Balada Cilamaya

By , Rabu, 8 April 2015 | 15:30 WIB
!break!

Pengamat tata ruang Yayat Supriyatna mewanti-wanti pembanguan pelabuhan Cilamaya bukan sekadar membangun pelabuhan semata. "Tapi membangun kota, membangun pusat pertumbuhan ekonomi baru. Berapa ribu orang yang akan masuk dan tinggal ke Tempuran (lokasi pelabuhan)," tutur Yayat.

Menurutnya, Karawang utara dalam tata ruang adalah kawasan pertanian. Bahkan rencana jalan layang, yang diklaim Kementerian Perhubungan tidak akan mengurangi lahan pertanian, tidak menjadi jaminan. "Perubahan kawasan pertanian pasti terjadi. Padahal, tanah Pulau Jawa 4 kali lebih subur dibanding Kalimantan. Sekira Cilamaya dijadikan kawasan strategis nasional, maka yang harus ditinjau ulang mencakup kawasan Jabodetabek, Karawang dan Purwakarta."

Wilayah muara di Ciparage Jaya, Cikuntul di dekat rencana lokasi pembangunan Pelabuhan Cilamaya di Kawarang, Jawa Barat. (Dhanny Pratama Putra/National Geographic Indonesia)

Yayat menegaskan bahwa kontroversi pelabuhan Cilamaya merupakan bentuk pertarungan kepentingan bisnis antara investor otomotif dari Jepang dengan PT Pertamina. "Yang satu menggunakan Kementerian Perhubungan, yang satunya lagi dengan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM)," ungkap Yayat.

Sayangnya, imbuhnya, "Kalau kepentingan bisnis yang bicara, kepentingan negara tidak dikalahkan. Negara, saya lihat, tidak hadir."

!break!

SIANG ITU, 2 April 2015, lapangan Tanjungjaya, Tempuran, Karawang, riuh rendah. Para warga berkerumun di sepanjang batas lapangan. Pita kuning bertuliskan 'Police Line' memagari tepi lapangan. Aparat keamanan berjaga-jaga. Satu tim pasukan berseragam hitam-hitam mengintip dari halaman masjid yang belum selesai dibangun. Semua perangkat pemerintahan sibuk.

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Karawang Cellica Nurrachdiana bersama Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menyapa para warga. Bersalam-salaman. Hari itu, Cellica dan Dedi tengah menunggu Wakil Presiden Jusuf Kalla yang bakal mendarat di lapangan Tanjung Jaya. Sembari menunggu, mereka bercengkerama dengan warga masyarakat.

Berselang dua hari setelah diskusi panel National Geographic Indonesia, Kalla blusukan di pantai utara Karawang. Blusukan Wakil Presiden ini didampingi Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri Energi Sumber Daya Mineral Sudirman Said, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetipto.

Turun dari helikopter Superpuma TNI AU, Kalla melambaikan tangannya kepada khalayak. Sorak-sorai membahana. Diiringi para menteri dan pejabat, Kalla berjalan kaki, melewati jalan basah berlempung menuju Balai Desa Tanjungjaya.

Di sana, Wakil Presiden menggelar rapat bersama para menteri, pemerintah Jawa Barat dan Karawang. Ruangan balai desa terasa sesak dan gerah. Pasukan Pengamanan Presiden sibuk tak terkira; sebagian berjaga-jaga di halaman belakang. Pertemuan itu tertutup.

Sebelum pertemuan, Kalla meninjau lokasi pusat industri Karawang yang akan dihubungkan dengan pelabuhan Cilamaya dari udara. Wakil Presiden juga memantau Blok PHE ONWJ yang berdekatan dengan rencana lokasi pelabuhan Cilamaya.

Upaya penanaman pohon mangrove digelar di sepanjang pesisir utara dekat Tanjungbaru, Karawang, Jawa Barat. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Di awal rapat, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menguraikan rencana pelabuhan Cilamaya, dilanjutkan paparan Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto. Usai paparan, Kalla berdiskusi mencari solusi rencana pelabuhan yang menuai polemik itu. Kalla bertanya jawab dengan para menteri, dan meminta pendapat Deddy Mizwar dan Cellica Nurrachdiana.

Usai satu jam pertemuan, Kalla menyatakan bahwa Jawa Barat merupakan daerah yang akan terus berkembang sehingga tetap memerlukan adanya pelabuhan. "Karena itu, membutuhkan pelabuhan yang lebih dekat dengan daerah industri," jelas Kalla.