Mengecap Sisi Lain Kepulauan Riau

By , Rabu, 25 November 2015 | 12:04 WIB

Menyaksikan Ola, sang penjaga pulau memecahkan kelapa, membuat sendok dari kulitnya, agar kami bisa mengambil dagingnya setelah menenggak air kelapa di tepi pantai yang bersih di tengah terik mentari, adalah hal yang amat mengasyikkan. Saat beberapa rekan seperjalanan memutuskan untuk bermain voli di atas pasirnya yang lembut dan putih, saya memilih untuk menumpang kapal kecil yang tadi menampari air. Kapal ini mengantarkan saya ke perairan jernih yang mengepung pulau ini, menyambangi warna-warni serta kehidupan yang mendiami dasar laut.

Saya menjumpai banyak karang meja di sana, juga ikan kepe-kepe dan dasi biru di antara ikan lainnya. Sayangnya, saat itu pertengahan September. Saat yang tidak tepat untuk menikmati secara penuh kemolekan pemandangan di bawah permukaan laut. Jika pengunjung datang beberapa bulan sebelumnya, seperti bulan Mei, banyak titik penyelaman yang menawarkan keelokan taman bawah laut seperti di sekitar Pulau Mapur.

“Kepulauan Riau adalah pintu masuk wisatawan mancane­gara, peringkat ketiga setelah Bali dan Jakarta,” ucap Guntur Sakti, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau. Sosok yang penuh semangat ini menjelaskan bahwa kepulauan ini memiliki 2.408 pulau, empat puluh persen dari pulau ini tak bernama dan tak berpenduduk, menawarkan banyak tempat wisata selam yang eksotis. “Jangan salah, Provinsi Kepri berbeda dengan Provinsi Riau,” tegas Guntur mengingatkan di sela candanya.

eesokan harinya, tak jauh dari Pulau Beralas Pasir, seorang warga Singapura bernama Arthur berjalan menuju tengah laut sambil berbincang-bincang dengan saya. Tangan kirinya memegang papan seluncur air, sedangkan tangan kanannya menahan tali-temali yang berujung di layar kecil yang tertiup angin. Jika cuaca sedang bersahabat atau banyak angin, ia sering datang ke tempat ini, membawa sendiri semua peralatan kiteboarding yang ia miliki.

Air semakin dalam dan saat permukaannya berada di atas lutut, tiba-tiba ia berhenti. Tali layar ia tegakkan ke atas. Dengan tangan satunya lagi ia meletakkan papan di kakinya. Ia pamit kepada saya dan tiba-tiba: whusssss. Ia memiringkan layarnya dan melesat di permukaan air, jauh ke tengah laut, meninggalkan saya yang terpana.

Para pemain berseliweran di kejauhan. Ardi, salah seorang pelatih kiteboarding di pesisir pantai ini berkisah bahwa inilah pantai terbaik untuk melakukan kiteboarding. Pada 2012 dan 2013, di sini diselenggarakan Kiteboarding Tour Asia, dengan kontestan sekitar 100 orang.

Saya sempat memperhatikan Arthur yang tak menggunakan pelampung. Apakah tak berbahaya melakukan kegiatan ini tanpa pelampung? Apalagi untuk pemula. Ardi tersenyum. Ia menunjukkan seorang peserta yang sedang berdiri nun jauh di sana. “Itu yang menjadi salah satu keunggulan tempat ini. Perairan ini amat dangkal, dengan jarak sekitar lebih dari 200 meter dari garis pantai. Dan angin bergerak dari sisi ke sisi, bukan dari pantai ke laut lepas,” papar Ardi.

Semalam, ketika kami berjalan di dermaga Argo Bintan Resort ini menuju ke restoran di tengah laut. Sejauh mata memandang, di bawah saya hanya ada daratan tak berair, membuat saya tak tahu di mana batasnya airnya saat itu.

“Biasanya saat musim utara, bulan 12 hingga pertengahan bulan Maret, adalah waktu yang terbaik,” ungkap Ardi. Saat itulah angin bertiup paling kencang. “Buat kami, no wind, no money,” pungkasnya.

erkendara sekitar lima menit dari BBT atau Bandar Bintan Telani Ferry Terminal di kawasan Lagoi yang terletak di arah barat laut Bintan, kami tiba di sebuah dermaga kayu yang tertelak di tepi Sungai Sebong. Sejauh mata memandang, tampak aliran sungai yang cokelat berkilauan ditimpa sinar surya, diapit oleh kehijauan tanaman yang memenuhi lanskap.

Saya menikmati embus angin yang menerpa, dari atas perahu bermotor berkapasitas 15 orang, yang kali ini membawa delapan penumpang. Ini salah satu pelancongan yang saya sukai: menelusuri hutan bakau hingga perahu tak bisa lagi menerobos kerimbunan bakau yang menutupi permukaan air payau.  

”Ada sekitar 30 spesies bakau di area ini,” ujar Maradu, pemandu yang memiliki darah India saat menemani kami melewati sungai yang semakin sempit. Menurutnya, banyak satwa yang bisa kita jumpai di sini. Di antaranya kera dan burung bangau. Kami menjumpai tiga kepiting yang berdiam diri di antara lumpur sungai saat menyusuri tempat yang indah tersebut. Seekor biawak kecil terlihat melarikan diri menuju ke kerapatan bakau, dan seperti yang saya perkirakan sebelumnya: pasti kami berjumpa dengan ular.