Sanyoto berkesimpulan bahwa di era Majapahit, masyarakat lokal di wilayah Jawa Timur (basis Majapahit) dan umumnya di Jawa, telah menganut adanya kepercayaan lokal. "Peninggalan budaya yang berkembang, bahkan dari masa pra-aksara, masih terus dipertahankan masyarakat," tulis Sanyoto.
"Majapahit merupakan kerajaan yang paling digdaya di Nusantara, para elitnya menganut kepercayaan untuk memuja kepada para Dewa sebagaimana dalam ajaran Hindu," tambahnya. Agama Hindu saat itu merupakan agama yang cukup eksklusif, sehingga lebih utama diyakini dianut oleh para raja dan bangsawan yang hidup di dalam istana.
"Hindu jadi agama para elit di Majapahit, begitu juga dengan upaya raja untuk menyebar luaskan ajaran Hindu kepada masyarakat kerajaan, hingga daerah-daerah vassal-nya," lanjutnya. Pernyataan itu, menandakan bahwa agama Hindu tidak sepenuhnya sampai dan dianut oleh masyarakat kerajaan.
Earl Drake dalam bukunya berjudul Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit, terbitan 2012, berupaya menyinggung kepercayaan masyarakat lokal di Majapahit yang sebenarnya. Ia menyebut Majapahit merupakan kerajaan yang majemuk, utamanya dalam hal kepercayaan.
Baca Juga: Jejak Tanah Leluhur Para Raja Jawa di Metropolitan Kuno Majapahit
"Masyarakat Majapahit secara umum tidak menganut Hindu, mereka memiliki kepercayaan tersendiri atau agama lokal," tulis Drake. Masyarakat masih mempercayai tentang adanya kekuatan magis dari ruh nenek moyangnya.
"Kepercayaannya (masyarakat Majapahit) adalah animisme, keyakinan terhadap ruh nenek moyang," tambahnya. Kepercayaan ini telah ada jauh sebelum masehi. Para peneliti sepakat bahwa animisme adalah kepercayaan purba di Indonesia, yang telah ada sejak era neolitik.
Filolog Perancis, L.C. Damais, menguatkan tesis dari Sanyoto dan Drake, bahwa ajaran Hindu dan Buddha, masuk ke daerah-daerah di Nusantara, sedang masyarakatnya telah lama menganut kepercayaan animisme. "Penyebutan pulau Hindu untuk Bali di era Majapahit menjadi keliru," ujar Damais dalam tulisan Drake.
"Bali yang kemudian menjadi Hindu, dulu masyarakatnya merupakan penganut animisme," tambahnya. Animisme tak tercatut dalam agama resmi di Nusantara, sehingga para penganut animisme di Bali harus memilih untuk menganut Hindu secara formal.