Epik, Ilmuwan Jelaskan Bagaimana dan Kapan Matahari Akan Mati

By Utomo Priyambodo, Kamis, 9 September 2021 | 13:10 WIB
Ilustrasi paparan sinar Matahari. (Gloria Samantha)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah tim astronom internasional membuat sebuah prediksi mengenai nasib Matahari. Bintang di tata surya kita itu telah berusia sekitar 4,6 miliar tahun. Dan menurut estimasi para peneliti, benda langit tersebut akan mencapai akhir hidupnya sekitar 10 miliar tahun lagi.

Perkiraan ini dibuat dengan menggunakan pemodelan komputer untuk menentukan nasib Matahari tersebut. Hasilnya, seperti 90 persen bintang lainnya, Matahari kita kemungkinan besar akan menyusut dari raksasa merah menjadi katai putih dan kemudian berakhir sebagai nebula planeter.

Nebula planeter adalah sebuah emisi nebula yang terdiri atas cangkang gas terionisasi yang bersinar yang sedang mengembang. Gas ini dikeluarkan selama fase masa asimtotik dari beberapa jenis bintang dalam siklus akhir kehidupan bintang tersebut.

"Ketika sebuah bintang mati, ia mengeluarkan massa gas dan debu—yang dikenal sebagai selubungnya—ke luar angkasa. Selubung itu bisa mencapai setengah massa bintang tersebut. Ini mengungkapkan inti bintang, yang pada titik ini kehidupan bintang sedang kehabisan bahan bakar, sebelum akhirnya mati," jelas Albert Zijlstra, astrofisikawan dari University of Manchester di Inggris yang menjadi salah satu penulis makalah studi ini, seperti dilansir Science Alert.

Tentu saja ada hal-hal lain yang akan terjadi di sepanjang jalan sebelum Matahari benar-benar mati dan itu cukup epik. Dalam waktu sekitar 5 miliar tahun, Matahari akan berubah menjadi raksasa merah. Inti bintang itu akan menyusut, tetapi lapisan luarnya akan meluas ke orbit Mars dan menelan Bumi dalam prosesnya. Itu juga jika planet kita tersebut masih ada.

Satu hal yang pasti, pada saat itu kita sudah tidak akan ada lagi. Menurut pemodelan ini, umat manusia hanya memiliki sekitar 1 miliar tahun tersisa kecuali kita menemukan jalan keluar dari planet ini. Itu karena kecerahan Matahari akan meningkat sekitar 10 persen setiap miliar tahunnya.

Baca Juga: Perhatian: Geomagnetik Badai Matahari Bisa Sebabkan 'Kiamat Internet'

Gambar atmosfer matahari menunjukkan lontaran massa korona. (NASA/GSFC/SDO)

"Baru pada saat itulah inti panas membuat selubung yang dikeluarkan bersinar terang selama sekitar 10.000 tahun—periode singkat dalam astronomi. Inilah yang membuat nebula planeter terlihat. Beberapa sangat terang sehingga dapat dilihat dari jarak yang sangat jauh berukuran puluhan meter. jutaan tahun cahaya, di mana bintang itu sendiri akan terlalu redup untuk dilihat."

Model data yang dibuat tim peneliti ini sebenarnya memprediksi siklus hidup berbagai jenis bintang, bukan hanya Matahari. Model ini berguna untuk mengetahui kecerahan nebula planeter yang terkait dengan massa bintang-bintang yang berbeda.

Nebula planeter relatif umum ditemukan di seluruh baian alam semesta yang dapat diamati. Beberapa nebula planeter yang terkenal adalah Nebula Helix, Nebula Mata Kucing, Nebula Cincin, dan Nebula Gelembung.

Baca Juga: Kenapa Atmosfer Matahari Jauh Lebih Panas daripada Permukaan Matahari?

 

Objek-objek itu dinamai sebagai nebula planeter bukan karena mereka benar-benar ada hubungannya dengan planet. Julukan itu diberikan karena ketika objek-objek tersebut pertama kali ditemukan oleh William Herschel pada akhir abad ke-18, objek-objek itu mirip dengan planet jika dilihat melalui teleskop pada waktu itu.

Pemodelan mengenai nasib Matahari ini adalah sebuah terobosan karena bisa memecahkan permasalahan untuk mengukur bintang-bintang yang jauh lainnya. "Ini adalah hasil yang bagus," kata Zijlstra.

Baca Juga: Level Selanjutnya dari Pertanian, Bisa Tumbuh Tanpa Matahari dan Tanah

Diambil oleh Hinode Solar Optical Telescope tanggal 12 Januari 2007, citra matahari ini menunjukkan sifat filamen pada plasma yang menghubungkan wilayah-wilayah berpolaritas magnet berbeda. (Wikimedia Commons)

Pelepasan massa koronal (CME) akibat badai matahari. (Wikimedia Commons/NASA Goddard Space Flight Center)

"Kami sekarang tidak hanya memiliki cara untuk mengukur keberadaan bintang-bintang berusia beberapa miliar tahun di galaksi-galaksi jauh, yang merupakan kisaran yang sangat sulit diukur, kami bahkan telah menemukan apa yang akan dilakukan Matahari ketika ia mati! "

Laporan penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Nature Astronomy pada Mei 2018 lalu. Tiga astronom internasional yang terlibat dalam penelitian ini berasal dari kampus atau lembaga di Polandia, Inggris, dan Argentina.

Baca Juga: Kenapa Atmosfer Matahari Jauh Lebih Panas daripada Permukaan Matahari?