Meski banyak pegiat telah ditangkapi, polisi rahasia Polandia tidak mampu menemukan sang penyabot. Kegagalan ini membuat pemerintah semakin malu dan membuat para warga yang membangkang semakin senang dan berani melakukan pembangkangan-pembangkangan lainnya.
Aksi menggelandang televisi dengan kereta-kereta dorong bayi, mengedap-ngedipkan lampu rumah, dan menyabotase siaran resmi pemerintah itu telah menjaga semangat perlawanan rakyat Polandia. Hasilnya, rezim yang selama ini tak tergoyahkan pun akhirnya berhasil tumbang beberapa tahuh kemudian.
Di Indonesia, hal-hal yang terkesan remeh juga pernah menjadi penjaga semangat perlawanan rakyat pada masa-masa awal sesaat setelah proklamasi kemerdekaan RI, ketika Jepang telah kalah oleh sekutu. Salah satu hal yang terkesan remeh itu adalah mural.
Baca Juga: Teori Tentang Beethoven Kulit Hitam dan Makna Perlawanan di Dalamnya
Hary Poeze dalam tulisannya yang berjudul Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 1 pernah menyebut bahwa "Ahmad Soebardjo meminta nasihat kepada Tan Malaka untuk melakukan propaganda dengan semboyan-semboyan menggelorakan perjuangan." Tan Malaka kemudian melibatkan para pemuda untuk melakukan aksi mural dan coret-coret di jalanan, serta menyebar pamflet di mobil dan kereta yang bergerak ke luar Jakarta.
Semangat mati-matian kemudian ditunjukkan para pemuda untuk melawan musuh, tulis Poeze. Dan semangat itu berbuah hasil karena kedatangan kembali Belanda dan Inggris pada akhirnya berhasil dihalau segenap rakyat Indonesia.