Mengapa Kotoran Bayi Banyak Mengandung Mikroplastik daripada Kita?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 23 September 2021 | 13:00 WIB
Mikroplastik lebih banyak ditemukan di kotoran bayi daripada orang dewasa. Temuan ini menghubungkan kesehatan dengan plastik di sekitar kita. (Shutterstock)

Nationalgeographic.co.id - Sebuah studi di American Chemical Society's Environmental Science and Technology Letters, menyingkap bahwa dalam kotoran, bayi lebih banyak mengandung mikroplastik daripada orang dewasa. Penelitian itu berjudul Occurrence of Polyethylene Terephthalate and Polycarbonate Microplastics in Infant and Adult Feces, terbit Rabu (22/09/2021).

Para peneliti dari New York University School of Medicine, Amerika Serikat, itu mengungkap mikroplastik di dalam bayi berukuran lebih kecil dari 5 mikrometer, yang didapat dari lingkungan yang memiliki benda plastik yang lebih besar. 

Umum diketahui, plastik menjadi ancaman lingkungan karena penguraiannya yang tidak mudah dalam tanah. Penelitian terbaru ini menjadi temuan yang mengidentifikasi mikroplastik sudah semakin dekat di antara kita, seperti debu, makanan, buah, dan air kemasan, yang berujung pada kotoran hewan dan manusia.

Para peneliti menjelaskan, hasil itu diapatkan dengan menganalisis tinja dari enam bayi dan 10 orang dewasa. Ada pun sampel tinja dari tiga bayi baru lahir, kemudian semuanya diamati lewat spektrometi massa.

Dengan demikian, para peneliti mendapatkan adanya dua mikroplastik yang umum dijumpai dalam tubuh seperti polietilen tereftalat (PET) dan polikarbonat (PC). Setidaknya, setiap sampel memiliki satu jenis mikroplastik yang terkandung.

Tingkat mikroplastik polikarbonat kira-kira sama pada orang dewasa maupun bayi, tetapi bayi memiliki tingkat mikroplastik PET 10 hingga 20 kali lebih tinggi. PET sendiri adalah serat plastik yang sering digunakan untuk produksi tekstil, botol air, dan wadah ponsel.

"Kami terkejut menemukan tingkat yang lebih tinggi pada bayi daripada orang dewasa, tetapi kemudian mencoba memahami berbagai sumber paparan pada bayi," kata Kurunthachalam Kannan, salah satu penulis studi dan profesor di Department of Pediatrics di New York University School of Medicine.

Baca Juga: Robot Mikroskopis Ini Dirancang untuk Mengurai Mikroplastik di Lautan

"Kami mendapati bahwa perilaku mulut bayi, seperti merangkak di karpet dan mengunyah tekstil, serta berbagai produk yang digunakan anak-anak termasuk teether (mainan plastik dan karet untuk digigit bayi), mainan plastik, botol susu, perlatan seperti sendok... semuanya berkontribusi pada paparan tersebut," ujarnya dikutip dari the Guardian.

Kannan dan tim menjelaskan paparan mikroplastik di dalam tubuh manusia adalah masalah kesehatan yang mungkin terjadi, tetapi masih sedikit diketahui. Lewat penelitian seperti ini di laboratorium, para ilmuwan bisa memahami bahwa mikroplastik dapat menyebabkan peradangan, hingga masalah metabolisme.

"Paparan manusia terhadap mikroplastik adalah masalah kesehatan," Kannan menekankan. "Kita perlu melakukan upaya untuk mengurangi paparan pada anak-anak. Produk anak-anak harus dibuat bebas dari plastik."

Baca Juga: Mikroplastik Ditemukan di Organ dan Jaringan Tubuh Manusia Untuk Pertama Kalinya

Mereka memperkirakan bahwa rata-rata manusia dapat menelan hingga 5 gram mikroplastik setiap minggunya.

Beberapa mikroplastik melewati ssitem pencernaan dengan mudahnya, dan dikeluarkan lewat tinja. Sehingga, beberapa mikroplastik dapat terakumulasi di dalam organ tubuh, yang kemudian beberapa bagian bisa memasuki membran sel dan masuk ke aliran darah.

Sebuah studi pada Januari 2021, berjudul Plasticenta: First evidence of microplastics in human placenta di jurnal Environment International, lewat sistem peredaran darah dan pencernaan bisa merujuk pada transmisi generasi mikroplastik dari ibu hamil ke plasenta bayi.

Ada pula bayi bisa mengandung plastik karena disusui ibunya. Fenomena itu sempat ditemukan pada bangkai bayi orca yang terdampar di Norwegia 2017 lalu. Sebagaimana yang dilaporkan National Geographic Indonesia sebelumnya, penelitian lebih lanjut pada bayi orca, hewan itu mengandung bifenil poliklorinasi (PCB) dari susu dan plasenta dari induknya.

Baca Juga: Sains Terbaru: Ada Zat Kimia Berbahaya yang Ditemukan di Anak Orca

Bayi bisa terpapar mikroplastik dari benda sekitarnya, bahkan dari ASI yang terkontaminasi. (FREEPIK)

Ilmuwan dari California State Water Resources Control Board yang tidak terlibat dalam penelitian terbaru ini, Scott Coffin memandang penelitian terbaru ini sejalan dengan banyak temuan lain. Meski demikian, penelitian ini masih kurang representatif untuk memperhitungkan faktor lain, alasan mengapa ada mikroplastik pada tinja.

"Komponen yang tidak diperhitungkan dalam penelitian ini adalah akumulasi mikroplastik ke dalam organ setelah terpapar," ujar Coffin. Misal, bisa jadi kontaminasi mikroplastik justru terjadi selama percobaan, ketika para peneliti berhadapan feses dan mikroplastik, seperti paparan popok atau plastik dari peralatan ilmiah itu sendiri.

Perhitungan datanya seperti menghitung massa mikroplastik juga belum kuat. Tetapi temuan ini bisa menjadi data awal yang sangat dibutuhkan, mengingat penghitungan yang dilakukan para penulis relatif jarang, ujar Coffin.

Baca Juga: Para Peneliti Ini Mencoba Memetakan Mikroplastik di Seluruh Dunia