Sejak Christian Guardino lahir, ibunya, Elizabeth, tahu mata anak itu tidak normal. Pupilnya sering bergetar dan meletik dan memutar masuk ke balik kelopak. Sebelah matanya juling. Saat disusui, Christian tidak memandang ibunya, tetapi menatap cahaya paling terang di dekatnya—lampu di dalam ruangan, matahari di luar. Meresahkan.
Dokter mata pertama yang memeriksa Christian kemudian dengan suram merujuk keluarga itu ke spesialis. Spesialis itu melakukan elektroretinogram (ERG), prosedur yang meletakkan sensor elektronik kecil pada mata untuk mengukur respons retina terhadap denyar cahaya. Retina yang sehat akan merespons dengan mengirim sinyal listrik melalui saraf optik yang menghasilkan, pada hasil cetak mesin ERG, lembah-dalam yang disusul oleh puncak tinggi. Hasil ERG Christian tidak begitu: hanya garis lekuk-lekuk.
Christian, kata dokter kepada Elizabeth, mengidap penyakit retina Leber congenital amaurosis (LCA). Penglihatan anak itu yang sudah buruk, tidak akan pernah membaik secara signifikan. Tidak ada obatnya. Anak itu hanya akan melihat sebagian kecil dunia dan akan berjalan, dengan tongkat.
Pada 2012, di usia 12 tahun, dia pertama kali datang ke klinik yang dikelola Scheie Eye Institute di University of Pennsylvania. Namun, Januari lalu dia berjalan di gedung utama institut itu tanpa tongkat. Sambil bercanda dan mengobrol, remaja itu berjalan mendahului sekelompok doktor, dokter, teknisi lab, dan saya, melintasi lobi terbuka.
“Wah!” katanya saat kami mendekati pintu keluar gedung—di hadapan kami ada pintu putar yang menggerakkan lidah raksasa. Ibunya berada agak belakang; pemuda itu sendirian. Christian tidak berhenti ataupun ragu. Dia melangkah ke bawah cahaya matahari.
Christian Guardino dapat melihat. Segala hal yang dulu menjadi rintangan—cahaya dan gelap, baja dan kaca, kini membuatnya girang.
“Sulit dipercaya, ya?” kata Elizabeth beberapa menit kemudian. Di depannya, Christian berjalan bersama Jean Bennett—lab dokter inilah, di University of Pennsylvania, yang membuat cairan berisi gen yang memberi penglihatan kepada si remaja. “Terjadinya begitu cepat,” kata Elizabeth. Hanya tiga hari setelah mata pertamanya diobati, Christian dapat melihat ibunya. Kata Elizabeth, menunjuk anaknya yang berjalan tanpa bantuan. “Ini seperti mukjizat.”
Mukjizat Christian diraih dengan susah payah. Ini buah hasil 20 tahun kerja tak kenal lelah dari Bennett dan rekan-rekannya, yang mengidentifikasi mutasi genetis yang melumpuhkan retina Christian, lalu berhasil memikirkan cara menyusupkan salinan gen yang bagus ke matanya. Bennett memulai uji coba terapi ini hanya berharap “bahwa kami dapat mendeteksi sedikit perbaikan.” Sembilan tahun kemudian dia tercengang bahwa terapi ini tampaknya sangat berhasil.
Bennett berhati-hati agar tidak membesar-besarkan pekerjaannya atau mengecilkan rintangan untuk mencapai kemajuan lebih jauh. Namun, melihat manfaat yang dialami Christian dan pasien lainnya sejauh ini, Bennett sedikit berharap bahwa pendekatan penggantian gen dasar ini bisa juga mengobati bentuk kebutaan lain. Dia dan rekan-rekannya meyakini bahwa variasi tekniknya mungkin tak lama lagi bisa membantu dokter menemukan dan memperbaiki cacat genetis serupa cukup dini—mungkin bahkan sejak di dalam rahim—untuk menyembuhkan atau mencegah kerusakan mata.
Mata Terancam Bahaya. Satu mata dapat terkena beberapa penyakit. Tiga penyakit yang umum dan dapat diobati terjadi di bagian depan mata. Saat ini belum ada obat untuk degenerasi makula terkait umur, yang terjadi di bagian belakang mata di dekat retina. Sumber: Vision Loss Expert Group, Silvio Paulo Mariotti, WHO, UNDP. (Manuel Canales, Staf NGM; Patricia Healy. Foto: Design Pics Inc, National Geographic Creative; Manipulasi oleh Staf NGM.)
Dalam dasawarsa terakhir, upaya di dua bidang lain, sel induk dan implan biomedis, atau “bionik,” juga telah memberi sedikit penglihatan bagi orang buta. Sel induk—sel dalam tahap awal perkembangan, sebelum terdiferensiasi menjadi unsur penyusun mata, otak, tangan, dan kaki—semakin menjanjikan untuk menggantikan atau memulihkan sel retina rusak yang mendasari banyak penyebab kebutaan. Dan generasi pertama retina bionik—mikrocip yang menggantikan sel retina rusak dengan mengumpulkan atau memperkuat cahaya—memberi penglihatan resolusi rendah kepada orang yang bertahun-tahun tidak bisa melihat apa-apa.
Berbagai kemajuan ini mendorong pembicaraan tentang sesuatu yang tak terbayangkan hanya 10 atau 20 tahun silam: Memberantas kebutaan manusia, dalam waktu dekat.
Apakah sebenarnya ini realistis? Sebagian pendukung dan penggalang dana berpendapat demikian. Pengusaha Sanford Greenberg, yang kehilangan penglihatan karena glaukoma saat kuliah, mendirikan End Blindness by 20/20, yang menawarkan tiga juta dolar dalam bentuk emas bagi orang yang paling besar sumbangsihnya dalam memberantas kebutaan sebelum tahun 2020. National Eye Institute sedang agresif mendanai penelitian mata dengan pendanaan besar. Prakarsa Vision 2020 dari World Health Organization dan International Agency for the Prevention of Blindness menyatakan target “menghapus kebutaan yang dapat dicegah selambatnya 2020.” Sementara itu, banyak berita media yang meliput kegiatan seperti yang dilakukan Bennett sepertinya menganggap bahwa kita pasti berhasil melakukan ini.