"Saya tidak pernah menikah dengan sopir taksi, karena saya menikah dengan seorang prajurit, seorang tentara" ujar Bu Tien dalam tulisan Gafur. Lantas, Soeharto mengurungkan niatnya dan memilih bersabar menjalani Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SSKAD) di Bandung.
Kisah tersebut, menjadi titik awal perjuangan Soeharto sebelum menjabat sebagai presiden. Sosok Ibu Tien selalu ada untuk Soeharto dan nasihat-nasihatnya, membuat ia jadi sosok yang paling berpengaruh di era orde baru kemudian.
Memasuki tampuk kepemimpinan, banyak peranan Ibu Tien yang diduga memengaruhi tindak tanduk seorang Soeharto, pemimpin paling berkuasa di Orde Baru. Nyonya Soeharto I(Ibu Tien) tampil sebagai pendorong dan pendamping suami yang paling kokoh. Selama kurang lebih 30 tahun, ia telah memengaruhi beragam kebijakan yang dicetuskan oleh Soeharto.
"Ia juga memperhatikan langkah-langkah dan tindakan yang diambil suaminya dalam mencermati keadaan yang bergerak cepat" kutipan dari artikel Kepustakaan Presiden Perpustakaan Nasional berjudul Soeharto, Masa Bakti 1966 - 1998.
Baca Juga: Rentetan Praktik Pembredelan pada Media Massa oleh Orde Baru
Setelah menjabat sebagai presiden, Soeharto secara mengejutkan menyepakati UU anti poligami pada 2 Januari 1974. UU No.1 Tahun 1974 ini berbunyi bahwa seorang pria hanya diperbolehkan memiliki seorang wanita, begitupun sebaliknya. Sebagaimana tulisan Abdul Gafur, Ibu Tien adalah orang yang sangat berpengaruh dalam penyetujuan RUU ini.
Baginya, poligami merupakan bagian dari penyimpangan tujuan perkawinan. "Sudah seharusnya negara memberikan perlindungan yang selayaknya kepada suami atau istri, terhadap tujuan-tujuan yang menyimpang dari kerukunan perkawinan" ungkap Soeharto dalam tulisan Gafur.
Proyek besar juga diambil oleh Soeharto untuk mendirikan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), ditengah banyaknya agenda pembangunan negara yang lebih mendesak. Proyek itu lantas menuai banyak kritik dari pihak seberang, diduga juga bahwa gagasan tersebut merupakan keinginan dari ibu negara.
Baca Juga: Patahnya Palu Sidang dan Firasat Harmoko Mengenai Kejatuhan Soeharto