Romantisme Kisah Nyai: Cinta Sejati Paul Verkerk dan Nyai Isah

By Galih Pranata, Selasa, 31 Agustus 2021 | 13:28 WIB
Pasangan Indo-Eropa diambil pada 1900. (Circa/KITLV)

"Malang, pasca ditolaknya Verkerk oleh ayahnya, Isah jadi sering sakit-sakitan. Nampaknya ia juga telah jatuh hati kepada pegawai perkebunan kopi itu. Dari sini, kemudian ayah Isah melepas putri tercintanya dan memercayai Verkerk, untuk menyayangi putrinya" tulisnya.

Bagi Wiggers, beberapa kisah nyai di Hindia-Belanda, memiliki citra yang berbeda dengan kisah-kisah nyai pada umumnya. Jelas, tulisannya mengarah pada potret nyai yang benar-benar dicintai oleh seorang Belanda, bukan sekedar karena nafsu belaka.

Maya Sutedja-Liem dalam tulisannya berjudul Menghapus Citra Buruk Njai dalam Karya-Karya Fiksi Berbahasa Melayu (1896-1927), publikasi 2008, menceritakan kisah-kisah para nyai dalam bingkai kolonial Belanda. Ia juga menyinggung tentang karya-karya sastra Belanda yang kerap mendiskriminasi figur nyai.

Baca Juga: Seluk Beluk Cerita Kehidupan Para Nyai di Zaman Hindia Belanda

Potret seorang Nyai, 1867. Nyai menjadi cibiran dikalangan masyarakat pribumi. Layaknya seorang istri, nyai menjadi pelayan bagi pria Eropa tanpa adanya status pernikahan. (Jacobus Anthonie Meessen)

"Umumnya dalam sastra kolonial Hindia-Belanda (tentang) nyai, yang ditampilkan berulang-ulang, sering digambarkan sebagai wanita yang tidak setia, yang mengincar harta sang pria, dan yang suka balas dendam terhadap 'majikannya'  dengan menggunakan gunaguna, sehingga terbentuk sebuah gambaran stereotipe yang negatif dari nyai" tulisnya.

Pada tahun 1990, Henk M.J Maier menerbitkan tulisannya berjudul Some Genealogical Remarks On The Emergence of Modern Malay Literature, menjelaskan citra negatif yang dilahirkan dari perspektif kompeni, yang kemudian ditafsirkan negatif oleh masyarakat luas.

"Dalam novel-novel karya sastra kolonial, njai dipergunakan sebagai lambang degenerasi, lambang peruntuhan masyarakat kolonial" tulisnya. Njai dianggap tidak beradab dan kerap kali mengalami diskriminasi rasial, dengan anggapan keturunan dari hasil hubungan dengan nyai menghasilkan degenerasi, atau runtuhnya keturunan bangsa Eropa yang luhur.

Baca Juga: Gemerlap Para Nyonya Sosialita di Batavia Zaman VOC