Ternyata, Jenazah Kesatria Berusia 1.000 Tahun Ini Bergender Nonbiner!

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 12 Agustus 2021 | 20:46 WIB
Ilustrasi jenazah dari makam Suontaka Vesitorninmäki, Finland. Diperkirakan semasa hidupnya adalah seorang yang dihormati. (Veronika Paschenko.)

Nationalgeographic.co.id—Ekskavasi pertama kali 1968, sebuah kuburan berusia sekitar 1.000 tahun di Finlandia ini dianggap seorang penguasa atau pejuang wanita. Jenis kelaminnya dapat diidentifikasi dari pakaiannya berupa bros oval di atas kain wol yang merupakan gaya feminim khas pada masanya.

Jenazah itu ditemukan bersama sebuah pedang yang berada di sisi kirinya, dan ada pedang lain di atasnya yang diperkirakan dimasukkan setelah orang itu dikuburkan di lain hari. Para arkeolog sebelumnya menafsirkan cara itu sebagai bentuk maskulinitas seseorang yang sudah meninggal.

Namun, temuan terbaru mengungkap kemungkinan besar gender jenazah itu adalah nonbiner—bukan pria, pukan pula wanita. Hal itu dipaparkan oleh para peneliti lintas disiplin, institusi, dan negara, di European Journal of Archaeology yang dipublikasikan 15 Juli lalu. Judulnya, A Woman with a Sword? – Weapon Grave at Suontaka Vesitorninmäki, Finland.

Bagaimana penjelasannya?

 

Temuan ini, para peneliti menulis, merupakan fakta yang menantang kepercayaan lama tentang peran gender dalam masyarakat Eropa kuno--khususnya di Finlandia. Awalnya tidak menyarankan kalangan non-biner bisa diterima, tetapi mereka dihormati sebagai anggota komunitas mereka.

"Individu yang terkubur tampaknya telah menjadi anggota yang sangat dihormati dari komunitas mereka," tulis para peneliti yang dipimpin oleh Ulla Moilanen, arkeolog dari University of Turku.

"Tetapi mungkin juga individu itu diterima sebagai orang non-biner karena mereka sudah memiliki ciri khas atau mengamankan posisi di masyarakat karena alasan lain; misalnya, dengan menjadi bagian dari keluarga yang relatif kaya dan berhubungan dengan baik."

"Mereka dibaringkan di kuburan di atas selimut bulu lembut dengan bulu dan benda berharga."

Moilanen dan tim menulis, kemungkinan lain jenazah ini adalah seorang dukun atau pengguna sihir.

Baca Juga: 'Tongkat' Ular Berusia 4.400 Tahun Ditemukan, Diduga Milik Dukun Kuno

 

Lokasi wilayah Häme (Tavastia) di Finlandia, dengan Suontaka, situs temuan arkeologi yang ditandai dengan titik merah. (CAMBRIDGE UNIVERSITY)

Berdasarkan analisis dari catatan kebudayaan Finlandia di masa itu, beberapa dukun dan pengguna sihir adalah pria yang mengenakan pakaian wanita sebagai lambang dewa Nordik Odin "yang dikaitkan dengan sihir feminim," papar para peneliti.

"Konteks keseluruhan kuburan menunjukkan bahwa itu adalah orang yang dihormati yang identitas gendernya mungkin non-biner," tulis para peneliti.

Makam itu terletak di situs Suontaka di Filandia selatan. Para peneliti dalam makalah menulis, kondisi ketika jenazah dikuburkan, daerah sekitar ini memiliki benteng bukit, batu kurban, kuburan dan pemukiman yang dikelilingi ladang.

Baca Juga: Misteri Kerangka Gadis yang Dikubur dengan Burung Kutilang di Mulutnya

Benda-benda yang ditemukan di sekitar makam yang menunjukkan bahwa jenazah adalah orang yang dihormati. (Finnish Heritage Agency)

 

Penelitian terdahulu pada jenazah di kuburan Suontaka Vesitorninmäki ini menganggap isinya adalah dua orang, pria dan wanita. Tetapi hasil analisa DNA pada penelitian terbaru menunjukkan bahwa hanya satu orang, yang memiliki sindrom Klinefelter.

Wanita biasanya memiliki dua kromosom X (XX), sedang pria memiliki satu X dan satu Y (XY). Pada kasus sindrom Klienefelter adalah kondisi dimana pria dilahirkan dengan salinan tambahan kromosom X (XXY).

Sindrom ini terjadi pada sekitar satu dari 660 pria saat ini, tetapi secara genetik sejatinya masih pria. Sering kali, mereka yang memiliki kromosom ekstra tidak menyadarinya, padahal secara tanda-tanda dapat menyebabkan payudara membesar, penis dan testis mengecil, dan dorongan seks rendah dan infertilitas.

Baca Juga: Misteri Tradisi Penggalian Makam-makam di Abad Pertengahan Eropa

Melansir LiveScience, Lisa Matisoo-Smith dari Department of Anatomy di University of Otago menanggapi makalah ini. Dia menyarankan bahwa penelitian DNA harus lebih sedikit berhati-hati dalam menganalisa.

"Hasil [DNA] tidak bagus, seperti yang dicatat oleh penulis, tetapi kemungkinan interpretasi bahwa individu tersebut memiliki Klinefelter cukup didukung berdasarkan data yang tidak merata," ujarnya.

Tanggapan lain juga datang dari peneliti National Museum of Denmark Leszek Gardela. Dia menanggapi secara positif, karena penelitian ini karena mengungkap "masyarakat abad pertengahan awal yang memiliki pendekatan sangat bernuansa dan memahami tentang identitas gender," ujarnya.

Temuan ini juga berbeda dengan gagasan awal bahwa lingkungan Skandinavia pada awal abad pertengahan yang sangat maskulin, "peran feminim dan pria yang menggunakan pakaian feminim tidak dihargai dan dianggap memalukan," terang Moilanen dan tim dalam makalahnya.

Baca Juga: Yggdrasil, Pohon Raksasa yang Menopang Kehidupan dalam Mitologi Nordik

Peneliti pada kajian ini berpendapat bahwa individu tersebut mungkin sangat dihormati karena status non-biner mereka. Atau karena mereka sudah memiliki posisi khusus atau aman dalam komunitas karena alasan lain; misalnya, dengan menjadi bagian dari keluarga yang relatif kaya dan terhubung dengan baik. (Gambar oleh Veronika Paschenko)

Gardela menerangkan, bahwa pembahasan gender dalam jenazah di Skandinavia lewat analisis tempat kuburannya, ada beberapa contoh yang harus dipahami. Dia merujuk contoh lain yang menyatakan bahwa jenazah wanita ada yang dikuburkan dengan pedang di sisi kiri tubuhnya--seperti yang ditemukan para arkeolog sebelumnya.

Meski demikian, pada faktanya pedang sebenarnya diletakkan di sisi kanan seseorang. Penempatan pedang yang tidak biasa yang diungkap arkeolog tahun 1968 ini menyiratkan seolah ada sesuatu yang 'berbeda' dari jenazah, terang Gardela.ta para peneliti, seperti berasal dari keluarga kaya atau berpengaruh atau menjadi dukun.

Ahli paleogenetika dan akademisi dengan keahlian dalam analisis DNA kuno yang dihubungi oleh situs Livescience umumnya mengatakan penelitian itu “meyakinkan” dalam menunjukkan orang yang dikuburkan di Suontaka kemungkinan bukan biner.

Para arkeolog dan sejarawan juga mendukung temuan tersebut, dengan mengatakan bahwa “menarik” melihat karya baru yang melibatkan pertanyaan gender dan identitas. Leszek Gardea dari Museum Nasional Denmark mengatakan penelitian tersebut menunjukkan masyarakat awal abad pertengahan “memiliki pendekatan yang sangat bernuansa dan pemahaman tentang identitas gender”.

Baca Juga: Mengapa Perempuan Lebih Menderita Secara Finansial Selama Pandemi?