“Kebakaran ilalang karena cuaca panas bukanlah hal baru. Itu telah terjadi secara teratur di berbagai situs arkeologi dalam beberapa tahun terakhir, terutama di musim panas karena kenaikan suhu selama bertahun-tahun,” ujar Mamdouh Ouda, Direktur Manajemen Risiko dan Bencana di Kementerian Purbakala Mesir, sebagaimana dilansir Al-Monitor.
“Karena suhu tinggi, gulma terbakar secara spontan,” jelasnya.
Ouda mengatakan bahwa keberadaan gulma dapat dihilangkan dengan menyemprotkannya dengan bahan kimia. “Tetapi akarnya tetap ada dan suhu serta kelembapan yang tinggi membantu mereka tumbuh lagi.”
Badan Meteorologi Mesir mengumumkan pada 3 Agustus lalu bahwa mereka telah melakukan penelitian pada musim panas 2021 dan membandingkannya dengan lima musim panas terakhir. Studi tersebut mengungkapkan bahwa musim panas 2021 adalah yang terpanas sejak 2017. Suhu tahun ini lebih tinggi dari angka tahun 2017 yang berada di sekitar normal dengan peningkatan 3 hingga 4 derajat Celsius.
Baca Juga: Kematian George Herbert: Apakah 'Kutukan Mumi' Mesir Kuno Itu Nyata?
Suhu di tempat teduh di Kairo mencapai 40 derajat Celsius, di Mesir Bawah 42 derajat Celsius, di sepanjang pantai utara 34-35 derajat Celsius, dan di selatan Messir 44-45 derajat Celsius.
Ouda mengatakan bahwa kenaikan suhu menyebabkan kerusakan pada dua jenis barang antik: barang antik organik seperti tekstil, linen, kulit, karpet, dan kayu, dan barang antik anorganik seperti kuil dan monumen batu.
"Suhu tinggi menyebabkan kekeringan kandungan air barang-barang antik ini. Hal itu juga mengarah pada mengembangnya material anorganik. Lalu kondisi yang lebih dingin menyebabkan penyusutannya seperti yang terjadi pada mineral dan batu serta prasasti dinding yang ditemukan di makam-makam."
Baca Juga: Penemuan Kota Kristen dari Abad Keenam di Mesir Kejutkan Para Arkeolog