Investigasi Khusus: Perdagangan Maut

By , Senin, 3 Oktober 2016 | 16:30 WIB

Menurut Groenewald, orang Tiongkok “tidak suka cula yang tidak utuh,” jadi dia memotong cula badak sampai delapan sentimeter dari tengkoraknya.

Para penyelidik juga menemukan beberapa lokasi di Prachtig yang menyisakan bangkai dan tengkorak badak yang dibakar. Ditemukan sembilan belas tengkorak, semuanya dengan cula terpotong. Enam tahun kemudian Hofmeyr masih dihantui oleh pemandangan itu. “Yang paling traumatis bagi saya adalah melihat lubang yang berisi bangkai badak itu,” ceritanya. “Sangat mungkin dia akan bebas. Itu bukti betapa sakitnya sistem kami.”

Hofmeyr mengenali badak di lahan Groenewald sebagai hewan yang dulu ditangkap dengan bantuannya di Taman Nasional Kruger. “[Groenewald] menawarkan harga terbaik dan tidak memiliki vonis [pidana], jadi menurut hukum penjualan kami, kami tidak bisa tidak menjual kepadanya.” Menjual hidupan liar ke sektor swasta adalah salah satu cara taman nasional itu membiayai proyek pelestarian khusus, katanya, dan meskipun beberapa badak dijual kepada operator safari untuk diburu, hewan itu juga mendapat kesempatan untuk dibiakkan, menambah jumlahnya secara keseluruhan. Memang, pembiakan untuk perburuan hewan besar diakui secara luas telah membantu pemulihan badak putih dari status hampir punah pada pergantian abad ke-20.

“Perlu waktu lama untuk pulih, perlu waktu lama untuk percaya lagi kepada manusia,” kata Hofmeyr. “Anda berpikir, Apakah saya bagian dari hal ini? Saya yang menangkap hewan itu, saya yang memasukkannya ke kotak.” Hofmeyr berfokus pada gambar keseluruhan—hewan-hewan yang pernah dibantunya pindah ke tempat-tempat lain. “Saya duga 75 persen di antaranya masih hidup, dan berkembang biak. Bagi saya, itulah yang pada akhirnya memudahkan menerima hal-hal seperti ini.”

Groenewald, yang membeli lebih dari 30 badak dari Kruger, berkata, taman itu menentukan harga berdasarkan panjang cula. “Mereka ingin badak ini diburu,” katanya kepada saya.

Operation Crash

Pada Juni 2011 U.S. Fish and Wildlife Service menerima email dari Kolonel Johan Jooste dari Elang Afrika Selatan, yang meminta tolong mewawancarai beberapa orang Amerika yang memburu badak bersama Groenewald di Afrika Selatan. David Hubbard, di kantor FWS, ditugasi melakukan hal itu.

Hubbard kenal dengan Groenewald. Hubbard membantu penangkapan lelaki itu karena mengirim awetan macan tutul ke AS yang ditembak di Afrika Selatan tanpa izin berburu. Klien Groenewald, tukang leding dari Texas bernama Glenn Davey, membunuh macan tutul itu pada 2006. Tetapi, tahun itu Groenewald tidak memiliki izin berburu macan tutul, dan menurut kesepakatan pengadilannya, namanya malah tercantum pada pengajuan izin tahun 2008. Agen FWS menangkap Groenewald pada Januari 2010, ketika dia kebetulan sedang mengunjungi adiknya, Janneman, yang mengelola operasi penjualan untuk perusahaan berburu mereka di Autaugaville, Alabama. (Janneman sudah pulang ke Afrika Selatan setelah itu.) Groenewald mengaku bersalah, dihukum dipenjara selama waktu yang sudah dijalani (delapan hari), dan diperintahkan mengembalikan uang kliennya sebesar Rp98 juta, dan didenda sebesar Rp394 juta.

“Kok saya didenda karena macan tutul yang ditembak di tempat saya?” kata Groenewald, masih geram. “Saya tidak mencurinya. Saya tidak menembaknya di peternakan orang lain. Macan itu milik saya.”

Macan tutul itu dibunuh secara legal pada 2008, katanya kepada saya, meskipun brosur perusahaan 2006-07 ada foto tukang perpipaan air Texas itu memegang macan tersebut.

Lima tahun kemudian, pada 2011, Hubbard meyakini bahwa Groenewald memperdagangkan hidupan liar lagi. Hampir selusin orang Amerika yang mengikuti petualangan berburu bersama perusahaan Groenewald menuturkan kisah serupa kepada Hubbard: Mereka tidak berniat berburu badak, tetapi saat tiba di Prachtig, mereka diberi tahu oleh Groenewald tentang badak “bermasalah” yang perlu dibunuh. Groenewald memasang tarif rata-rata Rp131 juta—sepersekian harga pasar untuk berburu badak secara legal. Orang-orang Amerika ini diperbolehkan memotret hasil buruannya, tetapi hanya foto badak itulah yang boleh dibawa pulang. Groenewald menyimpan culanya.

Hubbard membuka kasus sendiri, Operation Preposterous, yang kemudian menjadi Operation Crash (kawanan badak disebut “crash” dalam bahasa Inggris), yaitu penyelidikan perdagangan cula badak di beberapa negara bagian yang diluncurkan oleh FWS pada 2011. Operation Crash yang masih aktif ini adalah salah satu penyelidikan paling sukses di badan itu. Per Juli 2016, Operation Crash telah menghasilkan vonis bersalah bagi 30 orang, 405 bulan hukuman penjara, dan benda sitaan senilai sekitar Rp987 miliar.