Perdagangan Budak Belanda di Transatlantik, Dari Afrika hingga Amerika

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 2 September 2021 | 18:00 WIB
Lukisan Jan Luyken sekitar 1711. Dua orang Belanda menunjuk seorang budak Afrika di koloni Dunia Baru. (Dutch Culture USA)

Peminat kajian bahasa dan budaya Belanda Lilie Suratminto menerangkan, perdagangan budak di Afrika oleh Belanda, bermula ketika Belanda berhasil menaklukan benteng Elmina pada 1637 di Ghana dari tangan Portugis. Lilie, kini menjabat Dekan Fakultas Humaniora, Universitas Buddhi Dharma, Tangerang.

"Dalam penelusuran saya ununtuk menyusuri batu-batu nisan, saya menemukan bahwa di sana ada batu nisan bertuliskan Carel Hendrik Bartels. Siapa Carel Bartels ini? Dia adalah pedagang budak dari Ghana untuk dikirimkan ke Hindia Barat lewat pelayaran," ujarnya saat dihubungi National Geographic Indonesia, 27 Agustus lalu.

"Benteng Elmina juga menjadi basis kekuatan Belanda di benua Afrika. Karena di sana jadi titik pertama sebelum mencapai Tanjung Harapan Baik di Afrika Selatan buat orang Eropa berlayar ke Asia."

Baca Juga: Penampakan Jasad Pria Kaya dan Seorang Budak di Kota Kuno Pompeii

Recife, Brasil: Sebuah jalan dengan pria bertopi tinggi dan seragam yang menunjukkan budak yang ingin mereka beli dengan tongkat panjang. Aquatint oleh Edward Finden, lukisan karya Augustus Earle, 5 April 1824. (WELLCOME COLLECTION)

Sejarawan maritim Ruud Paisie menulis penelitian Zeeuwen en de slavenhandel: Een kwantitatieve analyse, di jurnal Tijdschrift van het Koninklijk Zeeuwsch Genootschap der Wetenschappen (2010). Dia mengungkap bahwa Elmina jadi basis penting untuk perdagangan budak Afrika bagi penjelajah Eropa.

Paisie juga memaparkan, Republik Belanda dalam perdagangan budak yang menyeberangi Samudera Atlantik itu menghasilkan lima persen dari keseluruhannya, atau diperkirakan 500.000 orang di bawah GWC. Keterlibatan itu, GWC bahkan berkontribusi pada status Belanda sebagai kekuatan ekonomi dunia setelah VOC.

"Rata-rata pengambil budak mengangkut 300 hingga 350 budak per kapal," tulis Paisie. Pola pengangkutan budak juga dilakukan serupa secara ilegal. "Antara 1674 dan 1730, setidaknya 189 pedagang budak ilegal berhasil melakukan pelayaran segitiga (rute perbudakan transatlantik), dengan membawa sekitar 60 ribu budak," ungkapnya.

Baca Juga: Kisah Perbudakan Rasis di Perkebunan Medan Pada Era Penjajahan Belanda