Sebuah Teori Alternatif Menjelaskan Proses Runtuhnya Menara Kembar WTC

By Utomo Priyambodo, Selasa, 7 September 2021 | 10:00 WIB
Menara kembar WTC yang menjadi target serangan 9/11. (natgeotv.com)

Nationalgeographic.co.id—Tepat sebelum Menara Kembar World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat, runtuh pada 11 September 2001, beberapa ledakan kuat terdengar dari dalam gedung pencakar langit tersebut. Hal ini membuat banyak orang percaya bahwa balok baja yang terlalu panas di gedung itu bukanlah penyebab keruntuhannya.

Ledakan itu memberi makan teori konspirasi bahwa seseorang telah menempatkan bahan peledak di dalam Menara Kembar tersebut.

Namun, menurut sebuah teori baru dikemukakan oleh seorang ilmuwan material dari SINTEF Materials and Chemistry, ada penejelasan ilmiah di balik ledakan-ledakan tersebut. Menurut ilmuwan senior SINTEF bernama Christian Simensen itu, campuran air dari sistem sprinkler (penyiram air) dan aluminium cair dari lambung pesawat yang meleleh (bukan dari struktur bangunan) adalah yang memicu ledakan-ledakan yang menyebabkan runtuhnya Menara Kembar di Manhattan itu.

Dalam sebuah konferensi teknologi material internasional di San Diego, Christian Simensen mempresentasikan teori alternatif berdasarkan fisika material tentang apa yang terjadi di Menara Kembar WTC ketika gedung tersebut diserang oleh pesawat itu. Peneliti SINTEF itu percaya bahwa teorinya lebih mungkin mencerminkan situasi sebenarnya daripada penjelasan resmi tentang keruntuhan tersebut.

Setelah konferensi tersebut, Simensen menerbitkan sebuah makalah di jurnal Aluminium International Today, yang menjelaskan teorinya itu.

Simensen percaya bahwa kemungkinan besar kedua pesawat yang menyerang itu terperangkap di dalam lapisan isolasi puing-puing bangunan di dalam gedung pencakar langit tersebut. Hal ini menyebabkan dia untuk percaya bahwa lambung pesawatlah yang menyerap sebagian besar panas dari bahan bakar pesawat yang terbakar.

Baca Juga: Berulang Kali Kuasai Afganistan, Apa yang Sebenarnya Taliban Inginkan?

Sejumlah barang-barang yang ditemukan diantara reruntuhan WTC. (Amusing Planet)

Ilmuwan SINTEF itu percaya bahwa panas telah melelehkan aluminium lambung pesawat, dan inti dari teorinya adalah bahwa aluminium cair dari lelehan lambung pesawat itu kemudian menemukan jalannya ke bawah di dalam gedung melalui tangga dan celah di lantai. Lalu aluminium cair yang mengalir itu mengalami reaksi kimia dengan air dari alat-alat penyiram air atau sistem sprinkel di lantai bawah.

"Baik eksperimen-eksperimen ilmiah maupun 250 bencana yang dilaporkan yang diderita oleh industri aluminium telah menunjukkan bahwa kombinasi aluminium cair dan air melepaskan ledakan-ledakan besar," kata Simensen sebagaimana dikutip dari Science Daily.

"Saya menganggap sangat mungkin bahwa ledakan-ledakan inilah yang membuat gedung pencakar langit itu runtuh dengan merobek bagian dari struktur internal, dan ini menyebabkan lantai paling atas bangunan jatuh dan menghancurkan bagian bawah. Dengan kata lain, Saya percaya bahwa ini adalah ledakan-ledakan yang didengar oleh orang-orang di sekitarnya dan sejak itu menghidupkan teori konspirasi bahwa sejumlah bahan peledak telah ditempatkan di gedung pencakar langit itu."

Baca Juga: Observatorium One WTC Gratiskan Keluarga Korban Insiden 11/9

Kronologi Kejadian dan Penjelasan Teori Simensen

Pada satu pagi hari waktu New York pada tanggal 11 September 2001, dua pesawat penumpang Boeing 767 terbang ke "Menara Kembar" World Trade Center di Manhattan di New York. Satu jam kemudian, gedung WTC 2 runtuh, diikuti setelah setengah jam oleh gedung WTC 1.

Puing-puting terbang dari runtuhnya Menara Kembar tersebut kemudian memborbardin bangunan-bangunan di sekitarnya. Gedung pencakar langit 47 lantai bernama WTC 7 kemudian juga ikut terbakar dan runtuh beberapa jam kemudian pada pukul 17.20.

Laporan resmi tentang penyebab runtuhnya tiga bangunan disusun oleh komisi yang ditunjuk oleh pemerintah federal dan sejak itu didukung oleh publikasi lain. Laporan itu sampai pada kesimpulan bahwa keruntuhan itu disebabkan oleh pemanasan dan kegagalan balok baja struktural di tengah bangunan.

"Saya percaya bahwa sangat mungkin bahwa teori tentang penyebab runtuhnya WTC 1 dan WTC 2 salah, tetapi laporan itu sangat mungkin sampai pada kesimpulan yang benar mengenai WTC 7," kata Simensen.

Baca Juga: Tak Hanya Masa Kini, Serangan Gedung Capitol Sudah Terjadi Sejak Dulu

Peristiwa serangan 9/11 yang menewaskan ribuan orang. Ledakan itu memberi makan teori konspirasi bahwa seseorang telah menempatkan bahan peledak di dalam Menara Kembar tersebut. (The Telegraph)

"Pendek kata: karena komisi pemerintah federal tidak cukup memperhitungkan fakta bahwa pesawat membawa 30 ton aluminium ke masing-masing dari dua menara tersebut," jelasnya.

"Aluminium paduan lambung pesawat, yang juga mengandung magnesium, meleleh pada suhu 660 derajat Celsius. Pengalaman yang diperoleh dari industri aluminium menunjukkan bahwa mungkin diperlukan antara setengah dan tiga perempat jam untuk mencapai suhu seperti itu. Jika aluminium cair dipanaskan lebih lanjut hingga suhu 750 derajat Celsius, menjadi cair seperti air. Saya menduga bahwa inilah yang terjadi di dalam Menara Kembar itu, dan aluminium cair itu kemudian mulai mengalir ke lantai di bawahnya."

"Semua lantai di Menara Kembar dilengkapi dengan sistem sprinkler. Semua air di atas badan pesawat yang panas pasti telah berubah menjadi uap. Jika teori saya benar, berton-ton aluminium mengalir ke bawah melalui menara-menara itu, di mana baunya bersentuhan dengan beberapa ratus liter air. Dari bencana-bencana lain dan eksperimen-eksperimen yang dilakukan oleh industri aluminium, kita tahu bahwa reaksi semacam ini menyebabkan ledakan-ledakan hebat," paparnya.

"Industri aluminium telah melaporkan lebih dari 250 ledakan aluminium-air sejak tahun 1980. Alcoa Aluminium melakukan percobaan di bawah kondisi yang terkendali, di mana 20 kilogram aluminium yang dilebur dibiarkan bereaksi dengan 20 kilogram air, yang ditambahkan beberapa karat. Ledakan itu menghancurkan seluruh laboratorium dan meninggalkan kawah berdiameter 30 meter."

Baca Juga: 4 Gedung Pencakar Langit Terbaik di Dunia

"Banyak orang di New York melaporkan bahwa mereka telah mendengar beberapa ledakan tepat sebelum bangunan runtuh. Film yang diambil dari bangunan juga menunjukkan adanya ledakan-ledakan itu. Mengingat jumlah aluminium yang terlibat besar dibandingkan dengan jumlah air, dan karena karat (sebagai katalis) mungkin juga ada, saya percaya bahwa kemungkinan besar bangunan itu runtuh sebagai akibat dari serangkaian ledakan aluminium-air yang sangat kaya energi."

Simensen meyakini ledakan-ledakan ini memang mampu menghancur seluruh bagian gedung.

"Ledakan air aluminium seperti ledakan dinamit. Ledakan-ledakan mungkin cukup kuat untuk meledakkan seluruh bagian dari setiap bangunan. Bagian atas akan jatuh di atas bagian yang tersisa di bawah, dan beratnya lantai atas akan cukup untuk menghancurkan bagian bawah bangunan."

Baca Juga: Selidik Gedung Algemeene, Cagar Budaya Surabaya yang Kini Dijual

Foto korban serangan 9 September 2001 yang dipajang di Museum 9/11, New York. (Amusing Planet)

Adapun terkait gedung WTC 7 yang ikut hancur meski tak ditabrak pesawat, Simensen menjelaskan bahwa menara tersebut terkena dampak lebih lanjut.

"WTC 1 dan WTC 2 mengambil sejumlah besar bahan bakar penerbangan, pecahan baja dan, jika teori saya benar, sejumlah besar aluminium cair ketika runtuh. Ketika material-material ini dan yang lainnya jatuh sekitar tiga atau empat ratus meter ke tanah, mereka terhimpit di antara bagian atas dan bawah menara-menari itu. Hal ini menyebabkan bangunan tetangga dibombardir oleh partikel panas, bahan bakar dan mungkin juga tetesan aluminium. Baik gumpalan partikel besar dan kecil telah ditemukan tertanam di dinding bangunan ini."

"WTC 7 mungkin telah menerima lebih banyak dampak ini daripada bangunan-bangunan lain. Bagaimanapun, bangunan itu terbakar, sehingga menjadi tidak terkendali. Dalam hal ini, baja strukturalnya mungkin telah mencapai suhu lebih dari 1.000 derajat Celsius, selama lebih dari tujuh jam, dan lantai 13nya runtuh dalam satu menit. Dalam hal ini saya setuju dengan temuan komisi federal. Balok baja yang terlalu panas mungkin menjadi penyebab runtuhnya."