Berjalan Membelah Dunia

By , Kamis, 21 November 2013 | 13:00 WIB

Dibesarkan dalam kebudayaan nomaden yang tersohor akan pejuang-pejuang tangguhnya, Elema menguasai tiga bahasa—Afar, Amharic, dan Inggris kasar beraksen kental yang dipelajarinya dari para ilmuwan Middle Awash. Dia berkali-kali mengucapkan “Wow” dan “Crazy, man” dan “Jeezus” saat menunjukkan lapisan tanah kunci di Celah. Dia seorang balabat—ketua adat—klan Bouri-Modaitu dari Afar. Di ponselnya tersimpan nomor para tokoh penting Etiopia dan akademikus Prancis. Dia adalah fenomena.

Kami tengah berkemah di Aduma ketika para ilmuwan Middle Awash menemui kami. Mereka datang untuk menunjukkan sebuah situs Zaman Batu Tengah.“Peralatan ini masih agak kuno untuk orang-orang yang Anda ikuti,” ujar Yonatan Sahle, peneliti Etiopia. “Tetapi teknologi mereka pada dasarnya sudah sama majunya. Mereka membuat senjata lempar yang memungkinkan mereka menaklukkan para hominin lain di luar Afrika.”!break!

Dalfagi, Etiopia

Di Segitiga Afar, Etiopia, harga air semahal emas. Inilah salah satu gurun terpanas dan terkering di dunia. Selama tiga hari berjalan kaki di dekat tebing curam di bagian barat Celah, saya dan Elema hanya menemukan satu mukjizat berwujud kubangan air hujan berlumpur untuk menuntaskan dahaga unta-unta kami. Namun, keesokan harinya, tanpa dinyana kami menemukan sebuah oasis elektron, Desa Dalifagi.

Hamparan luas padang garam yang me­nyelimuti perbatasan Etiopia, Jibouti, dan Eritrea, baru dipetakan pada 1920-an. Selama berabad-abad, para penggembala Afar perkasa yang menguasai wilayah ini menolak segala bentuk hubungan dengan dunia luar.

Namun, saat ini, selain menyandang per­senjata­an berupa belati tajam dan senapan Kalashnikov, mereka juga membawa ponsel.

Mereka menyambut peranti komunikasi instan itu dengan sukacita. “Ponsel memberi mereka kuasa,” ujar Mulukan Ayalu, 23, teknisi pemerintah Etiopia yang mengelola pembangkit listrik kecil di Dalifagi. “Mereka bisa menelepon pedagang kambing, menentukan harga jual.”

Generator diesel di Dalifagi menghasilkan arus listrik berkekuatan 220 volt selama enam jam per hari. Ayalu mengisi ulang baterai ponsel penduduk nomaden dengan biaya beberapa sen. Setiap Senin, orang-orang Afar berpenampilan sangar mengantre di depan pintu kantornya.

Orang-orang nomaden itu ketagihan ponsel. “Hallow? Hallow?” Elema berseru ke ponselnya di tengah jalan, pembicaraannya tentang arah menuju sebuah sumur kuno.

Oasis elektronik di Dalfagi itulah kisah nyata di Afrika sub-Sahara saat ini. Sembilan ratus juta manusia. Lesatan menuju era digital. Ledakan aspirasi. Konsekuensinya belum diketahui.!break!

Di dekat Sungai Talalak, Etiopia

Sepatu merupakan patokan identitas modern. Apakah cara terbaik untuk mengetahui nilai-nilai utama yang dianut seseorang pada awal abad ke-21? Lihatlah kakinya—jangan matanya.