Ragam Bentuk Meditasi dan Khasiatnya Bagi Kesehatan Jiwa dan Raga

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 30 Agustus 2021 | 14:00 WIB
Meditasi dapat bermanfaat bagi kesehatan pikiran dan tubuh kita. Apa saja ragam bentuk meditasi yang bisa diaplikasikan? (agsandrew/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Apakah Anda sedang mengalami serangan panik, depresi, takut akan suatu hal yang membuat gelisah dan sulit untuk tidur?

Ambillah posisi senyaman mungkin, kemudian cobalah pejamkan mata Anda lalu mulai mengambil dan menghembuskan napas perlahan-lahan. Fokus. Lalu, gunakan teknik ini selama terus menerus, bila isi kepala begitu banyak dan membebani, hingga akhirnya dapat membuat Anda lebih tentram.

Proses tersebut adalah mindfulness, yaitu salah satu jenis meditasi seseorang untuk fokus pada keadaan sekitar Anda, dan merasakan emosi untuk diterima secara lapang. Saran penggunaan teknik banyak dianjurkan bagi beberapa orang yang pernah berkonsultasi ke psikolog.

Artikel penelitian berjudul Mindfulness Meditation-Based Pain Relief Employs Different Neural Mechanisms Than Placebo and Sham Mindfulness Meditation-Induced Analgesia di Journal of Neuroscience, November 2015, menunjukkan bahwa meditasi mindfulness dapat menghilangkan rasa sakit. Dampaknya lebih besar daripada plasebo.

 

Penelitian itu melakukan analisis rasa sakit dan pencitraan otak dengan MRI, untuk mengetahui apakah meditasi mindfulnes hanyalah efek plasebo. Ada 75 partisipan sehat dan bebas rasa sakit yang secara acak ditugaskan ke dalam empat kelompok: meditasi mindfulness, meditasi pasebo ('palsu'), krimi anagesik plasebo (petroleum jelly), dan kelompok kontrol.

Rasa sakit diukur dengan menggunakan probe termal untuk memanaskan area kecil kulit peserta hingga 49 derajat Celsius, rasa yang dianggap sangat menyakitkan bagi banyak orang. Peserta kemudian menilai sensasi fisik dan respon emosionalnya. 

Kelompok meditasi mindfulness melaporkan bahwa intensitas nyeri berkurang 27 persen dan 44 persen untuk aspek emosional rasa sakit. Sebaliknya, krim plasebo mengurangi sensasi rasa sakit sebesar 11 persen dan aspek emosional rasa sakit sebesar 13 persen.

"Pemindaian MRI menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa meditasi mindfullness menghasilkan pola aktivitas otak yang berbeda dari yang dihasilkan oleh krim plasebo," kata Fadel Zeidan, penulis utama studi yang merupakan profesor neurobiologi dan anatomi di Wake Forest Baptist Medical Center.

Baca Juga: Studi: Meditasi Paling Baik untuk Redakan Sakit Punggung

Peziarah bermeditasi di kuil utama Mahabodhi. Tampak seorang biksu melintas, yang berjalan searah jam. (Sysilia Tanhati)

Meditasi mindfulness mengurangi rasa sakit dengan mengaktifkan beberapa daerah otak, orbitofrontal dan anterior cingulate cortex, yang terkait dengan rasa pengendalian rasa sakit. Sementara krim plasebo hanya menuruni rasa sakit dengan mengurangi aktivitas otak di area penerima rasa sakit.

Thalamus, bagian otak lainnya, tidak aktif selama meditas mindfulness. Bagian ini berfungsi sebagai pintu gerbang yang menentukan apakah informasi sensorik diizinkan untuk mencapai pusat otak yang lebih tinggi.

Dengan menonaktifkan area ini, meditasi mindfulness mungkin telah menyebabkan sinyal tentang rasa sakit menghilang begitu saja, kata Zeidan.

"Berdasarkan temuan kami, kami percaya bahwa sesi meditasi mindfulness empat kali 20 menit setiap hari dapat meningkatkan pengobatan nyeri dalam pengaturan klinis," terangnya, dilansir dari Science News.

"Namun, mengingat penelitian ini memeriksa sukarelawan yang sehat dan bebas rasa sakit, kami tidak dapat menggeneralisasi temuan kami untuk pasien nyeri kronis saat ini."

Baca Juga: Teka-teki Etika Efek Plasebo: Seberapa Berisiko Membahayakan Pasien?

Ritual keagamaan

Meditasi bukanlah sekadar peringan rasa nyeri pada tubuh saja, tapi juga dalam kejiwaan. Meditasi yang paling tua dilakukan oleh umat Hindu di India dengan berbagai bentuk seperti bersemedi dan yoga, kemudian dikembangkan lagi oleh umat Buddha.

Kegiatan ini bahkan membuat Siddharta Gautama sendiri mendapatkan pencerahan untuk membangun pemahaman filosofisnya lewat ajaran.

Lama Buddha Yongey Mingyur Rinpoche, 2020 lalu menjadi subjek penelitian pemindaian otak yang dilakukan oleh para peneliti dari UW-Madison's Center for Healthy Minds dan Waisman Center, Amerika Serikat.

Baca Juga: Studi: Stres Kronis Dapat Mengarah ke Awal Alzheimer

Yongey Mingyur Rinpoche, seorang lama Buddha menjadi subjek penelitian terkait hubungan meditasi dan kesehatan otak. (Buddhistdoor)

Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal Neurocase (Volume 26 Issu 2, 2020) itu, Mingyur melakukan meditasi, dan otaknya dipindai. Dan hasilnya, para peneliti menemukan bahwa usia otak Mingyur ternyata lebih muda daripada usianya yang saat itu 41 tahun.

"Ini meningkatkan kemungkinan bahwa latihan meditasi dapat memperlambat laju penuaan otak," kata Richard Davidson, profesor Psikologi dan Psikiatri William James dan Vilas di UW–Madison yang terlibat dalam penelitian.

"Ini bisa memiliki implikasi penting untuk penyakit penuaan terkait otak seperti Penyakit Alzheimer," terangnya dikutip dari Healthy Minds.

Mignyur sudah melakukan 60.000 jam bermeditasi seumur hidupnya--sebelum dicatat dalam laporan. Para peneliti menemukan perbedaan antara orang yang bermeditasi dengan tidak, yakni muncul dari perubahan yang terkoordinasi yang tersebar ke seluruh otak.

Baca Juga: Sihir Taman-Taman Pelesiran Ningrat di Nusantara

"Jika Anda melihat perubahan regional [otak] tertentu hanya dengan menggunakan metode statistik klasik, tidak ada perbedaan nyata antara Yongey Mingyur Rinpoche dan kelompok pembanding," kata Nagesh Adluru, peneliti utama studi.

“Namun ketika analisis kami mempertimbangkan seluruh rangkaian voxel materi kelabu pada otak–kata profesor juga–menggunakan kerangka pembelajaran mesin yang relatif baru, maka kami menemukan perbedaan itu."

Mingyur mengatakan, penelitian itu membuka jendela bahwa apa yang dilakukan umat Buddha telah memiliki konsep awal tentang kesehatan pada otak, melalui praktik aplikasinya.

Ada cara-cara alami yang bisa dilakukan untuk mengurangi stres, di antaranya dengan bermeditasi. (Thinkstock)

"Dalam Buddhisme, kami memiliki banyak praktik aplikasi–bagaimana bekerja dengan persepsi– bagaimana Anda memandang dunia, bagaimana Anda memandang diri sendiri, bagaimana Anda memandang orang lain," ujar Mingyur.

"Ini dapat memengaruhi seluruh hidup Anda, hubungan Anda, perilaku Anda, pekerjaan Anda, lingkar sosial Anda. Saya berharap ke depan, apa pun penemuan dan pengetahuan juga dapat membantu kehidupan masyarakat. Menggabungkan praktik dan penemuan ilmiah bersama-sama mungkin sangat bermanfaat."

Salat dan zikir juga meditasi

Jika Fadel Zeidan mengatakan bahwa kegiatan meditasi mindfulness harus dilakukan empat kali 20 menit setiap hari untuk meningkatkan pengobatan nyeri dalam pengaturan klinis. Ritual keagamaan yang dilakukan lima kali sehari dilakukan umat Muslim mungkin bisa melakukan lebih dari itu.

Hazem Doufesh dari Department of Biomedical Engineering University of Malaya, Malaysia, bersama timnya melaporkan manfaat meditasi salat. Laporan itu dipublikasikan dalam makalah di Journal of Alternative and Complementary Medicine (2014).

Ketika seseorang melakukan salat, Doufesh dan tim menemukan, bahwa adanya keseimbangan simpatovagal. Hal itu menunjukkan bahwa aktivitas saraf parasimpatis dan simpatis dapat meningkat dan menurun selama salat.

Keseimbangan simpatovagal dapat menyebabkan penurunan denyut jantung yang penting dalam persiapan fase tidur. Aktivitas ini sama dengan olahrga yang dapat mengatur mentabolisme tubuh.

"Temuan ini juga sesuai dengan penelitian terbaru tentang meditasi," tulis para peneliti. "Selama salat, menunjukkan bahwa salat menghasilkan perubahan positif dalam fungsi otak dan kesejahteraan manusia.  Perubahan ini berhubungan dengan peningkatan komponen parasimpatis dan penurunan komponen simpatis di ANS (saraf sitem otonom)."

Mereka menjelaskan, bahwa kombinasi aktivitas parasimpatis yang rendah, dengan aktivitas simpatik yang rendah, membuat interkasi antara sistem saraf pusat dan ANS. Akibatnya dapat mendorong relaksasi dan meminimalkan kecemasan bagi seseorang yang rutin salat.

Baca Juga: Studi Ungkap Seberapa Banyak Kalori yang Terbakar Saat Salat 5 Waktu

Sholat sebagai ritual wajib lima kali sehari umat Muslim juga termasuk meditasi. (Kompas Images/ Roderick Adrian Mozes)

Sedangkan penelitian Shabbir Ahmed Sayeed dan Anand Prakash, peneliti Ibn Sina National College for Medical Studies, Arab Saudi dalam temuannya di Indian Journal Psychiatry (2003), menemukan bahwa zikir juga termasuk meditasi.

Lewat kegiatan ini, individu mengingat, memuliakan, dan bersyukur atas rahmat Tuhan. Kegiatan ini memberi kedamaian dan ketenangan batin dan pikiran individu.

"Sesungguhnya, manusia diciptakan dengan sifat keluh kesah. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. Apabila ia ditimpa kebaikan dia akan sangat kikir. Kecuali mereka yang salat, yaitu yang khusyuk terhadap salatnya," tulis Sayeed dan Prakash mengutip ayat Alquran.

Baik dalam penelitian meditasi Buddhisme dan salat, para ilmuwan sepakat bahwa kegiatannya berkhasiat untuk mencegah penyakit alzhaimer. Seperti penelitian meditasi mindfullness yang dipaparkan sebelumnya.

Baca Juga: Bagaimana Astronaut Menjalankan Puasa dan Salat di Luar Angkasa?