Apakah Lubang Hitam yang Menelan Bintang Akan Menghasilkan Neutrino?

By Ricky Jenihansen, Selasa, 19 Oktober 2021 | 14:00 WIB
Ilustrasi lubang hitam menelan bintang. (DESY, Science Communication Lab)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah penelitian baru dari Center for Astrophysics, Harvard dan Smithsonian and Northwestern University merepresentasikan pengamatan radio baru yang ekstensif dan data dari AT2019dsg, gangguan pasang surut pemancar sinar-X. Studi tersebut memungkinkan tim peneliti untuk menghitung energi yang dipancarkan dari peristiwa tersebut.

Temuan menunjukkan AT2019dsg dihasilkan jauh dari energi yang dibutuhkan untuk menciptakan neutrino. Hasil studi tersebut telah dipublikasikan di The Astrophysical Journal dengan judul 'Radio Observations of an Ordinary Outflow from the Tidal Disruption Event AT2019dsg'.

Seperti diketahui, pada Oktober 2019, neutrino berenergi tinggi menabrak Antartika. Sejak saat itu, neutrino, yang sangat sulit dideteksi, telah menarik perhatian astronom. Apa yang bisa menghasilkan energi yang begitu kuat?

Setelah peristiwa itu, para peneliti melacak neutrino kembali ke lubang hitam supermasif yang baru saja terkoyak dan menelan sebuah bintang. Peristiwa tersebut dikenal sebagai peristiwa gangguan pasang surut atau disebut AT2019dsg yang terjadi hanya beberapa bulan sebelumnya, yaitu pada April 2019. Peristiwa tersebut terjadi di wilayah langit yang sama tempat neutrino berasal. Sehingga para astronom memperkirakan bahwa peristiwa itulah yang menjadi sumber munculnya neutrino.

Pada studi kali ini, menurut para peneliti, ternyata jika lubang hitam menelan bintang dan menyebabkan terjadinya gangguan pasang surut, tidak cukup menghasilkan energi seperti neutrino. Menurut peneliti, meskipun mungkin tampak berlawanan dengan intuisi, lubang hitam tidak selalu menelan segala sesuatu yang bisa dijangkau.

“Lubang hitam tidak seperti penyedot debu,” kata Yvette Cendes, rekan postdoctoral di Center for Astrophysics yang memimpin penelitian dalam rilisnya.

Baca Juga: Misteri Sinar Gamma: Lubang Hitam yang Mengantuk Bisa Jadi Jawabannya

Ilustrasi lubang hitam ()

Cendes menjelaskan, ketika sebuah bintang mengembara terlalu dekat dengan lubang hitam, gaya gravitasi mulai meregang. Akhirnya, materi yang memanjang itu berputar di sekitar lubang hitam dan memanas, menciptakan kilatan di langit yang dapat dilihat oleh para astronom dari jarak jutaan tahun cahaya.

"Tetapi ketika ada terlalu banyak materi, lubang hitam tidak bisa memakan semuanya dengan lancar sekaligus," kata Kate Alexander, rekan penulis studi dan rekan postdoctoral di Northwestern University yang menyebut lubang hitam sebagai 'pemakan berantakan.'

Menurutnya, bintang tersebut akan 'dimuntahkan' kembali selama proses itu, seperti ketika bayi makan, beberapa makanan berakhir di lantai atau dinding. Sisa-sisa ini terlempar kembali ke luar angkasa dalam bentuk aliran keluar, yang menurut peneliti, jika cukup kuat, secara teoritis dapat menghasilkan partikel sub atom yang dikenal sebagai neutrino.

Baca Juga: Empat Teori Aneh Stephen Hawking, Tetapi Hari Ini Terbukti Benar

Pengamatan DilakukanPada penelitian ini, para peneliti menggunakan Very Large Array, teleskop radio terbesar di dunia, yang terdiri dari 27 antena parabola di dekat Socorro, New Mexico. Peneliti juga menggunakan Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) di Chili. Tim peneliti dapat mengamati AT2019dsg, sekitar 750 juta tahun cahaya.

Selama lebih dari 500 hari setelah lubang hitam mulai memakan bintang. Pengamatan radio yang ekstensif menjadikan AT2019dsg sebagai gangguan pasang surut yang paling banyak dipelajari hingga saat ini. Pengamatan itu mengungkapkan bahwa kecerahan radio mencapai puncaknya sekitar 200 hari setelah peristiwa tersebut terjadi.

Baca Juga: Lima Hal yang Membuat Kita Yakin bahwa Lubang Hitam Benar-Benar Ada

Very Large Array, teleskop radio terbesar di dunia, yang terdiri dari 27 antena parabola di dekat Socorro, New Mexico. (Ricky Jenihansen)

Menurut data, jumlah total energi yang keluar setara dengan energi yang dipancarkan Matahari selama 30 juta tahun. Meskipun kedengarannya mengesankan, neutrino kuat yang terlihat pada 1 Oktober 2019 akan membutuhkan sumber 1.000 kali lebih kuat.

Tim peneliti menyimpulkan, tidak mungkin neutrino berasal dari gangguan pasang surut khusus tersebut. Namun, jika itu terjadi, para astronom masih jauh dari memahami gangguan pasang surut dan bagaimana mereka meluncurkan neutrino.

Untuk diketahui, TDE AT2019dsg pertama kali ditemukan pada 9 April 2019 oleh Zwicky Transient Facility di California Selatan. Neutrino, yang dikenal sebagai IceCube-191001A, terdeteksi oleh IceCube Neutrino Observatory di Kutub Selatan enam bulan kemudian.

Baca Juga: Misteri Ukuran Lubang Hitam Terungkap Berdasarkan Pola Makannya