Kala <i>Jerebu</i> Menyerbu

By , Senin, 31 Agustus 2015 | 14:52 WIB

Tahun ini, kebakaran sudah meng­hangus­kan sekitar 1.827 hektare lahan gambut Riau. Sebar­an­nya paling banyak di Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hilir, Kuantan Sengingi, Bengkalis, Kampar, dan Siak. Satelit milik Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional AS (NOAA18) mendeteksi 1.239 titik panas di Riau, hampir setengah dari total sebaran titik panas di Sumatra dan Kalimantan.

Untuk menanggulangi api, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyewa helikopter berbom air buatan Rusia, MI-171 dan Sikorsky S61. Kantong berkapasitas 3.800 liter mengambil air dari Sungai Kampar dan anak-anak Sungai Siak, lalu ditumpahkan ke lokasi-lokasi terbakar. Sejak akhir Juni, sudah lebih dari 1.100 pengeboman dilakukan dari ketinggian 50 hingga 100 meter. Biaya sewa heli untuk kegiatan ini meng­habiskan Rp80 juta per jam. Biasanya, pe­madam­an berlangsung selama tiga jam.

Upaya lainnya adalah dengan menabur bubuk garam (NaCl) ke awan kumulonimbus melalui operasi hujan buatan. Modifikasi ini sudah menghabiskan hampir 80 ton garam selama dua bulan terakhir.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan pe­rihal ancaman kekeringan akibat pe­ngaruh dipole mode dan faktor el nino yang diprediksi berlangsung hingga akhir Agustus. Selama masa itu, akan terjadi anomali suhu permukaan laut negatif yang menguat dan me­luas di Khatulistiwa hingga pantai barat Sumatra. Sebanyak 17 kecamatan di Riau ber­ada dalam kondisi sangat kering karena tidak me­ngalami hujan selama lebih dari sebulan.

Atas dasar itulah diperlukan penanganan dini. BMKG Riau sudah memberi reko­men­dasi agar pemerintah melakukan modifikasi hujan pada akhir musim penghujan Juni lalu, karena masih banyak sebaran awan kumu­lo­nimbus. Namun, pemerintah baru me­modifikasi cuaca di akhir bulan, sedangkan Riau telanjur memasuki kemarau. “Tidak banyak lagi sebaran awan kumulonimbus, sehingga hujan buatan menjadi tak efektif,” ujar Sugarin, Kepala Stasiun Meteorologi Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau, saat saya menemuinya awal Agustus lalu.

Rekomendasi lainnya adalah menyekat kanal-kanal gambut di seluruh wilayah perkebunan, agar permukaan lahan tetap basah. Perihal penyekatan ini sebenarnya telah diperintahkan Presiden Joko Widodo saat blusukan di Kepulauan Meranti, November tahun lalu. Hingga kini, di banyak tempat, sekat kanal belum juga berjalan. Itu sebabnya, Sugarin khawatir bencana kabut asap Riau tahun ini hanya akan mengulang tahun-tahun sebelumnya.

 !break!

Dengan pemicu yang sama, el nino, kebakaran yang terjadi pada 1997 telah meng­hanguskan 11,6 juta hektare hutan Sumatra, serta menyebarkan kabut asap hingga ke Singapura, Malaysia, dan Brunei. Kerugian Sumatra akibat kebakaran itu mencapai Rp47 triliun. Sedangkan kerugian seluruh kawasan terdampak asap sebesar 760 juta dolar AS.

Selama triwulan pertama tahun lalu, sebar­an 12.541 titik panas di lahan gambut Sumatra juga mengakibatkan kerugian besar. Lebih dari 90 persen titik panas menyebar di wilayah Riau. Selama tiga pekan di puncak bencana asap—akhir Februari hingga pertengahan Maret—Riau sudah mengalami kerugian Rp80 triliun. Itu belum termasuk pengeluaran negara untuk pemadaman dari udara, sebesar Rp150 miliar.

Saat itu, Kota Pekanbaru bagai hilang ditelan kabut asap. Penerbangan komersial tidak beroperasi selama hampir dua pekan. Jalur distribusi barang, baik melalui laut dan udara, terganggu. Pertanian mengalami gagal panen. Ratusan sekolah diliburkan. Ribuan warga mengungsi. Lebih dari 53.000 warga Riau menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), radang paru-paru, dan iritasi mata dan kulit.

Spesialis Paru dari Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad, dr Azizman Saad, saat itu mengatakan paparan kabut asap kebakaran lahan mengancam masa depan warga Riau. Polusi yang ditimbulkannya bahkan dapat mematikan bayi dalam kandungan.

Sumber polutan berupa karbon monoksida yang tidak berwarna, tidak berbau, yang dihasilkan dari pembakaran kayu yang tidak sempurna, akan berikatan dengan hemoglobin dan menghasilkan karboksi hemoglobin. Dampaknya akan mengurangi transportasi oksigen ke organ vital.