Sebelum Digemari Pria, Sejarah Industri Rokok Menargetkan Para Wanita

By Galih Pranata, Jumat, 15 Oktober 2021 | 14:00 WIB
Dame Gladys Cooper, bersama rokoknya dalam memerankan tokoh Eva, pada filmnya berjudul The Girls of Gottenberg. (Bassano/Rotary Photographic )

"Industri tembakau mengarahkan perhatiannya pada perempuan di negara-negara berkembang, di mana pendidikan dasar, apalagi pendidikan tembakau, seringkali tidak ada atau tidak diberikan kepada perempuan," jelasnya lagi. Secara numerik jumlah wanita merokok lebih banyak di negara berkembang.

Pada tahun 2006, RJ Reynolds (RJR) meluncurkan rokok Camel No. 9, ditujukan untuk wanita, menghabiskan dana hingga $50 juta untuk biaya pemasaran dalam meluncurkan merek baru.

Kemasannya dibuat lebih menarik. "Rokok dikemas dalam kotak hitam mengkilat dengan hiasan hot pink atau teal dengan logo yang sesuai dengan yang ada di bungkus rokok," tulis Pierce. Desain visualnya mempromosikan rokok ini sebagai bagian dari mode fesyen.

Baca Juga: Wanita Merokok Lebih Sedikit, Tapi Lebih Kecil Kemungkinan Berhenti

Salah satu jenama sigaret di Tiongkok yang menawarkan pengharapan kepada pasar perempuan, awal abad ke-20. (Authentic Vintage Posters)

Tak tanggung-tanggung, Camel harus merogoh kocek lebih dalam. "Iklan cetaknya juga dipromosikan pada majalah yang populer di kalangan remaja, seperti Vogue, Glamour, Cosmopolitan dan In Style," tambahnya.

Indonesia yang merupakan negara berkembang, tak luput dari imbas propaganda industri rokok dan tembakau. Tidak hanya para pria yang kemudian menjadi konsumennya, para wanita juga terlibat didalamnya.

Potret 1954, para perempuan menyortir daun tembakau di perkebunan tembakau Tandjong Morawa di Serdang, Sumatera Timur. (Wikimedia Commons)

"Hingga tahun 2015, tercatat masih ada lebih dari 1.957.600 wanita Indonesia yang merokok setiap harinya, menjadikannya ancaman kesehatan masyarakat yang berkelanjutan dan mengerikan," mengutip The Tobacco Atlas.

Awal abad ke-21, terjadi banyak kontroversi dan perdebatan, diiringi dengan isu bahayanya merokok, utamanya dikalangan wanita. Adanya propaganda dari dunia kedokteran, agaknya menambah perhatian para wanita untuk berhenti merokok.

"Adanya gangguan pada rahim hingga masalah kehamilan adalah bagian dari penyadaran pada wanita tentang bahayanya merokok," tulis NHS dalam laman resminya, dengan artikelnya berjudul Stop smoking in pregnancy, terbut pada tahun 2019.

Melansir The Tobacco Atlas, pada tahun 2017, persentase perokok saat ini telah turun menjadi 14,0%, dari sebelumnya 21% pada tahun 2001. Angka tersebut juga turus menurun hingga 12,7% di tahun 2020 bagi wanita yang masih merokok.

Baca Juga: Tak Hanya Sampah Plastik, Puntung Rokok Juga Berbahaya Bagi Lingkungan