Prediksi 1972 Tentang Kehancuran Global pada 2040 Tampak Sesuai Jalur

By Fikri Muhammad, Jumat, 23 Juli 2021 | 17:00 WIB
Perubahan iklim berdampak pada krisis air di dunia. Krisis iklim berdampak pada tingginya risiko bencana alam. Kejadian-kejadian buruk dapat terjadi karena tidak adanya upaya untuk mencegahnya. (piyaset/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id—Manusia akan berada di jalur kerutuhan dalam dua dekade mendatang jika tidak ada perubahan serius dalam prioritas global, menurut penelitian ulang baru dari laporan tahun 1970-an, Vice melaporkan. 

Laporan yang ada dalam buku terlaris The Limits to Growth (1972) itu, para ilmuwan MIT berpendapat bahwa peradaban industri pasti akan runtuh jika perusahaan dan pemerintah terus mengejar pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, berapa pun biayanya.

Para peneliti memperkirakan 12 skenario untuk masa depan, sebagian besar meramalkan titik di mana sumber daya alam akan menjadi sangat langka sehingga pertumbuhan ekonomi lebih lanjut menjadi tidak mungkin dan kesejahteraan pribadi akan anjlok. 

Sekenario laporan yang paling terkenal ialah Business as Usual (BAU), yang meramalkan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2040-an. Kemudian mengalami penurunan tajam, bersama dengan populasi global, ketersediaan pangan dan sumber daya alam.

 

Keruntuhan yang akan segera terjadi ini tidak akan menjadi akhir umat manusia, melainkan titik balik masyarakat yang akan membuat standar hidup turun di seluruh dunia selama beberap dekade, tulis tim tersebut. 

Setelah hampir setengah abad ramalan MIT ini, bagaimana pandangan masyarakat sekarang? seorang peneliti analisis sistem keberlanjutan dan dinamis di perusahaan konsultan KPMG, Gaya Herrington berusaha tuk mencari tahu.

Pada Journal of Industrial Ecology edisi November 2020, Herrington memperluas penelitian yang dia mulai sebagai mahasiswa pascasarjana di Universitas Harvard awal tahun itu, ia menganalisis prediksi The Limits to Growth di samping data dunia nyata terkini.

Baca Juga: Kabar Cuaca: Waspada, Bencana Alam Terjadi di Berbagai Belahan Dunia

Pegunungan Himalaya. Perubahan iklim turut melelehkan salju di puncak-puncaknya. (Royonx/Wikimedia Commons)

Herrington menemukan bahwa keadaan dunia saat ini, termasuk populasi, tingkat keseburan, tingkat polusi, produksi pangan, dan hasil industri sangat selaras dengan dua skenario yang diusulkan pada 1972. Yakni skenario BAU dan Comprehensive Technology (CT), di mana kemajuan teknologi membantu mengurangi polusi dan meningkatkan persediaan makanan, bahkan ketika sumber daya alam habis. 

Sementara skenario CT menghasilkan sedikit kejutan bagi populasi global dan kesejahteraan pribadi, kekurangan sumber daya alam masih mengarah ke titik di mana pertumbuhan ekonomi menurun tajam. Dengan kata lain, hal ini berarti keruntuhan masyarakat industri secara tiba-tiba.

"Skenario BAU dan CT menunjukkan penghentian pertumbuhan dalam satu dekade atau lebih dari sekarang," tulis Herring dalam studinya. "Kedua skenario dengan demikian menunjukkan bahwa melanjutkan bisnis seperti biasa, yaitu mengejar pertumbuhan berkelanjutan, tidak mungkin dilakukan."

Kabar baiknya adalah belum terlambat untuk menghindari kedua skenario ini dan menempatkan masyarakat pada jalur alternatif - skenario Stabilized World (SW).

Jalir ini dimulai seperti rute BAU dan CT, dengan populasi, polusi, dan pertumbuhan ekonomi meningkat bersamaan sementara sumber daya alam menurun. Perbedaannya muncul ketika manusia memutuskan untuk secara senagaja membatasi pertumbuhan ekonomi mereka sendiri, sebelum kekurangan sumber daya memaksa mereka untuk melakukannya.

 

"Skenario SW mengasumsikan bahwa selain polusi teknologi, prioritas masyarakat global berubah," tulis Herrington. "Perubahan nilai dan kebijakan diterjemahkan menjadi, andara lain, ukuran keluarga yang diinginkan rendah, ketersediaan alat kontrasepsi yang sempurna, dan pilihan yang disengaja untuk membatasi hasil industri dan memprioritaskan layanan kesehatan dan pendidikan."

Pada grafik skenario SW, pertumbuhan industri dan populasi global mulai merata segera setelah pergeseran nilai ini terjadi. Ketersediaan pangan terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan penduduk global; polusi menurun dan semuanya menghilang; dan penipisan sumber daya alam juga mulai berkurang. Keruntuhan masyarakat dihindari sepenuhnya.

Baca Juga: Krisis Iklim Turut Memberikan Dampak yang Besar bagi Kesehatan Mental

Satu keluarga gembala di dekat La Paz, Bolivia. Mereka berhenti sejenak untuk difoto. Fotografer Your Shot Oscar Leiva menunjukkan bahwa keluarga seperti ini menderita akibat efek perubahan iklim, meskipun mereka tidak berkontribusi pada penyebabnya. (National Geographic)

Skenario ini mungkin terdengar seperti fantasi, terutama karena tingkan karbon dioksida di atmosfer melonjak hingga mencapai rekor tertinggi. Namun, studi tersebut menunjukkan bahwa perubahan yang disengaja masih mungkin dilakukan.

Herrington mengatakan kepada Vice, perkembangan pesat dan penyebaran vaksin selama pandemi COVID-19 adalah bukti kecerdikan manusia dalam menghadapi krisis global.

Sangat mungkin, kata Herrington, bagi manusia untuk merespons dengan cara yang sama terhadap krisis iklim yang sedang berlangsung.

"Belum terlambat bagi umat manusia untuk dengan sengaja mengubah arah untuk secara signifikan mengubah lintasan masa depan," Herrington menyimpulkan studinya. "Secara efektif, umat manusia dapat memilih batasnya sendiri atau pada titik tertentu mencapai batas yang ditentukan, di mana pada saat itu penurunan kesejahteraan manusia tidak dapat dihindari."