Seni yang Menyembuhkan: Upaya Tepis Krisis Mental Saat Pandemi

By Agnes Angelros Nevio, Jumat, 17 September 2021 | 19:44 WIB
Relief Karmawibhangga. Terdapat kemiripan antara alat-alat musik pada relief Borobudur dengan sejumlah alat musik di Asia Tenggara, baik di penjuru Indonesia maupun banyak negara lain. Foto oleh Kassian Céphas. (KEMENDIKBUD)

"Mendengarkan musik biasanya dianggap sebagai aktivitas reseptif. Anda dapat melakukannya saat Anda sedang mengemudi atau melakukan pekerjaan rumah tangga, tetapi Anda juga dapat melakukannya dengan cara yang sangat penuh perhatian. Anda dapat duduk dan mendengarkan seluruh album dari awal hingga akhir," ujarnya kepada ABC.

Menyanyi dan menari menempati peringkat kedua dan ketiga masing-masing untuk peningkatan suasana hati dan dianggap aktif.

"Karena Anda terlibat dalam pembuatan karya seni daripada menemukan karya kreatif orang lain," kata Kiernan. Meskipun angkanya tinggi untuk peningkatan suasana hati, menari diidentifikasi oleh peserta sebagai aktivitas yang paling tidak diminati selama karantina.

 Baca Juga: Borobudur, Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa dalam Ekspresi Bermusik

Seniman musik dalam pertunjukan langsung daring selama pandemi. Dunia seni tidak lepas dari disrupsi yang disebabkan oleh pagebluk Covid-19. Lantas, bagaimana pegiat dan akademisi seni merespons keadaan ini? (Business-Standard)

Kegiatan Kreatif Untuk Meningkatkan Suasana Hati di Masa Karantina

Kiernan mengatakan cara orang Australia beralih ke seni selama pandemi belum pernah terjadi sebelumnya. "Ini adalah keadaan yang sangat luar biasa. Khususnya selama lockdown panjang Victoria, kami mengamati orang-orang mulai membuat seni dan menggunakan kegiatan kreatif artistik untuk mengatasi kondisi karantina," ujarnya.

Bagi banyak orang Australia, pandemi COVID-19 telah memberikan rasa pengorbanan psikologis yang signifikan. Pada Juni, sebelum wabah varian Delta saat ini, satu dari lima orang Australia dilaporkan mengalami tekanan psikologis tingkat tinggi.

Baca Juga: Apa Salah Musik-Musik Barat Seperti The Beatles di Telinga Sukarno?

Musik bisa memiliki kemampuan menyembuhkan. Dalam menghadapi krisis kesehatan mental yang dipicu oleh pandemi, semakin banyak bukti tentang manfaat aktivitas kreatif bagi kesehatan. (Hakase_/Getty Images/iStockphoto)
Angka ini paling menonjol di kalangan anak muda Australia berusia 18 hingga 34 tahun. Hampir satu dari tiga (30 persen) mengalami tekanan psikologis tingkat tinggi atau sangat tinggi pada  Juni silam. Sementara, pada kelompok usia lain menunjukkan besaran 18 persen untuk kategori usia 35 hingga 64 tahun dan 10 persen untuk kategori usia di atas 65 tahun.

Dalam menghadapi krisis kesehatan mental yang dipicu oleh pandemi, penelitian Kiernan menambah semakin banyak bukti tentang manfaat aktivitas kreatif bagi kesehatan dan kesejahteraan.

Baca Juga: Nasib Musik Tanjidor: Dari Kaum Mardijker Sampai Kaum Pinggiran