Identitas gender yang lebih pas ternyata tidak langsung diperoleh. Charlie mengalami proses uji coba yang mirip dengan pengalaman remaja lain yang mempertanyakan gendernya. Dia mencoba “lesbian,” lalu “genderfluid,” sebelum memilih identitasnya saat ini, yaitu “pria trans nonbiner.” Dia berangkat kuliah beberapa bulan setelah percakapan kami, bersiap memakai testosteron.
Jika semakin banyak anak muda yang menyatakan diri sebagai nonbiner, itu sebagian karena terdapat kesadaran baru tentang adanya pilihan nonbiner, yang menyediakan “bahasa untuk menamai sumber pengalaman mereka,” kata ahli terapi Jean Malpas di kantor Manhattan untuk Ackerman Institute for the Family, tempat dia memimpin Gender and Family Project.
Tidak mudah bagi remaja untuk menciptakan “tempat netral”. Perubahan biologis pada tubuh akan tetap terjadi juga. Namun, kadang-kadang perubahan ini dapat ditunda beberapa lama dengan obat pemblokir pubertas yang dapat mengulur waktu bagi anak-anak yang mempertanyakan gendernya. Jika anak itu menginjak umur 16 tahun dan memutuskan bahwa dia memang bukan transgender, diyakini bahwa efek peredaman pubertas dapat dibalikkan: Anak itu berhenti memakai obat pemblokir dan tumbuh dewasa dengan jenis kelamin lahir. Tetapi, untuk anak yang memang ingin bertransisi pada umur 16, pemakaian obat pemblokir selama ini dapat mempermudah prosesnya. Mereka dapat mulai memakai hormon lintas-jenis kelamin dan mengalami pubertas dalam gender yang dipilih—sebelum sempat mengalami perkembangan ciri-ciri jenis kelamin sekunder, seperti payudara, bulu tubuh, atau suara berat, yang sulit dibatalkan.
Selain obat ini, ada hal lain yang lebih memicu perdebatan, yaitu apakah sekarang terlalu banyak anak kecil, pada usia yang terlalu dini, didorong untuk bertransisi secara sosial sejak awal.
Eric Vilain, ahli genetika dan dokter anak yang memimpin UCLA Center for Gender-Based Biology, mengatakan bahwa anak-anak sering menyatakan keinginan dan khayalan sepintas. Dia bercerita bahwa sebagian besar kajian anak yang menyatakan ketidaknyamanan dengan gender lahirnya, menunjukkan bahwa mereka lebih mungkin cisgender (sesuai dengan gender yang ditetapkan saat lahir) daripada trans.
“Jika seorang anak lelaki melakukan hal-hal yang mirip anak perempuan—dia ingin rambut panjang, ingin mencoba sepatu ibunya, ingin memakai rok dan bermain boneka,” kata Vilain, kesukaan pada kegiatan tertentu seperti ini adalah ekspresi gender, bukan identitas gender. Vilain berkata sebaiknya orang tua mundur sejenak dan mengingatkan anak lelaki itu bahwa dia boleh melakukan semua kegiatan anak perempuan, tetapi tidak berarti dia anak perempuan.
Di Gender and Family Project, Jean Malpas mengatakan bahwa konselor “mencari tiga hal pada anak yang menyatakan keinginan menjadi gender lain”: bahwa keinginan itu “terus-menerus, tidak berubah, dan tegas.” Banyak anak yang datang ke kliniknya seperti itu, katanya, bahkan beberapa berumur lima tahun. “Mereka sudah lama merasa demikian, dan tidak menyesalinya.”
Itulah perasaan putri dari penulis Seattle, Marlo Mack (nama pena yang digunakan ibu ini dalam podcast dan blog untuk melindungi identitas anaknya). Anak Mack diidentifikasi sebagai lelaki saat lahir, tetapi pada umur tiga tahun sudah bersikeras bahwa dia anak perempuan. Ada kesalahan sewaktu di dalam perutmu, katanya kepada ibunya, memohon untuk dikembalikan ke rahim agar kesalahan itu diperbaiki.
“Saya memberi tahu anak saya berulang kali, dia bisa tetap menjadi anak lelaki sambil bermain Barbie dan berpakaian seperti yang disukainya: gaun, rok, pakaian berkilau,” kata Mack dalam podcast-nya, How to Be a Girl. “Tapi anakku bilang tidak, pokoknya tidak. Dia anak perempuan.”
Akhirnya, setelah setahun mereka berdua “sengsara,” Mack mengizinkan anak empat tahunnya memilih nama perempuan, mulai menggunakan kata ganti perempuan, dan masuk prasekolah sebagai anak perempuan. Hampir dalam sekejap, kemuraman sirna. Dalam podcast yang disiarkan dua tahun setelah itu, Mack melaporkan bahwa putri transgendernya, enam tahun, “menyukai menjadi anak perempuan mungkin lebih dari anak perempuan mana pun.”
Vilain tidak disukai sebagian aktivis transgender karena mengatakan bahwa tidak semua ucapan “aku ingin menjadi anak perempuan” dari anak kecil perlu disemangati. Tetapi, dia bersikeras bahwa dia berusaha berpikir di luar stereotip gender. “Saya berusaha menganjurkan beraneka ragam ekspresi gender.”
Di sinilah situasinya menjadi kabur dalam dunia gender. Anak muda seperti putri Mack, atau Charlie Spiegel di California, atau E di Kota New York, harus mengambil keputusan biologis yang akan memengaruhi kesehatan dan kebahagiaan mereka selama 50 tahun ke depan. Namun, keputusan ini harus diambil dalam pusaran norma gender yang terus berubah.