Revolusi "Si Pemotong" DNA

By , Rabu, 27 Juli 2016 | 14:00 WIB

Jika Anda mengamati sekilas kantor Anthony James, tidak sulit menebak jenis pekerjaannya. Dindingnya dipenuhi gambar nyamuk. Buku tentang nyamuk pun memenuhi rak bukunya.

Di samping mejanya terlihat kain rentang yang menampilkan satu spesies khusus—Aedes aegypti—dalam setiap tahap perkembangannya. Pelat nomor mobilnya bertuliskan: AEDES.

“Sudah 30 tahun ini saya terobsesi oleh nyamuk,” kata James, pakar genetika molekul di University of California, Irvine.

Ada sekitar 3.500 spesies nyamuk, namun bagi James hanya sebagian yang menarik perhatiannya. Termasuk di antaranya adalah Anopheles gambiae, yang menularkan parasit malaria yang menewaskan ratusan ribu orang setiap tahun. Namun, James membaktikan sebagian besar kariernya untuk meneliti Aedes. Para ahli sejarah menyakini bahwa nyamuk tiba di Benua Amerika melalui kapal budak dari Afrika pada abad ke-17, membawa demam kuning. Dewasa ini nyamuk juga membawa demam berdarah atau DB. Selain itu juga membawa patogen yang semakin mengancam seperti chikungunya, virus West Nile, dan Zika.

Berawal tahun lalu di Brasil, wabah Zika kian meluas dan menyebabkan berbagai gangguan saraf, termasuk cacat langka yang disebut mikrosefali, yakni bayi lahir dengan kepala kecil dan otak yang tidak berkembang.

Sasaran James, adalah menemukan cara untuk memanipulasi gen nyamuk sehingga serangga itu tidak dapat lagi menyebarkan penyakit. Perjuangan James ibarat jalan yang panjang. Namun, dengan menggabungkan teknologi baru revolusioner yang disebut CRISPR-Cas9 dengan sistem alami yang dikenal sebagai penggerak gen (gene drive), teori itu dengan cepat menjadi kenyataan.

Untuk pertama kalinya, dengan cepat dan tepat, ilmuwan dapat mengubah, menghapus, dan menata-ulang DNA hampir semua makhluk hidup, termasuk DNA kita. Dalam tiga tahun terakhir, teknologi ini telah berhasil mengubah dunia biologi. Bekerja dengan model binatang, para peneliti di laboratorium di seluruh dunia sudah menggunakan CRISPR untuk mengoreksi cacat genetik utama, termasuk mutasi yang menyebabkan distrofi otot, fibrosis sistik, dan salah satu jenis hepatitis. Namun, banyak ilmuwan yakin bahwa teknologi ini dapat berperan dalam penyembuhan AIDS.

Dalam sejumlah percobaan, ilmuwan menggunakan CRISPR untuk memberantas virus dari babi, yang menyebabkan organnya tidak dapat dicangkokkan ke manusia. Para ahli ekologi menjajaki berbagai cara agar teknologi itu dapat ikut melindungi spesies yang terancam punah. Selain itu, ahli biologi tanaman, memulai upaya untuk menghilangkan gen pemikat hama. Dengan mengandalkan biologi, bukan zat kimia, CRISPR dapat ikut mengurangi ketergantungan kita pada pestisida beracun.

Tidak ada temuan ilmiah dalam satu abad terakhir ini yang memberikan lebih banyak harapan—atau memunculkan lebih banyak pertanyaan merisaukan dalam ranah etika. Jika CRISPR digunakan untuk memanipulasi silsilah  embrio manusia—sel yang berisi materi genetik yang dapat diwa-riskan oleh generasi berikutnya—baik untuk mengoreksi cacat genetik atau untuk meningkatkan sifat yang diinginkan; perubahan tersebut kemudian akan diwariskan ke anaknya, dan cucunya, selamanya. Implikasinya sulit diramalkan, bahkan boleh dikatakan mustahil diramalkan.

“Ini teknologi luar biasa, yang manfaatnya sangat besar dalam berbagai bidang. Namun, jika kita akan melakukan sesuatu yang bersejarah, seperti menulis-ulang silsilah materi genetik, harus ada alasan kuat untuk melakukannya,” kata Eric Lander, direktur dari Broad Institute of Harvard dan MIT, yang juga pemimpin Human Genome Project. “Dan kita harus dapat menjamin bahwa masyarakat memang sependapat—jika tidak ada kesepakatan luas, mustahil hal itu dapat dilakukan.”

“Ilmuwan tidak memiliki kesepakatan bulat untuk menjawab berbagai pertanyaan itu,” ujar Lander.

crispr-cas9 memiliki dua komponen. Yang pertama adalah enzim—Cas9—yang berfungsi sebagai pisau sel untuk memotong DNA. (Di alam, bakteri menggunakannya untuk memutuskan dan melucuti sandi genetik virus penyerang.) Komponen kedua terdiri atas pemandu RNA yang mengarahkan pisau itu ke nukleotida yang tepat—huruf kimia DNA—yang harus dipotong.

Akurasi pemandu itu luar biasa; ilmuwan dapat mengirimkan bagian pengganti sintetis ke lokasi mana pun dalam suatu genom yang terbuat dari miliaran nukleotida. Setelah mencapai lokasi tujuan, enzim Cas9 memotong urutan DNA yang tidak diinginkan. Untuk menambal bekasnya, sel itu menyisipkan rantai nukleotida yang dikirimkan dalam paket CRISPR.