Ching Shih, Bajak Laut Perempuan Penakluk Perairan Laut Cina Selatan

By Eric Taher, Sabtu, 24 Juli 2021 | 14:00 WIB
Pada puncaknya, Ching Shih memimpin sekitar 1.800 kapal dan 70.000 perompak, menjadikannya bajak laut tersukses sepanjang masa. (David Cordingly)

 

Menurut Dian Murray, Ching Shih lebih banyak bekerja di balik layar. "Zheng Yi menjadi sosok penyatu dan pemimpin, sementara istrinya lebih menjadi konsolidator dan pengurus keuangan," ujarnya.

Di bawah kepemimpinan mereka, Armada Bendera Merah mampu menghimpun 400 kapal jung dan 70.000 perompak pada 1804. "Mereka membagi armada mereka menjadi enam skuadron, yakni Skuadron Bendera Merah, Hitam, Putih, Hijau, Biru, dan Kuning," jelas Murray. Masing-masing skuadron memiiki pemimpinnya sendiri-sendiri, yang memiliki utang budi kepada Zheng Yi dan Ching Shih. Saking kuatnya, Armada Bendera Merah mampu membunuh pemimpin militer provinsi Guangdong, Jenderal Huang Si Harimau Tua.

Di saat yang sama, mereka mulai mengadopsi Cheung Po, seorang anak nelayan yang diculik Zheng Yi pada 1798. Cheung Po dikenal memiliki karisma dan kelihaian dalam memimpin, dan sudah lama menjadi murid Zheng Yi. Cheung Po juga kemudian dipercayai sebagai pemimpin Skuadron Merah. Skuadron ini merupakan skuadron terbesar, yang memiliki 300 jung dan 20.000-40.000 perompak.

Sayangnya, Zheng Yi kemudian tewas pada 1807, enam tahun setelah pernikahannya dengan Ching Shih. Kapalnya terhantam badai dan karam di perairan Vietnam.

Baca Juga: 'Manusia Naga' Julukan Spesies Manusia Baru yang Ditemukan di Tiongkok

Kapal jung yang berlabuh di Guangzhou pada 1880. Jung merupakan kapal yang banyak digunakan para saudagar, militer, dan perompak di Tiongkok. (Lai Afong)

 

Dibanding pensiun dan hidup miskin sebagai janda, Ching Shih lebih memilih untuk meningkatkan kekuasaannya. Ia mampu menyeimbangkan kekuatan antarfaksi dan menghimpun dukungan dari seluruh tetua dan pemimpin skuadron. Selain itu, Ching Shih juga mengangkat Cheung Po selaku pemimpin skuadron terbesar sebagai tangan kanannya. Dengan ini, Ching Shih akhirnya mampu menjadi pemimpin Armada Bendera Merah.

Untuk menghindari pengkhianatan, Ching Shih menerapkan kode bajak laut yang sangat ketat. Hukuman potong telinga juga diberlakukan bagi mereka yang membelot dari armada. Selain itu, ia juga tidak segan menerapkan hukuman mati.

"Siapapun yang tertangkap memberikan komando [selain Ching Shih] dan tidak menaati atasannya akan dipancung saat itu juga," ungkap Murray. Hukuman pancung juga berlaku bagi perompak yang korupsi dan bahkan mencuri dari warga desa yang memberikan upeti.  "Pemerkosaan dan seks di luar nikah juga dikenai hukuman pancung," ujar Murray.

Adapun Ching Shih juga memiliki aturan yang unik terkait tawanan perempuan, seperti dilansir dari South China Morning Post. Jika tawanannya dianggap jelek, maka ia segera dilepaskan. Namun apabila tawanannya dianggap cantik, maka seorang perompak dapat memilih untuk menikahinya. "Setiap perompak yang telah memiliki istri harus setia kepada pasangannya," tambah Murray. Jika tidak, maka sang perompak akan dipancung.

Namun, hal ini berbeda berlaku untuk tawanan laki-laki. Mereka dapat memilih antara bergabung dengan armada, atau dipaku di geladak dan dihantam sampai mati. Tidak heran, banyak lelaki yang bergabung dan menjadi perompak baru.

Baca Juga: Angkong, Gerobak Roda Dua yang Menjadi Transportasi Primadona Asia