Kedua Capres Kita Memandang Pengelolaan Lingkungan Indonesia

By , Minggu, 6 Juli 2014 | 16:05 WIB
()

Menurut dia, pernyataan Prabowo mengenai masyarakat sebagai perambah hutan adalah salah besar. "Ini menyiratkan tidak pahamnya tentang akar pesoalan kerusakan hutan Indonesia. Sebagian besar hutan justru rusak akibat ekspolitasi untuk perkebunan sawit dan hutan tanaman industri skala besar."

Teguh mengatakan, meskipun Jokowi-JK menyebutkan akan merehabilitasi 2 juta hektar hutan per tahun, tetapi tidak dielaborasi lebih lanjut mengenai implementasi target itu. Kebijakan perlindungan hutan dan gambut melalui moratorium, katanya, juga tidak mendapatkan penjelasan memadai.

Ariefsyah Nasution, juru kampanye Lautan Greenpeace Indonesia menilai, kedua pasangan capres-cawapres tidak menjelaskan urgensi pencegahan pencemaran laut, pengelolaan sumberdaya ikan bertanggungjawab dan penanganan penangkapan ikan berlebihan guna memulihkan ekosistem laut. "Juga memastikan ketersediaan dan kedaulatan pangan saat ini dan dimasa depan."

Ahmad Ashov Birry, juru kampanye Detoks Greenpeace Indonesia mencatat pasangan Prabowo-Hatta menyebutkan kualitas air, udara dan tanah perlu diperbaiki. Sedangkan pasangan Jokowi-JK menyebutkan, daerah aliran sungai banyak mengalami kerusakan hingga perlu diperbaiki.

Namun, katanya, kedua pasangan tidak menyebutkan pencemaran bahan kimia berbahaya beracun industri sebagai salah satu penyebab paling berbahaya. "Ini sangat mengkhawatirkan karena dalam visi misi keduanya berniat ekspansi sektor industri yang intensif menggunakan dan melepaskan bahan kimia berbahaya."

Kedua capres, kata Ashov, harus sadar bahwa dampak bahan kimia berbahaya kepada masyarakat dan lingkungan sangatlah luas. "Mulai dari berbagai ancaman kesehatan seperti kanker dan gangguan sistem reproduksi hingga gangguan produktivitas lahan pertanian yang tercemari B3."

Yuyun Indradi, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia mengatakan, pemaparan kedua capres-cawapres belum ada yang memenuhi harapan. Keduanya masih mengutamakan pertumbuhan ekonomi. Isu lingkungan hidup hanya dijadikan polesan.

"Mereka tidak memahami situasi aktual sekarang. Lingkungan hidup harus jadi fokus utama. Mereka lebih fokus pada perdebatan mengenai pangan dan renegosiasi kontrak. Soal kerusakan lingkungan tidak diperdebatkan keduanya."

Isu kelautan, toksik, hutan dan energi terbarukan masih sangat minim. Perlu dorongan lebih kuat agar keduanya memperhatikan hal itu jika terpilih menjadi presiden.

"Isu konservasi masih belum muncul. Keduanya sepakat melindungi hutan, tapi tidak dijabarkan strategi seperti apa. Lingkungan hidup belum menjadi mindset keduanya. Padahal ia pilar penting dalam pembangunan berkelanjutan."

Dia juga menyoroti rencana pembukaan lahan untuk sawah baru. Prabowo-Hatta menjanjikan lahan dua juta hektar, Jokowi-Jk satu juta hektar. Namun kebijakan ini, berpeluang merusak lingkungan. "Perlu mendorong kedua pasangan lebih memahami isu lingkungan. Agar ke depan agenda pembangunan yang dilakukan lebih berkelanjutan. Kita masih ada trauma kebijakan era Soeharto terkait satu juta hektar lahan gambut untuk pertanian. Itu terbukti kebijakan yang gagal," kata Yuyun.

Farhan Hemy, manager Indonesia Climate Change Centre mengatakan, secara keseluruhan debat capres-cawapres sebuah preseden bagus. "Isu energi, pangan dan lingkungan dibicarakan secara keseluruhan hingga mengarah pada penerapan konsepsuistainable development."

Keduanya, mencoba mengarah pada satu isu yang lebih spesifik, walau kurang dielaborasi. "Jokowi berbicara soal one map polcy, ini isu bagus. Hanya kurang dielaborasi. Padahal itu nanti jika diperdalam lebih jauh berbicara soal tumpang tindih izin dan banyak kepentingan yang bermain di sana."

Soal one map polcy jika dielaborasi lebih mendalam memunculkan gagasan terkait penyelesaian konflik tenurial. Terutama soal tata kelola hutan secara keseluruhan. Penataan kepemilikan, hak masyarakat adat dan lain-lain.

Dia mengatakan, persoalan lingkungan di Indonesia tidak mungkin bisa diselesaikan hanya dalam waktu lima tahun. Namun, dia berharap dalam waktu lima tahun ke depan, siapapun yang terpilih bisa membuat fondasi kuat untuk perbaikan lingkungan hidup ke depan.

"Kita bisa mendorong pembangunan ekonomi tinggi dengan rendah emisi. Tapi tentu perlu ada leadership kuat, yang mampu merangkul berbagai pihak. Baik kalangan industri, swasta juga masyarakat. Semua harus bisa berjalan kolaboratif."

Mengenai isu perubahan iklim juga isu sangat penting. Tidak hanya dalam skala nasional, juga global. Presiden terpilih, katanya, harus berani memposisikan Indonesia sebagai negara yang mempunyai komitmen penuh terhadap isu perubahan iklim.

Farhan menggalakkan kampanye Inisiatif pemilih peduli bumi. Kampanye ini, katanya, untuk mengawal agenda capres-cawapres terpilih terkait lingkungan hidup. Ia akan diselenggarakan di 10 kota, yakni, Jakarta, Bandung, Denpasar, Semarang, Balikpapan, Samarinda, Surabaya, Medan, Palembang dan Makassar. "Ini akan dilakukan sampai 100 hari kerja presiden terpilih."