Pada 1613, Carlini mendapat pengelihatan mendaki "gunung kesempurnaan". Ia dikelilingi oleh binatang buas dan diselamatkan oleh Yesus. Seperti kata Brown, pengalaman mistiknya bisa dipandang sebagai "wahyu psikologis atau ilahi" atau "respons psikologis terhadap puasa". Yang jelas, Carlini berusaha untuk meninggalkan kenyamanan dunia untuk mencapai alam spiritual.
Levack menambahkan bahwa itu bisa jadi interpretasi umum dari demoniac. Mengingat garis tipis antara intervensi iblis dan ilahi. Ada juga pandangan bahwa wanita dianggap lebih lemah dari pria karena rentan terhadap roh jahat.
Atas pandangan itu, Carlini acap kali dituduh atas kesombongan dan hubungannya dengan Tuhan. Carlini sendiri mulai mengalami rasa sakit yang tak terdiagnosis, melabuhkan penderitaan spiritual yang dia rasakan di dunia fisik. Pandanganya, ada pria muda yang menarik dan memukulinya sampai hampir mati dan mencoba merusak jiwanya.
Hal itu membuat Carlini berpuasa semakin kuat dan penderitaannya membuahkan hasil. Dikatakan bahwa Yesus memintanya untuk menikah dengannya pada hari Tritunggal Mahakudus. Itu adalah perkawinan mistik yang jarang terjadi. Carlini mungkin terinspirasi oleh santa favorinya, Cahterine dari Sienna, tulis Hannah Steinkopf-Frank di JSTOR Daily.
Untuk membantu memerangi iblisnya, Suster Bartolomea Crivellu ditunjuk sebagai pelayannya. Yang pada akhirnya memainkan peran penting dalam kehancuran Carlini pada akhirnya.
Baca Juga: Sisa Bangunan dan Benda Peninggalan Kristen Kuno Ditemukan di Mesir
Carlini melanjutkan kehidupan sebagai kepala biara dan mistikus yang mempertahankan tuntutan administratif dan spiritual biara. Pengelihatanya mejadi lebih mengerikan, ia meninggal dan pergi ke Api Penyucian. Namun ketegangan di dalam biara Theatine, khususnya meningkatnya kekuasaan Carlini, menarik perhatian seorang nunsius kepausan baru di Florence, yang mengirim pejabat untuk menyelidiki Carlini.
Dalam laporan mereka, para penyelidik mengkritik Carlini yang menggunakan bahasa tak sipan dan mesum. Juga ia menampilkan kesombongan atas pernikahan mistiknya. Tapi yang paling memberatkan adalah pengakuan Bartolomea Crivelli yang menggambarkan hubunganya selama lebih dari dua tahun.
Mereka bertemu di malam hari atau di ruang kerja Carlini. Dengan kedok mengajar Crivelli membaca, Carlini akan memulai menciumnya, seolah-olah dia laki-laki, mengucapkan kata-kata cinta kepadanya.
Para penyelidik memperdebatkan bagaimana menafsirkan tindakan mereka: apakah itu molitia (masturbasi bersama) atau apakah itu mencapai sodomi wanita? Carlini pun menyalahkan penglihatannya.
Satu-satunya dokumentasi lebih lanjut dari Carlini adalah catatan Agustus 1661 dalam buku harian biarawati yang tak disebutkan namanya, menyebutkan bahwa Carlini meninggal pada usia 71 karena demam dan sakit perut setelah 35 tahun di penjara.
Biarawati itu menambahkan bahwa Carlini "selalu populer di kalangan awam".
Sebenarnya Carlini menderita hukuman yang relatif kecil, jika tuduhannya melakukan sodomi, dia dan Crivelli bisa dibakar di tiang pancang. Bahkan tidak ada bukti Crivelli dipenjara. Bisa dibilang pengaruh agama dan budaya Carlini yang memengaruhi hukumannya, bukan seksualitasnya.
Dalam kematian, Carlini masih dihormati. Sebelum pemakamannya, pintu gereja ditutup untuk menghindari massa. Penduduk kota ingin melihat dan menyentuh tubuhnya, atau mengambil barang peninggalannya sebagai orang yang dianggap suci.
Kisah Carlini kemungkinan besar akan hilang dari sejarah jika bukan karena penemuan Brown.
Baca Juga: Ternyata, Pemakaman Korban Black Death Dilakukan Secara Hati-hati