Timnas sepak bola Indonesia boleh saja gagal tampil di ajang piala dunia, tapi tidak halnya dengan para wartawannya.
Setiap pesta sepak bola empat tahunan itu digelar, sejumlah media selalu mengirim para jurnalisnya untuk meliput langsung ke lokasi pertandingan.
Tidak diketahui secara persis, sejak kapan wartawan Indonesia meliput langsung turnamen akbar itu, namun beberapa laporan menyebut momen Piala Dunia 1974 di Jerman (Barat) telah dihadiri oleh jurnalis Indonesia.
Tetapi, apakah tidak terlalu berlebihan mengirim wartawan dari Indonesia untuk meliput Piala Dunia, sementara tim negaranya tidak tampil di ajang olah raga terpopuler itu?
Pertanyaan seperti ini sering diterima para wartawan Indonesia ketika mereka bertemu jurnalis dari seluruh dunia yang kebetulan timnasnya ikut berlaga.
"Warga Indonesia itu gila bola," begitulah salah-satu jawaban yang sering terdengar dari pengalaman sejumlah wartawan yang pernah meliput langsung Piala Dunia.
Pertanyaan berikutnya: apa istimewanya hadir langsung di stadion yang dipenuhi puluhan ribuan suporter, dan melihat langsung para bintang sepak bola bertarung merebut bola?
BBC Indonesia mewawancarai tiga orang wartawan senior Indonesia yang pernah meliput ajang piala dunia, dan mereka mengisahkan pengalamannya. Berikut petikannya:
Budiarto Shambazy
Wartawan senior harian Kompas, telah meliput lima kali ajang Piala Dunia
Salah-satu pengalaman menarik adalah ketika saya meliput final Piala Dunia 1986 di Meksiko, antara Jerman Barat lawan Argentina. Waktu itu ada sosok terkenal yaitu Diego Maradona.
Itu merupakan kenangan paling manis buat saya, karena saya merasa disajikan permainan individual Maradona yang luar biasa. Dia adalah tipe pemain yang barangkali tidak akan lahir dalam seribu tahun sekali.
Banyak aksi Maradona yang tidak terbayangkan sebelumnya: Dia bisa menendang bola dalam posisi sangat sukar. Dia juga mampu menggiring bola melewati tiga atau empat pemain.