Ilmuwan Mencoba Mencegah Malaria dengan Rekayasa Genetik Nyamuk

By Eric Taher, Selasa, 3 Agustus 2021 | 18:00 WIB
Nyamuk Anopheles freeborni yang sedang mengisap darah manusia. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id—Nyamuk Anopheles sudah lama dikenal sebagai penular malaria. Mereka membawa makhluk mikroskopik bernama Plasmodium yang dapat menyebabkan demam, kejang, dan muntah berkepanjangan. Penyakit ini dapat membunuh ratusan ribu orang setiap tahunnya, dan menjadi momok bagi negara tropis yang berkutat di khatulistiwa.

Seperti dilansir dari Biospace, tercatat sebesar 229 juta kasus malaria di dunia pada 2019, dengan kematian mencapai 400.000 jiwa. 94 persen dari malaria ditemukan di Afrika, yang membuatnya menjadi episentrum penyakit ini.

Berbagai penelitian sudah dilakukan untuk menemukan pencegahan terbaik bagi malaria. Salah satunya adalah percobaan rekayasa genetik yang dilakukan oleh sekelompok ilmuwan dari Imperial College London. Rekayasa ini dilakukan terhadap nyamuk Anopheles gambiae, spesies nyamuk penyebar malaria utama di wilayah Afrika Subsahara. Hasil eksperimen ini dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications pada 28 Juli 2021.

Untuk penelitian ini, para ilmuwan menggunakan teknologi Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR). Dengan teknologi tersebut, mereka membuat sebuah gen mutasi yang dinamakan Ag(QFS)1 pada nyamuk An. gambiae jantan. Gen mutasi ini kemudian ditransmisikan melalui perkawinan ke nyamuk An. gambiae betina.

Gen mutasi ini kemudian mengedit gen bernama doublesex pada nyamuk betina, sehingga menghasilkan anak nyamuk yang mandul. Seiring waktu, generasi nyamuk mandul ini perlahan-lahan akan memusnahkan populasi nyamuk secara keseluruhan.

"Gen mutasi ini mampu bertahan lama dan bekerja dengan cepat," ujar Dr. Andrew Hammond kepada The Guardian. Hammond merupakan ahli biologi molekuler Imperial College London yang memimpin penelitian ini. "Teknologi ini dapat merevolusi cara kita dalam memberantas malaria," lanjutnya.

Baca Juga: Sains Terbaru: Eksperimen Sebar Nyamuk Aedes aegypti di Yogyakarta

Plasmodium malariae, protozoa yang disebarkan nyamuk Anopheles. Mereka menyebabkan malaria pada manusia. (Wikimedia Commons)

Rencananya, para nyamuk yang sudah dimutasi ini akan dilepas ke alam liar, dengan tujuan membersihkan seluruh nyamuk penyebab malaria. Untuk memastikan keberhasilannya, para peneliti pun melakukan sejumlah percobaan di lab untuk mengukur efektivitas mutasi nyamuk ini.

Dilansir dari The Guardian, para peneliti ini melakukan eksperimen pertamanya pada 2018. Eksperimen tersebut dilakukan terhadap 600 ekor nyamuk An. gambiae dalam sebuah kandang kecil. Populasi ini akhirnya habis setelah 7 sampai 11 generasi.

Eksperimen lanjutan kemudian dilakukan di Italia. Para peneliti melepas sejumlah nyamuk yang telah direkayasa ke dalam kandang yang lebih besar. Kandang ini menjadi simulasi lingkungan yang digunakan untuk melihat bagaimana nyamuk mutan ini bertahan di alam liar, dan seberapa cepat mereka dapat menyebarkan gen mutasinya.

Baca Juga: Sains Terbaru, Nyamuk Hasil Rekayasa Genetika Dilepas ke Alam di AS

Dalam observasinya, para peneliti melihat terjadinya penyebaran gen mutasi yang sangat pesat. Akan tetapi,  jumlah telur yang dibiakkan belum mengalami penurunan signifikan para beberapa bulan pertama. Barulah setelah tujuh bulan, jumlah telur dan populasi nyamuk menyusut drastis. Populasi nyamuk ini akhirnya habis dalam kurun waktu 10-11 bulan.

Para peneliti juga menemukan bahwa nyamuk mutan ini juga mampu bertahan hidup di tengah populasi nyamuk liar. Baik nyamuk mutan maupun liar sama-sama memiliki jangka hidup sekitar 5-12 hari.

"Ini adalah sesuatu yang tidak pernah tercapai sebelumnya," kata Hammond, "sebuah mutasi genetik yang dilepas mampu menumpas seluruh populasi dalam setahun tanpa intervensi lebih lanjut dari manusia."

Para peneliti lain merespons hasil penelitian ini. Seperti dilansir dari NPR, perilisan nyamuk mutan ke alam liar mengundang pro dan kontra.

Baca Juga: Nyamuk Gemar Menghisap Darah Orang Tertentu? Benarkah Gen Penyebabnya?

Kandang nyamuk yang menjadi area simulasi di Italia. (Imperial College London/Nature Communications)

 

"Menurut saya, penggunaan nyamuk mutan seperti ini akan efektif dalam menangkal malaria dan penyakit dari hewan lainnya," ujar Jeantine Lunshof, bioetikawan di Wyss Institute for Biologically Inspired Engineering, sebuah cabang institut dari Harvard University. "Manfaatnya akan sangat besar, dan saya tidak merasa ini akan mempunyai efek samping yang signifikan," lanjutnya.

Sementara itu, opini yang berseberangan juga datang dari Afrika. "Gagasan ini cukup meresahkan bagi saya," ungkap Nnimmo Bassey, kepala organisasi lingkungan Health of Mother Earth Foundation di Nigeria. "Para nyamuk ini memiliki kemungkinan untuk mengganggu keseimbangan ekosistem kita, yang sangat sulit diprediksi dampaknya."

Hammond sendiri mengakui bahwa dibutuhkan analisis terhadap risiko dampak lingkungan yang akan muncul ke depannya. Ia juga melihat kebutuhan akan evaluasi lebih lanjut terhadap rekayasa genetik yang telah dilakukan.

Jika semuanya lancar, maka percobaan lapangan dapat dilakukan dalam beberapa tahun ke depan. "Dalam sepuluh tahun mungkin kita dapat melepas beberapa nyamuk ini ke situs percobaan di Burkina Faso," pungkas Hammond kepada The Guardian.

Baca Juga: Mikroplastik Bisa Masuk ke Rantai Makanan Manusia Melalui Nyamuk