Ekowisata Hutan Pasang Surut

By , Selasa, 15 Desember 2015 | 19:12 WIB

Tempat pelelangan di ujung jalan ke pantai Karangsong ini pasti dilewati pengunjung yang menuju hutan mangrove.Kadang, saat pelelangan berlangsung ramai, kendaraan pengunjung mesti berjalan pelan-pelan.

Sayangnya, aktivitas lelang ikan dan pembuatan kapal terlewatkan begitu saja. Padahal dua potensi itu bisa digarap sebagai destinasi wisata bahari Karangsong.!break!

Daya pikat hutan mangrove nampaknya terlalu besar. Menggiring para pengunjung berduyun-duyun, sembari membawa seabrekrasa penasaran tentang pembuatan kapal dan TPI Karangsong.

Dua remaja putri menjerit cemas-cemas geli saat perahu penyeberangan itu bergoyang. Sebenarnya aman-aman saja. Tapi, goyangan perahu beratap itu menggelitik rasa takut remaja berjilbab itu.Mendekati sore, jumlah pengunjung hutan mangrove Karangsong makin membeludak.

Tiba di hutan mangrove, pengunjung akan menapaki jalur trek sepanjang 1.200 meter.Jalur ini melingkar, menembus kerumunan mangrove, hamparan pantai, lalu masuk kembali ke hutan mangrove.

Penjelajahan bermula dari sisi kiri pintu masuk. Lantas pengunjung menapaki trek yang beralaskan anyaman bambu. Saat kaki menginjak alas jalur, anyaman bambu bergemeretak.

Di sebelah kanan jalur terdapat persemaian bibit bakau. Berderet-deret rapi, dan siap tanam. “Ini persemaian dari Mangrove For Future pada 2014,” jelas Makrus, bendahara Pantai Lestari. Selain persemaian, kelompok ini juga mengembangkan perikanan bandeng bercampur budidaya rumput laut. “Juga ada tambak silvofishery, tapi lokasi agak ke utara, di luar hutan mangrove,” imbuhnya.

Semakin masuk, hutan mangrove tumbuh rimbun. Pepohonan api-api (Avicennia sp) mendominasi di kiri-kanan jalur trek. Pertumbuhannya belum tinggi, sekitar 2-3 meter. Akar napas pohon api-api mencuat dari dalam lumpur, menyebar ke segala arah. Di antara api-api yang rapat, tumbuh pohon bakau atau Rhizophora sp. “Kalau habitatnya terbuka, api-api cepat tumbuh. Bibit bakau yang kita tanam kalah cepat pertumbuhannya,” papar Makrus.!break!

Hamparan tanah di sekitar trek memang banyak ditumbuhi api-api. “Setelah Rhizopora kita tanam, api-api baru bisa tumbuh secara alami. Jadi ada yang sengaja ditanam, dan ada yang dari alam.”

Pada 2008, tanah ini masih terendam laut. Saat merintis penanaman, air laut masih merendam bibit. “Tapi tanah tidak lagi terabrasi air laut,” jelas Makrus bagaikan seorang pemandu yang mengenal setiap sudut kawasan ini.

Makin ke arah pantai, di sisi kiri jalur, sejumlah pekerja sedang merampungkan persemaian untuk 50.000 bibit. Persemaian kontribusi Kementerian Kelautan dan Perikanan ini baru saja dibangun. Rencananya untuk menyiapkan bibit jenisRhizoporadan Avicennia. “Sebulan lagi persemaian ini akan selesai. Jenis bibit yang dipilih memang yang cocok untuk daerah Karangsong.”

Ibu-ibu masih sibuk mengisi polibag yang berjajar di cekungan tanah yang berisi air. Makrus memaparkan bahwa untuk persemaian sebaiknya bibit terendam air. “Dulu kita menanam bibit sambil berendam air. Jadinya tidak panas, malah adem. Rhizopora bisa tumbuh bagus di daerah pasang surut,” lanjut Makrus.