Kekayaan Sriwijaya dan Polemik Temuan Harta Karunnya oleh Penyelam

By Galih Pranata, Sabtu, 30 Oktober 2021 | 13:00 WIB
Seorang nelayan bersiap untuk menyelam bebas dengan sistem pernapasan dan rantai besi untuk sabuk pemberat, di Sungai Musi di Palembang dalam misi mencari harta karun yang tenggelam. (Wreckwatch Magazine)

Baca Juga: Kapur Barus, Cerita Rempah dari Kedatuan Sriwijaya Kian Pupus

Banyak bukti yang menyebut tentang kebesaran Sriwijaya. "Sebanyak tujuh prasasti pada milenium ke-1 diketahui bernama 'Sriwijaya' muncul, bersama dengan dua teks terpisah yang tampak identik meskipun namanya sendiri hilang. Salah satunya berasal dari Ligor di Thailand selatan," tulis Bronson dan Wisseman.

Bennet Bronson dan Jan Wisseman menulis dalam jurnal Scholarspace Manoa Hawaii, berjudul Palembang as Srivijaya: The Lateness of Early Cities In Southern Southeast Asia, publikasi tahun 1975.

Pada beberapa inskripsi, Bronson dan Wisseman meyakini perihal kekayaan Sriwijaya. "Sriwijaya yang kita baca adalah kota besar yang kaya, ibu kota kerajaan besar yang berlangsung dari abad ke-7 hingga ke-12 atau ke-14," tulisnya.

Melihat kenyataan itu, para penyelam lokal, hingga hari ini terus menelusuri dingin dan dalamnya sungai Musi. Mereka berharap mendapatkan sesuatu yang lebih bernilai dibandingkan dengan ikan tangkapan.

Perhiasan emas dan ruby, abad ke-8-10, ditemukan di sungai Musi. (Wreckwatch Magazine)

Beberapa nelayan dan penyelam mengakui bahwa mereka telah berhasil mendapatkan sejumlah bongkahan arca yang terbuat dari logam emas. Sejumlah arkeolog turut serta dalam membuktikan keabsahan terkait temuan para penyelam tersebut.

Baca Juga: Kisah Kejayaan dan Senja Kala Sriwijaya dalam Catatan Semasa

Tentunya diperlukan riset terlebih dahulu, barangkali adanya kesalahan dalam menafsirkan temuan arkeologis. Dillon menulisnya dalam JSTOR, jurnalnya berjudul Practical Archaeology: Field and Laboratory Techniques and Archaeological Logistics, publikasi tahun 1993.

Para nelayan secara langsung menilai bahwa temuannya adalah emas asli dari kerajaan Sriwijaya, padahal Brian D. Dillon menyatakan bahwa setiap temuan arkeologis harus disandarkan pada langkah metodologis yang ilmiah untuk membuktikan keabsahannya.

"Setiap penemuan benda yang diduga ada sejak era kuno, harus melalui riset mendalam pada laboratorium khusus, untuk dapat menentukan berapa lama benda itu ada dan telah digunakan," pungkasnya.