Seni yang Menyembuhkan: Upaya Tepis Krisis Mental Saat Pandemi

By Agnes Angelros Nevio, Jumat, 17 September 2021 | 19:44 WIB
Relief Karmawibhangga. Terdapat kemiripan antara alat-alat musik pada relief Borobudur dengan sejumlah alat musik di Asia Tenggara, baik di penjuru Indonesia maupun banyak negara lain. Foto oleh Kassian Céphas. (KEMENDIKBUD)

Haruskan Seni Dituliskan Dalam Resep Obat ?

Program seni memiliki hasil positif dalam uji klinis untuk berbagai kondisi kesehatan mental, termasuk demensia, depresi, dan kecemasan.

Di Brussel, masih dalam uji coba, dokter meresepkan kunjungan museum untuk mengobati kelelahan dan patologi lain akibat stres yang diperburuk pandemi.

Di Australia, penyedia perawatan lansia Hammond Care telah berhasil menjalankan program Arts on Prescription selama beberapa tahun. Sementara studi dari University of Western Australia yang diterbitkan pada Mei 2021 menemukan lokakarya musik di lingkungan rumah sakit secara konsisten meningkatkan gairah hidup pasien dan mengurangi keluhan rasa sakit.

“Mendukung implementasi intervensi seni medis itu penting, tetapi nilai keterlibatan seni melampaui aplikasi klinis,” kata Kiernan. "Saya pikir penting untuk tidak memperlakukan seni seperti tumpukan obat yang bisa Anda ambil dan gunakan untuk mengobati penyakit.”

Baca Juga: Bioni Samp Si Pembuat Musik Elektronik dengan Lebah 

Menyanyi dan menari menempati peringkat kedua dan ketiga masing-masing untuk peningkatan suasana hati dan dianggap aktif. (Public Domain)

Mengapa Kreativitas Membuat Kita Merasa Lebih Baik ?

Profesor Carol Brown, Kepala seni tari di Victorian College of the Arts, menegaskan pandangan Kiernan tentang nilai yang lebih luas dari seni untuk mempromosikan kesehatan. "Seni ekspresif memberi kita akses ke berbagai modalitas yang ada di dalam tubuh. Anda dapat menjelajahi berbagai emosi yang mungkin tidak dapat diakses dalam kehidupan sehari-hari," kata Brown.

Bekerja sama dengan Computational Psychiatry Lab di University of Melbourne, Brown mengerjakan proyek penelitian yang memadukan konsep artistik dan ilmu saraf untuk mengeksplorasi bagaimana tari dan musik meningkatkan kesehatan.

Mental Dance Project, memetakan gerakan penari menggunakan sensor yang dapat dipakai untuk menguji "nada perasaan" (pengalaman sensorik dalam tubuh). Selain itu mengeksplorasi bagaimana musik dan tarian berinteraksi untuk menciptakan keadaan psikosomatik yang berbeda.

"Saat kami menari bersama, kami terlibat dalam proses yang disebut ‘penghiburan’. Ada semacam kesadaran yang berkembang yang berasal dari itu. Kami merasakan napas dan gerakan satu sama lain, kami bergerak berirama bersama dan menemukan makna bersama," kata Brown.

Baca Juga: Bagaimana Si Pendiam Menjadi Paling Populer Dibanding Beatles Lainnya