Balada Cilamaya

By , Rabu, 8 April 2015 | 15:30 WIB

Semenjak terbit Peraturan Presiden Nomor 32 pada 2011, tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, rencana pembangunan Cilamaya menuai polemik. Dalam masterplan itu, pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dan Pembangunan Pelabuhan Baru Cilamaya menjadi bagian dalam upaya pengembangan wilayah Jabodetabek.

Dalam diskusi panel National Geographic Indonesia: Tantangan dan Peluang Rencana Pembangunan Pelabuhan Cilamaya, di Jakarta, Selasa (31/3), Kementerian Perhubungan menyatakan dukungannya dengan proyek pelabuhan ini. Selain peraturan presiden itu, rencana pelabuhan Cilamaya juga didukung peraturan daerah Provinsi Jawa Barat No 22/2010 dan peraturan Kabupaten Karawang pada 2013.

"Cilamaya merupakan rencana pengembangan induk dari Pelabuhan Tanjung Priok. Ini kebutuhan nasional untuk pertumbuhan ekonomi di negara kita. Industri berkembang di daerah Karawang dan sekitarnya. Lalu-lintas makin padat dan macet, distribusi ke pelabuhan lambat. Pembangunan Cilamaya harus dilakukan pemerintah untuk membuat terobosan," tutur Leon Muhammad, Staf Khusus Bidang Pengembangan Organisasi, Kementrian Perhubungan, pada diskusi itu.

Leon menambahkan, pelabuhan Cilamaya merupakan backup untuk Pelabuhan Tanjung Priok. "Ada beberapa kepentingan dalam pembangunan pelabuhan ini, tapi kita harus mementingkan kepentingan nasional, yaitu untuk pertumbuhan ekonomi. Menurut hasil rapat Menko Perekonomian, Kementerian Perhubungan akan membangun pelabuhan Cilamaya. Tahapan akan dimulai pada 2015 dan mulai operasional 2022. Pendanaan murni dari pihak swasta," lanjutnya.

Ketua 1 Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Jongkie Sugiarto menyatakan dukungannya terhadap rencana pelabuhan Cilamaya. Pelabuhan ini untuk distribusi industri otomotif yang berkembang di Karawang. "Pelabuhan menjadi sarana dan syarat mutlak untuk industri kami. Otomotif banyak ke arah timur dari Jakarta," ungkap Jongkie.

Pelabuhan Cilamaya akan mendekatkan industri dengan akses ekspor otomotif. "Kenapa harus dekat? Tentunya untuk menekan biaya, karena industri otomotif harus bersaing dengan negara-negara lain," imbuh Jongkie.

Dia mengingatkan kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jepang beberapa waktu lalu. Investor Jepang telah berkomitmen untuk menanamkan investasinya di industri otomotif untuk Asia Tenggara. "Mereka (Jepang) akan menjadikan Indonesia sebagai basis industri. Mereka sudah sanggup. Saya rasa pelabuhan Cilamaya memiliki peran utama."

Diskusi panel mengenai tantangan dan peluang pengembangan Pelabuhan Cilamaya, Karawang di Hotel Pullman, Selasa (31/3). Diskusi yang diadakan oleh National Geographic Indonesia dan dihadiri oleh pihak-pihak terkait ini mambahas tentang pembangunan pelabuhan Cilamaya di Karawang, Jawa Barat seluas 6 kilometer persegi. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Thailand tahun lalu saja, papar Jongkie, memproduksi 1,7 juta kendaraan. Dari jumlah produksi itu, 800 ribu mobil di antaranya untuk kebutuhan dalam negeri Thailand, sisanya untuk ekspor. Sementara produksi Indonesia 1,4 juta kendaraan: 1,2 juta untuk dalam negeri, dan ekspor 200 ribu.

"Kami iri hati dengan Thailand," kata Jongkie. "Mau tidak mau, suka tidak suka, kami membutuhkan pelabuhan. Carport kita sudah tidak memadai. Pertumbuhan produksi otomotif di Indonesia hampir 20persen per tahun. Kami membutuhkan pelabuhan yang dapat menunjang ekspor kami."

!break!

Pelabuhan Cilamaya diharapkan bisa menurunkan waktu tunggu di pelabuhan. "Untuk transportasi laut, ada target-target yang harus kita capai, yaitu menurunkan logistik 19,2 persen dan menurunkan waktu tunggu di pelabuhan. Pelabuhan Cilamaya dibangun karena industri kita lebih berkembang di Timur Jabodetabek. Industri itu harusnya ada pelabuhan di depannya," papar Bastian dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sembari mencontohkan Tiongkok membangun pelabuhan yang terintegrasi dengan kawasan industrinya.

Silang pendapat muncul lantaran lokasi pelabuhan Cilamaya dikhawatirkan mengganggu produksi minyak dan gas Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java. Direktur Operasi dan Produksi, PHE ONWJ, Bambang H. Kardono, menyatakan pembangunan Cilamaya akan berdampak pada pasokan minyak dan gas. "Selama masa 4 tahun konstruksi pelabuhan, produksi migas akan berhenti. Ini termasuk pasokan untuk PLN. Jika dipaksakan untuk lokasi pelabuhan yang diusulkan, fasilitas kami akan dipotong, dipindahkan, bahkan ditutup," urai Bambang.

Di pesisir Cikuntul ini, di barat Ciparagejaya, akan dibangun pelabuhan Cilamaya seluas 6 kilometer persegi. (Dhanny Pratama Putra)

Bila pelabuhan Cilamaya benar-benar dibangun di lokasinya sekarang, di pesisir Cikuntul, Tempuran, Kabupaten Karawang, kapal-kapal ukuran raksasa akan lalu-lalang di bagian tengah Blok PHE ONWJ. "Kapal yang lewat berukuran ultralarge container ship. Besar sekali, kalau menyenggol anjungan kami, luar biasa. Selain itu, di daerah tempat kami banyak potensi, prospek banyak sumber migas yang belum dieksplorasi dan eksploitasi," terangnya.

Blok lepas pantai PHE ONWJ membentang 8.300 kilometer persegi, dari Kepulauan Seribu hingga utara Kota Cirebon, adalah daerah terlarang bagi pelayaran kapal-kapal besar. Di blok ini terdapat 222 anjungan produksi lepas pantai dengan lebih 700 sumur. Bahkan, kapal nelayan hanya bisa melintas sedekat 500 meter.