beta male, gamma male, dan seterusnya. Peringkat seperti ini juga berlaku pada yaki betina.
Dalam pergaulannya sehari-hari, sang alpha male tidak akan sembarang bergaul dengan yaki lain. Ia memiliki lingkar pergaulan yang umumnya terdiri dari jantan beta dan gamma, juga alpha female. Jantan dari peringkat tinggi ini tidak akan mau hidup dekat dengan individu yang peringkat jauh lebih rendah di bawahnya.
PADA PUKUL 13.48, di tengah kicauan burung kadalan sulawesi (Phaenicophaeus calyorhynchus), arakan awan kelabu kembali membendung sorotan matahari dalam sebuah area berpohon jarang di kawasan TWA. Para individu dalam kelompok Rambo II bertebaran di sana-sini dengan malasnya. Di balik sebuah batang pohon kecil yang telah mati, tiga ekor yaki tampak tak peduli dengan keberadaan kami.
Si yaki muda sedang asyik mengamati barisan semut merah di ujung batang. Sesekali dicomotnya serangga itu dan dimasukkan ke dalam mulut. Kadang ia terlompat sambil menggosokkan badannya dengan tangan. Mungkin ia tergigit. Di sebelahnya sepasang yaki dewasa sedang tekun menyelisik. Sang jantan menyorongkan badan dan si betina sibuk menyibaki rambut di dadanya.
Tak lama, si betina meninggalkan sang jantan yang ternyata hanya memiliki tiga jari di tangan kirinya. Inilah sang alpha male yang bernama Jati, singkatan dari Jari Tiga. Jati kehilangan jemarinya karena terkena jerat ayam hutan yang dipasang oleh penduduk saat ia masih kecil.Kami hanya berada sekitar satu setengah meter darinya. Ia memang punya karisma sebagai yaki nomor satu dalam kelompok ini.
Rambutnya tampak lebih sehat dan berkilau dibanding jantan lainnya. “Warna bantalan tungging alpha male biasanya lebih cerah, akibat hormon dengan tingkat stres yang lebih rendah karena ia tidak diancam oleh jantan lain,” ujar Giyarto, manajer riset Macaca Nigra Project. Berbeda dengan Kiting Junior yang tampak selalu ingin tahu dan mendekat setiap ada kesempatan, Jati hanya memandang kami sebelah mata. Tatapannya tajam mengamati kelompoknya serta daerah sekitar—kecuali kami—dengan dagu terangkat tinggi-tinggi. !break!
Jantan yang belum genap setahun menjadi alpha male ini jarang terlihat ada di tengah kelompok. Saya pernah mengikutinya saat ia mencari makan sendirian di barisan paling depan, sementara kelompoknya masih bergerombol jauh di belakang.
“Seekor alpha male memang harus sendirian,” ujar Jatna menjawab gambaran keadaan Jati yang seolah dijauhi oleh kelompoknya. “Dia harus dominan. Kalau pada manusia, ya dia harus jaim agar berbeda dari yang lain dan bisa diakui sebagai alpha male di kelompoknya. Kalau dia ada di tengah, justru rentan karena dengan mudah dia akan diserang oleh beta dan gamma male,” Jatna menjelaskan. Salah satu tugas alpha male adalah mengawasi keadaan. Baik dalam kelompoknya sendiri maupun kelompok lain saat bersinggungan.
Di belakang Pos Satu atau dekat dengan pintu penjaga TWA, sistem hierarki yang dimaksudkan Jatna terlihat jelas. Selain si angkuh Jati, Rawing adalah jantan penting di dalam kelompok. Ia merupakan beta male, yaki peringkat kedua.
Sepanjang hari, setiap kali kami mendekati sekumpulan betina dewasa dan anak-anak dengan tingkah polah mereka yang lucu, Rawing akan selalu beringsut maju kemudian duduk mendekat, seolah hendak memperingati kami untuk menjaga jarak dengan mereka. Menurut Giyarto, Jantan dewasa yang satu ini memang seolah memiliki tugas untuk menjaga anak-anak dan betina dalam kelompok. Kadang Rawing duduk sendirian di atas akar layaknya manusia, sambil mengawasi kami dengan matanya yang tajam.
Tak berapa lama, suara mangga menumbuk tanah terdengar di sana sini. Juga buah kelapa yang terjun dari ketinggian sekitar tiga puluh meter. Waktunya makan sore sebelum menuju ke pohon tidur seperti nantu (Palaquium amboinense) atau coro (Ficus variegata). Tiba-tiba, terdengar gemuruh tetesan air yang mendera dedaunan. Hujan! Gumpalan-gumpalan hitam terlihat berjejeran menghiasi dahan tempat mereka berteduh di atas sana.
Di dasar hutan, tetesan hujan semakin jarang saat tiba-tiba Rawing yang ada di depan kami mengeluarkan suara agresif saat menghadapi Perot, jantan tingkat rendah di sampingnya. Merasa terancam, Perot justru mengintimidasi yaki lain bernama Wartabone. “Itu biasa terjadi. Jika jantan tingkat atas mengancam tingkat di bawahnya, tingkat bawah ini akan kembali mengancam tingkat di bawahnya lagi. Dan jika tingkat terendah ini tak memiliki bawahan untuk diancam, bisa jadi manusia yang ada di dekatnya jadi sasaran berikutnya,” ujar Giyarto sambil mengamati ketiga jantan dewasa ini dengan saksama. Wartabone pun menyingkir dan memunggungi Perot, hingga air yang tercurah dari langit kembali bertambah deras.