Kesembuhan di Depan Mata

By , Jumat, 2 September 2016 | 18:00 WIB

Andaipun implan ini tidak berkembang lebih jauh, katanya, gambar dari cip yang sering sulit ditafsirkan itu semacam mukjizat—terang yang menggantikan gelap.

Ini salah satu penyebab mantan bintang NBA Dikembe Mutombo membangun rumah sakit di kota kelahirannya, Kinshasa, Republik Demokratik Kongo.

Penghormatan yang tepat bagi seseorang yang 41 tahun yang lalu, ketika masih berusia 15 tahun, meninggalkan kegelapan jenis lain saat dia lari dari apartheid yang diberlakukan pemerintah Afrika Selatan pada Namibia. Bersama tiga teman, dia berhasil sampai ke perkemahan di Angola yang dikelola oleh gerakan perlawanan Namibia bernama SWAPO; menghindari patroli helikopter musuh sampai akhirnya selamat tiba di Zambia; memberi tahu SWAPO bahwa dia ingin bersekolah busana tetapi malah dikirim ke sekolah kedokteran di Leipzig, Jerman; dan di sana menikah dengan rekan senegara yang tak lama kemudian tewas di Angola. Dia melahirkan anak mereka sendirian, menyelesaikan kuliah oftalmologi, bersukacita ketika Namibia meraih kemerdekaan pada 1990, dan pulang selamanya pada 1996 bersama tekad membantu kaum tunanetra.kisah ndume favorit saya adalah tentang perempuan yang diobatinya pada tahun pertama perkemahan, di sebuah klinik di Rundu, di perbatasan utara Namibia. Ada lebih dari 200 pasien yang mendaftar. Hanya 82 yang datang, karena begitu banyak yang takut membayangkan matanya disayat.

Saat Ndume mengadakan perkemahan di Rundu tahun berikutnya, perempuan itu datang. “Hasil bumi saya banyak sekarang!” Dia menarik Ndume ke pintu klinik.

“Saya mengajak teman,” katanya. Di luar ada puluhan orang yang bersemangat dibedah. “Mereka berbicara seolah operasi itu mukjizat,” kata perempuan itu.

Ndume mengoperasi ratusan orang pekan itu. Seperti kata rekannya Sven Obholzer, para pasien “masuk sambil memegang bahu orang di depannya, lalu keluar berjalan sendiri.”

Namun, meski sudah ada upaya dari Ndume dan pihak lain, sekitar 20 juta orang di seluruh dunia masih buta akibat katarak. Kalau diobati semua, kita bisa menyembuhkan separuh dari semua kebutaan. Namun, untuk mewujudkan itu, perlu prasarana permanen agar pengobatan itu dilakukan secara rutin. Ini salah satu penyebab mantan bintang NBA Dikembe Mutombo membangun rumah sakit di kota kelahirannya, Kinshasa, Republik Demokratik Kongo. Saat berkunjung ke sana, meski hanya dijadwalkan untuk lima hari, dia menambah menjadi tujuh hari, melakukan lebih dari seratus operasi, dan meninggalkan daftar tunggu yang berisi ratusan orang.

“Penyakit lain ini, degenerasi makula, retinitis pigmentosa, tak ada apa-apanya diban­ding katarak.” Ndume tak bermaksud bahwa semua kondisi tersebut tak penting. Menurutnya, tantangan terbesar bukan hanya menemukan obat, tetapi juga menyampaikannya.

Saat saya menjadi pengamat dalam salah satu operasi, pemandangan itu mengganggu: Mata terbuka lebar, karena kelopaknya ditahan spekulum oftalmus. Namun, mata tak menyadari baja yang menyayat di korneanya.

Setelah menyadari hal itu, saya lebih mudah menyaksikan operasi. Saya tahu bahwa obat biusnya akan segera habis dan setelahnya mata itu dapat melihat dengan jernih.