Kenapa Induk Primata Menggendong Bayinya yang Sudah Mati Berhari-hari?

By Utomo Priyambodo, Jumat, 17 September 2021 | 20:30 WIB
Contoh perilaku induk primata yang menggendong mayat bayinya. Sebuah ungkapan kesedihan dan kehilangan. (Alecia Carter)

Nationalgeographic.co.id—Ketika bayi-bayi kera atau monyet mati, terkadang induk-induk mereka terus merawat dan menggendong mayat-mayat kecil itu selama berhari-hari, berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Bahkan, sampai ketika tubuh bayi-bayi itu telah membusuk atau menjadi mumi.

Sebuah studi baru menemukan perilaku menyedihkan itu ternyata berlaku lebih luas dari yang diperkirakan sebelumnya. Para peneliti dalam studi tersebut baru-baru ini melakukan analisis pertama untuk membandingkan lebih dari 400 kasus induk-induk primata yang didokumentasikan berinteraksi dengan bayi-bayi mereka yang mati.

Studi ini mengumpulkan contoh dari lebih dari satu abad pengamatan yang mencakup 50 spesies primata. Para ilmuwan kemudian menciptakan "database terbesar atas respons induk-induk primata terhadap kematian bayi-bayi mereka," sebagaimana yang tertulis dalam laporan studi baru ini.

Para peneliti menemukan bahwa faktor-faktor tertentu seperti usia induk dan bayi, serta kematian anak yang tiba-tiba dapat membentuk tindakan-tindak seorang induk terhadap bayinya setelah bayinya itu meninggal.

Salah satu laporan pertama terkait induk primata yang membawa-bawa mayat anaknya berasal dari tahun 1915 yang muncul di Journal of Animal Behavior, kata Elisa Fernández-Fueyo, seorang ahli primata dan mahasiswa pascasarjana di Departemen Antropologi di University College London (UCL) di Inggris yang menjadi penulis utama studi ini.

Dalam penelitian tahun 1915 itu, ahli primata dan psikolog Robert Yerkes "melaporkan kasus induk kera rhesus kandang yang menggendong bayinya yang mati selama lima minggu." Yerkes menyarankan dalam penelitian itu bahwa perilaku induk kera itu adalah manifestasi dari naluri keibuan, ujar Fernández-Fueyo seperti dikutip dari Live Science.

Dalam studi baru ini, para peneliti menganalisis laporan yang berasal dari tahun 1915 hingga 2020 tentang monyet, kera, galago, dan lemur yang merawat anak-anak mereka yang sudah meninggal. Sekitar 80 persen dari spesies yang mereka ulas itu menunjukkan perilaku membawa mayat.

Baca Juga: Pertama Kalinya, Simpanse dan Gorila Terlihat Berperang di Alam Liar

Evalyne, kera Tonkean yang dipelihara di suaka hewan Italia, memegang mayat bayinya. (Arianna De Marco/National Geographic)

Namun, aktivitas ini paling sering dilaporkan pada kera besar —​kerabat primata terdekat kita— dan monyet Dunia Lama. Kedua kelompok primata itu "juga membawa bayi-mayi mereka yang sudah mati untuk jangka waktu yang paling lama," kata Fernández-Fueyo.

Sebagai contoh, pada Maret 2020, para peneliti menggambarkan 12 kasus induk babun di alam liar yang menggendong bayi mereka yang mati selama 10 hari. Pada tahun 2017, seekor kera betina (genus monyet Dunia Lama) di taman margasatwa Italia membawa bayinya yang mati selama empat minggu dan akhirnya mengkanibal mayat mumi itu.

Dan pada tahun 2003, setelah dua bayi simpanse meninggal karena penyakit pernapasan, induk-induk mereka membawa mayat bayi-bayi itu selama berbulan-bulan.

Lemur, yang menyimpang dari kelompok primata lain lebih dari 60 juta tahun yang lalu, merupakan pengecualian dalam analisis baru ini. Spesies ini tidak membawa bayi yang sudah meninggal, kata Fernández-Fueyo.

Baca Juga: Pertama Kalinya, Ilmuwan Temukan Fosil Telur Berisi Bayi Dinosaurus

Namun, induk lemur "masih ditemukan mengekspresikan kesedihan melalui perilaku lain, seperti kembali ke mayat atau memberikan panggilan kontak antara induk-anak," kata Fernández-Fueyo.

Pada spesies yang enggan menyerahkan bayinya yang sudah mati, pengangkutan mayat dapat terjadi karena penyebab kematian bayi tidak terlihat jelas (misalnya, ketika bayi meninggal karena penyakit, bukan karena cedera traumatis), atau ketika induk masih muda dan memiliki lebih sedikit pengalaman langsung dengan kematian dibandingkan dengan betina yang lebih tua, menurut penelitian tersebut.

Dan lamanya waktu induk-induk tersebut membawa mayat dapat menunjukkan kekuatan hubungan emosional antara induk dan bayi, kata para peneliti menyarankan dalam laporan studi terserbut.

"Diketahui bahwa ikatan induk-bayi diatur oleh emosi pada primata - misalnya, pemisahan induk dari bayi hidup menyebabkan kecemasan pada induknya," kata Fernández-Fueyo.

Baca Juga: Demi Selamatkan Bayinya, Induk Posum Rela Bertarung Melawan Piton

Indukan monyet yang menggendong anaknya di Anuradhpura, Sri Lanka. (Wikimedia Commons)

Dengan kata lain, kecemasan akan perpisahan bisa menjadi pemicu untuk membawa mayat bayi pada primata, dan itu bisa menjelaskan mengapa mayat bayi yang sangat muda dan tidak disapih biasanya dibawa lebih lama daripada bayi yang lebih tua, menurut para ilmuwan dalam studi tersebut.

Faktanya, beberapa induk primata yang menggendong bayinya yang meninggal akan memberikan alarm panggilan —tanda stres— jika mereka kehilangan mayat bayi mereka atau jika mayat itu diambil dari mereka.

Menurut Fernández-Fueyo, hal ini "menunjukkan bahwa membawa mayat mungkin merupakan cara untuk mengatasi stres terkait dengan kehilangan itu."

Laporan studi yang dikerjakan Fernández-Fueyo dan rekan-rekannya ini telah dipublikasikan di jurnal Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences pada 15 September 2021.