Sejarah Kiprah Warga Tionghoa dalam Sepak Bola Indonesia

By , Senin, 4 Agustus 2014 | 07:50 WIB
()

Kasus suap yang menyeret sejumlah pemain timnas dan kekalahan memalukan di babak penyisihan, memaksa Tan Liong Houw dan kawan-kawan mundur dari timnas, kata wartawan olah raga senior, Sumohadi Marsis. 

"Mereke sangat kecewa dan mereka mengundurkan diri," kata Sumohadi. 

Dan, "Sejak tahun 1962, tidak ada lagi pemain Tionghoa yang berperan besar untuk timnas Indonesia," tambahnya. 

Memang, ada sejumlah pemain Tionghoa yang ikut mewarnai timnas Indonesia di tahun 70-dan dan 80-an, namun menurut Sumohadi, "tetapi sudah tidak fenomenal lagi." 

"Mereka (peranakan Tionghoa) tidak lagi menjadi kekuatan pilar. Mereka hanya pemain-pemain yang komplementer sifatnya," tambah Sumohadi, yang sejak tahun 1970-an menjadi wartawan di Harian Kompas sebelum membesarkan Tabloid olah raga Bola sejak 1984. 

Di tahun 1920-an, klub Tionghoa Surabaya dan klub UMS Jakarta, merajai peta persepakbolan Hindia Belanda (Majalah Viribus Unitis)

Kebijakan sentimen rasial 

Runtuhnya rezim Sukarno, yang ditandai pembunuhan massal orang-orang yang dituduh Komunis di tahun 1960-an, disebut sebagai faktor penting di balik mulai berkurangnya keikutsertaaan warga Indonesia peranakan Tionghoa di dunia sepak bola nasional. 

"Habis Gestapu, sikap Pemerintah Indonesia terhadap Tionghoa terlalu menekan ya, sehingga mereka ada keengganan (terjun ke aktivitas sepak bola)," kata Ignatius Sunito, wartawan senior. 

Keintiman hubungan Sukarno dengan pemimpin Tiongkok, Mao Tse Tung diakhiri oleh rezim Suharto, karena menganggap negara itu terlibat upaya kudeta perwira menengah militer yang pro Komunis. 

"Mungkin karena Partai Komunis Indonesia, yang dituduh Orde Baru berada di balik peristiwa 1965 itu, diidentikkan dengan etnis itu, sehingga mereka takut melakukan aktivitas massal di ruang terbuka," kata mendiang Iswadi Idris, mantan pesepakbola nasional era 1970-an, suatu saat. 

Seperti diketahui, Suharto kemudian melahirkan berbagai "kebijakan" sentimen dan diskriminasi rasial yang disebut sebagai upaya "memotong" akar hubungan budaya warga Tionghoa dengan masa lalunya. 

"Ada kebijakan asimilasi yang menurut saya memaksa orang Tionghoa menjadi Indonesia," kata Bayu Aji, yang telah melakukan penelitian tentang peran masyarakat Tionghoa dalam sejarah sepak bola Indonesia.