Virus Corona Bisa Berdampak Terhadap Kepekaan Pancaindera Kita

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 1 Oktober 2021 | 09:00 WIB
Infeksi virus corona bisa menyebabkan gangguan pada panca indera kita. (Thinkstock)

Nationalgeographic.co.id - Bagaimana kabar Anda, Sahabat? Semoga tetap sehat selalu, dan terhindar dari virus corona yang mewabah lebih dari setahun belakangan. Sebab, COVID-19 memang menyebabkan rasa sakit yang menyakitkan, akibat imun tubuh bereaksi melawan virus.

Meski membutuhkan tes seperti PCR, penyakit ini bisa diketahui dengan beberapa tanda yang bisa diketahui, akibat infeksi. Salah satunya adalah pada panca indera yang sangat dibutuhkan untuk kita memandang, merasakan, dan memahami kehidupan.

Penciuman dan rasa

Hilangnya kemampuan indera penciuman adalah yang paling mudah dikenali. Memang penghilangan penciuman juga terjadi pada penyakit selain COVID-19.

Namun, sebuah studi tahun 2020 di Mayo Clinic Proceedings mengungkap 8.000 subjek COVID-19, 41 persen di antaranya mengalami masalah penciuman, dan 38 persen melaporkan masalah rasa. Disfungsi penciuman pada virus SARS-CoV-2 lebih tinggi dibandingkan dengan jenis infeksi lain, terang para ahli.

Tidak berfungsinya penciuman yang disebut anosmia ini membuat total kehilangan semua jenis aroma.

Ada dua jenis utama hilanganya penciuman. Pertama, kehilangan penciuman konduktif yang dapat terjadi karena hidung tersumbat, atau obstruksi yang mencegah molekul bau masuk ke rongga hidung. Kedua, yang tampaknya terjadi pada COVID-19, adalah kehilangan penciuman sensorineural yang melibatkan kerusakan atau disfungsi pada neuron indera.

“Pada COVID-19, kebanyakan orang tidak memiliki banyak gejala di hidung, namun kehilangan penciuman bisa cukup parah,” kata Justin Turner, seorang profesor bedah THT-kepala dan leher di Vanderbilt University Medical Center dan direktur Vanderbilt Smell and Taste Center. Dikutip dari National Geographic.

"Kami percaya [disfungsi] ini berasal dari kerusakan sel sustentacular yang hidup di hidung dan sangat rentan terhadap infeksi virus."

Disfungsi ini akan pulih, seiring seseorang sembuh dari COVID-19. Pulihnya indera penciuman disebabkan sel kita beregenerasi, bereaksi, sehingga membuat neuron fungsional baru, ungkapnya. Sementara, jika dirawat di rumah sakit, dokter mungkin akan memberikan resep pengobatan untuk memunculkan kembali aroma. 

"Apa yang Anda lakukan adalah mefungsikan kembali penciuman terhadap bau-bauan dan membantu otak membentuk sambungan baru [pada saraf di hidung]," terang Turner. "Setelah kerusakan [pada neuron] selesai, kami (para dokter) akan mengandalkan kapasitas regeneratif dalam sistem penciuman untuk membantu orang mendapatkan kembali indera penciumannya."

Hal serupa juga terjadi pada indera perasa kita, seiring dengan indera penciuman pulih.

Kaburnya penglihatan

Infeksi virus corona bisa menyerang pengelihatan kita. (Reuters via VOA Indonesia)

Baca Juga: Vaksin COVID-19 Pfizer Tampaknya Juga Akan Diberikan kepada Anak SD

Studi tahun 2020 di BMJ Open Ophthalmology mengungkap, beberapa pasien melaporkan masalah pengelihatannya. Masalah itu terkait dengan sensitivitas cahaya, mata sakit, dan pengelihatan kabur, yang menjadi gangguan umum pasien COVID-19. Biasanya gejala ini muncul karena pada mata mereka terdapat viral load, atau banyaknya muatan virus pada darah seseorang.

Namun dalam kasus lain, beberapa dokter juga menemukan virus corona dapat meningkatkan risiko pembekuan darah di seluruh tubuh, termasuk pada retina. Risiko ini bisa menyebabkan pengelihatan kabur, bahkan kehilangan penglihatan pada taraf tertentu.

Disarankan, bagi yang mengalami perubahan penglihatan akibat COVID-19, untuk segera memeriksanya pada dokter. Sebab, masalah kehilangan pengelihatan tertentu dapat diobati dengan obat-obatan.

Indera peraba

Laporan penelitian di Annals of Clinical and Translational Neurology yang terbit Mei 2021, mengungkap indera peraba kita bisa berdampak karena infeksi COVID-19. Penyebabnya karena penyakit ini memang terbukti menyebabkan gejala neurologis.

Laporan itu menemukan 60 persne orang mengalami mati rasa dan kesemutan yang terjadi sampai enam hingga sembilan bulan setelah COVID-19 menyerang. Gejala ini bisa terfokus di tangan dan kaki, tetapi dalam kasus lain bisa menyebar ke seluruh tubuh.

"Dalam kebanyakan kasus, [masalah indera peraba ini] membaik seiring waktu," ungkap Igor Koralnik, profesor neurologi di Northwestern Feinberg School of Medicine, yang juga bekerja di Northwestern Memorial Hospital, Chicago, Amerika Serikat.

Kendati demikian, mekanisme pada gejala indera peraba ini kurang ketahui secara baik. Koralnik berasumsi, hal itu disebabkan berhubungan dengan peradangan dan infeksi kecil dengan virus pada saraf. Gejala seperti kesemutan dan masalah indera peraba lainnya bisa diobati dengan obat biasa, seperti gabapentin, obat yang biasa digunakan untuk mencegah kejang dan meredakan nyeri saraf.

Pendengaran

Gangguan pendengaran bisa terjadi akibat infeksi COVID-19, dan bisa berisiko jadi kerusakan permanen. (The Economist)

Baca Juga: Keindahan Ilustrasi Virus Corona Bisa Menjeremuskan Persepsi Kita

Beberapa pasien juga mengalami masalah pendengaran, bahkan tetap terjadi meski sudah sembuh dari COVID-19. Pemulihannya paling cepat beberapa minggu setelah seseorang terkena penyakit.

Penelitian International Journal of Audiology pada Maret 2021 mencari tahu penyebabnya. Makalah itu juga melaporan gangguan pendengaran terjadi pada 8 persen pasien COVID-19, dan 15 persen lainnya mengalami tinnitus atau rasa mendenging di telinga mereka.

Kejadian ini diperkirakan akibat tuba eustachius, bagian yang menghubungkan telinga tengah dengan tenggorokan, terganggu. Sebenarnya disfungsi pada tuba eustachius itu terjadi pada serangan virus lainnya, yang menyebabkan penumpukan cairan di telinga tengah dan meredam bunyi untuk sampai ke gendang telinga.

Tidak menutup kemungkinan bila gangguan pendengaran bisa terjadi permanen, bila virus merusak neuron sensorik telinga bagian dalam atau klokea. Para ahli belum menyimpulkan dengan pasti penyebab gangguan ini.

"Telinga bagian dalam adalah organ yang sangat halus dan sangat rentang terhadap masalah mikrovaskular dan peradangan, jadi saya terkejut [jika] seseorang mengalami gangguan pendengaran atau tinnitus terkait dengan COVID," terang J. Thomas Roland Jr, ketua Department of Otolaryngology-head and Neck Surgery di NYU Langone Health.

Baca Juga: Infeksi Ulang COVID-19 Tertinggi Ada di Antara Penghuni Panti Jompo