Apakah Ganja Bermanfaat Bagi Kita?

By , Senin, 25 April 2016 | 18:00 WIB

Ketika Departemen Kehakiman AS mengumumkan pada 2009 bahwa mereka tidak akan berfokus mengusut orang-orang yang memenuhi syarat hukum ganja medis negara, ia menatap istrinya dan berkata, “Ayo kita pindah ke Denver.” Kini ia menjalankan salah satu “perkebunan” terbesar dan tersohor di dunia; di sini, lebih dari 20.000 tanaman ganja tumbuh dengan suburnya.

!break!

Kami melaju melewati ruangan tempat daun-daun ganja disimpan dalam wadah kedap udara, lalu menyusuri lorong yang dipenuhi oleh bisingnya pompa, kipas angin, filter, generator, dan mesin pemangkas. Sebuah forklif menggelinding mendekat. Kamera pengintai merekam semuanya, termasuk pekerja muda berseragam dokter yang bergegas bekerja.Mereka tampak antusias menyambut tekanan dan harapan dalam bisnis yang tidak lazim namun berkembang melampaui harapan ini. Mindful punya rencana besar untuk berekspansi dan membangun fasilitas serupa di negara-negara lain. “Ganja sedang tenar!” seru Hague dengan tawa yang menyiratkan rasa takjub dan letih. “Saya terheran-heran menyaksikan semua yang terjadi di sini setiap hari.”

Didorongnya sebuah pintu hingga terbuka, dan saya disilaukan sejenak oleh cahaya benderang dari halo lampu pijar plasma. Kami melangkah memasuki ruangan besar nan hangat yang beraroma seperti seratus konser Bob Marley. Begitu mata saya terbiasa, saya bisa melihat tanaman itu dalam gelombang kemuliannya—hampir seribu tanaman ganja betina menjulang setinggi dua meter, akarnya bermandi larutan nutrisi tinggi, daunnya yang runcing mengangguk-angguk diembus semilir kipas angin yang berputar ke arah sana dan sini. Ganja bermutu tinggi itu bernilai lebih dari setengah juta dolar.

Saya membungkuk untuk mengendus salah satu kuncup bunga ungu-cokelat yang bergerombol rapat dan berurat putih. Trikoma mungil ini menghasilkan cukup banyak damar yang kaya kanabinoid. Galur ini bernama Highway Man, diambil dari lagu Willie Nelson. Varietas yang dihibridkan oleh Hague ini sarat THC dan sempat menyabet penghargaan internasional. Bagian terbaik akan dipotong dengan tangan, dikeringkan, diletakkan dalam wadah kedap udara, dan dikemas untuk dijual di salah satu apotek Mindful.

Ternyata ia pun hendak menunjukkan sesuatu yang lain. Hague menuntun saya ke ruang pembiakan tanaman yang lembap, di mana tanaman muda meluaskan akar-akarnya di dalam ruangan nyaris gelap. Bayi-bayi ini ditandai label kuning dan ditumbuhkan hanya untuk tujuan medis. Mereka semua klon yang disetek dari pohon induk. Hague membanggakan varietas ini, yang hampir tidak mengandung THC tetapi kaya CBD dan senyawa lain yang menjanjikan—meski belum terbukti secara ilmiah—untuk mengobati penyakit dan gangguan seperti sklerosis ganda, psoriasis, gangguan stres pascatrauma, demensia, skizofrenia, osteoporosis, dan sklerosis lateral amiotrofik (penyakit Lou Gehrig).

“Galur rendah THC inilah yang membuat saya susah tidur di malam hari, sibuk memimpikan kemungkinan manfaat medisnya,” ujar Hague. Ia menegaskan bahwa ganja mengandung banyak zat kanabinoid, flavonoid, dan terpena—yang belum diteliti secara mendalam.

“Mungkin ini terdengar sentimental,” ujarnya sambil membelai salah satu setek seperti seorang ayah yang bangga, “namun saya percaya ganja memiliki kesadaran. Tanaman ini lelah dianggap jahat. Kini ia siap dihargai atas kemampuannya.“

!break!

AHLI BIOKIMIA

Obat Ajaib?

Kini, hampir semua orang sudah mendengar bahwa ganja dapat meringankan penderitaan pengidap kanker, terutama dalam mengurangi beberapa efek samping kemoterapi yang tidak menyenangkan. Tentu saja ganja dapat mencegah mual, merangsang nafsu makan, serta meredakan rasa sakit dan membuat tidur makin pulas. Namun sanggupkah tanaman ini menyembuhkan kanker? Telusurilah internet dan akan Anda temui ratusan, bahkan ribuan, klaim tersebut. Orang yang menelan mentah-mentah semua informasi di Google tentu akan langsung percaya bahwa umat manusia hampir menemukan obat ajaib penyembuh kanker.

Mayoritas klaim ini belum terbukti secara ilmiah dan ada yang murni kebohongan. Namun ada pula yang menyinggung bukti laboratorium yang menunjuk kanabinoid sebagai kans agen antikanker, dan banyak laporan ini mengarah ke laboratorium di Spanyol yang dijalankan oleh pria bijak dan cermat bernama Manuel Guzmán.

Guzmán adalah ahli biokimia yang meneliti ganja selama kira-kira 20 tahun. Saya mengunjunginya di kantornya di Complutense University of Madrid, gedung berlapis grafiti emas di bulevar yang dijejeri pepohonan. Lelaki tampan di awal 50-an ini memiliki mata biru dan rambut cokelat kusut dengan aksen warna kelabu. Bicaranya cepat, dengan suara lirih yang menarik pendengar untuk mencondong mendekat. “Ketika tajuk berita di surat kabar menggembar-gemborkan bahwa ‘Ganja Mampu Menaklukkan Kanker Otak!’, itu tidak benar,” tegasnya. “Ada banyak klaim yang beredar di internet, tetapi mereka amat, sangat lemah.”