Semenjak terbit Peraturan Presiden Nomor 32 pada 2011, tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, rencana pembangunan Cilamaya menuai polemik. Dalam masterplan itu, pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dan Pembangunan Pelabuhan Baru Cilamaya menjadi bagian dalam upaya pengembangan wilayah Jabodetabek.
Dalam diskusi panel National Geographic Indonesia: Tantangan dan Peluang Rencana Pembangunan Pelabuhan Cilamaya, di Jakarta, Selasa (31/3), Kementerian Perhubungan menyatakan dukungannya dengan proyek pelabuhan ini. Selain peraturan presiden itu, rencana pelabuhan Cilamaya juga didukung peraturan daerah Provinsi Jawa Barat No 22/2010 dan peraturan Kabupaten Karawang pada 2013.
"Cilamaya merupakan rencana pengembangan induk dari Pelabuhan Tanjung Priok. Ini kebutuhan nasional untuk pertumbuhan ekonomi di negara kita. Industri berkembang di daerah Karawang dan sekitarnya. Lalu-lintas makin padat dan macet, distribusi ke pelabuhan lambat. Pembangunan Cilamaya harus dilakukan pemerintah untuk membuat terobosan," tutur Leon Muhammad, Staf Khusus Bidang Pengembangan Organisasi, Kementrian Perhubungan, pada diskusi itu.
Leon menambahkan, pelabuhan Cilamaya merupakan backup untuk Pelabuhan Tanjung Priok. "Ada beberapa kepentingan dalam pembangunan pelabuhan ini, tapi kita harus mementingkan kepentingan nasional, yaitu untuk pertumbuhan ekonomi. Menurut hasil rapat Menko Perekonomian, Kementerian Perhubungan akan membangun pelabuhan Cilamaya. Tahapan akan dimulai pada 2015 dan mulai operasional 2022. Pendanaan murni dari pihak swasta," lanjutnya.
Ketua 1 Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Jongkie Sugiarto menyatakan dukungannya terhadap rencana pelabuhan Cilamaya. Pelabuhan ini untuk distribusi industri otomotif yang berkembang di Karawang. "Pelabuhan menjadi sarana dan syarat mutlak untuk industri kami. Otomotif banyak ke arah timur dari Jakarta," ungkap Jongkie.
Pelabuhan Cilamaya akan mendekatkan industri dengan akses ekspor otomotif. "Kenapa harus dekat? Tentunya untuk menekan biaya, karena industri otomotif harus bersaing dengan negara-negara lain," imbuh Jongkie.
Dia mengingatkan kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jepang beberapa waktu lalu. Investor Jepang telah berkomitmen untuk menanamkan investasinya di industri otomotif untuk Asia Tenggara. "Mereka (Jepang) akan menjadikan Indonesia sebagai basis industri. Mereka sudah sanggup. Saya rasa pelabuhan Cilamaya memiliki peran utama."
Thailand tahun lalu saja, papar Jongkie, memproduksi 1,7 juta kendaraan. Dari jumlah produksi itu, 800 ribu mobil di antaranya untuk kebutuhan dalam negeri Thailand, sisanya untuk ekspor. Sementara produksi Indonesia 1,4 juta kendaraan: 1,2 juta untuk dalam negeri, dan ekspor 200 ribu.
"Kami iri hati dengan Thailand," kata Jongkie. "Mau tidak mau, suka tidak suka, kami membutuhkan pelabuhan. Carport kita sudah tidak memadai. Pertumbuhan produksi otomotif di Indonesia hampir 20persen per tahun. Kami membutuhkan pelabuhan yang dapat menunjang ekspor kami."
!break!Pelabuhan Cilamaya diharapkan bisa menurunkan waktu tunggu di pelabuhan. "Untuk transportasi laut, ada target-target yang harus kita capai, yaitu menurunkan logistik 19,2 persen dan menurunkan waktu tunggu di pelabuhan. Pelabuhan Cilamaya dibangun karena industri kita lebih berkembang di Timur Jabodetabek. Industri itu harusnya ada pelabuhan di depannya," papar Bastian dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sembari mencontohkan Tiongkok membangun pelabuhan yang terintegrasi dengan kawasan industrinya.
Silang pendapat muncul lantaran lokasi pelabuhan Cilamaya dikhawatirkan mengganggu produksi minyak dan gas Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java. Direktur Operasi dan Produksi, PHE ONWJ, Bambang H. Kardono, menyatakan pembangunan Cilamaya akan berdampak pada pasokan minyak dan gas. "Selama masa 4 tahun konstruksi pelabuhan, produksi migas akan berhenti. Ini termasuk pasokan untuk PLN. Jika dipaksakan untuk lokasi pelabuhan yang diusulkan, fasilitas kami akan dipotong, dipindahkan, bahkan ditutup," urai Bambang.
Bila pelabuhan Cilamaya benar-benar dibangun di lokasinya sekarang, di pesisir Cikuntul, Tempuran, Kabupaten Karawang, kapal-kapal ukuran raksasa akan lalu-lalang di bagian tengah Blok PHE ONWJ. "Kapal yang lewat berukuran ultralarge container ship. Besar sekali, kalau menyenggol anjungan kami, luar biasa. Selain itu, di daerah tempat kami banyak potensi, prospek banyak sumber migas yang belum dieksplorasi dan eksploitasi," terangnya.
Blok lepas pantai PHE ONWJ membentang 8.300 kilometer persegi, dari Kepulauan Seribu hingga utara Kota Cirebon, adalah daerah terlarang bagi pelayaran kapal-kapal besar. Di blok ini terdapat 222 anjungan produksi lepas pantai dengan lebih 700 sumur. Bahkan, kapal nelayan hanya bisa melintas sedekat 500 meter.
Saban hari, buat memproduksi minyak, puluhan kapal laut lalu-lalang untuk mendukung operasi PHE ONWJ, didukung satu unit penampung minyak, serta kapal tanker.
Kelak, jalur kapal-kapal besar dari pelabuhan Cilamaya bakal memotong rangkaian pipa minyak di bawah laut. Bentangan pipa-pipa minyak mencapai 1.700 kilometer—dua kali panjang Pulau Jawa—dengan delapan jalur pipa besar berukuran 28 inchi.
Di bagian tengah blok ini, terdapat fasilitas produksi yang menjadi tulang punggung produksi migas PHE ONWJ. Kapal-kapal besar dari Cilamaya kelak akan membelah wilayah tengah tersebut.
!break!DALAM DISKUSI PANEL National Geographic Indonesia, hadir pula sejumlah pengamat. Polemik pelabuhan Cilamaya, antara PT Pertamina dan Kementerian Perhubungan menunjukkan lemahnya koordinasi. "Ini bukti bahwa satu tim tidak ngobrol," ujar Ina Primiana Syinar, Senior Advisor Supply Chain Indonesia.
Dia menegaskan semula pelabuhan Cilamaya ini tidak ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). "Awalnya, Cilamaya cuma terminal sebagai perluasan dari Pelabuhan Tanjung Priok," tuturnya. Sayangnya, ketika ada tawaran investor, lanjut Ina, lalu dibuat rencana pembangunan pelabuhan Cilamaya. "Kita seharusnya menolak, sehingga tidak terjadi seperti ini."
Ina tidak menyangkal perlunya infrastruktur pelabuhan untuk transportasi laut. Persoalannya, menyangkut lokasi pelabuhan yang tepat. "Untuk mengurai kemacetan di Pelabuhan Tanjung Priok, Cirebon bisa diberdayakan. Biar semua tidak ke Tanjung Priok, pelabuhan Cirebon bisa dibangun. Apakah kita tega, Pertamina yang sudah ada dari 1971 dimatikan begitu saja untuk kepentingan lain. Lebih mudah mencari sumber minyak atau lokasi pelabuhan baru?"
Ina menengarai pembangunan pelabuhan Cilamaya akan dilakukan oleh investor dari Jepang. Alhasil, yang akan tumbuh berkembang adalah jasa-jasa dari Jepang. "Harus hati-hati. Jangan sampai penduduk di lokasi pelabuhan itu tetap miskin. Kenapa pelabuhan tidak digeser ke Subang atau Indramayu?"
Pelabuhan Cilamaya, Ina mengingatkan, baru akan beroperasi pada 2022 sedangkan kebutuhan saat ini sudah mendesak, dan perkembangan terus ke arah timur dari Karawang. "Jadi, lebih baik ke arah Cirebon."
!break!Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha menilai proyek Cilamaya adalah salah satu contoh surprise project yang kerap diusung oleh pemerintah tanpa perencanaan yang baik. "Di Indonesia sering muncul surprise project. Pelabuhan Cilamaya masuk kategori itu. Ini menjadi hal yang sedikit complicated," papar Satya, "proyek Cilamaya ini tidak terencana dengan baik."
Meski surprise project terkesan "lumrah" di Indonesia, namun Satya mengatakan semua pihak tidak boleh memaklumi, harus ada perubahan. Pelabuhan Cilamaya bisa menjadi studi kasus yang baik, dengan mengkaji ulang baik dan buruk proyek pembangunan yang diserahkan ke swasta.
Pelabuhan Cilamaya bukan ide yang jelek, hanya kebetulan berada pada lokasi yang sarat infrastruktur migas. "Sejak lama sudah ada pertumbuhan ekonomi migas di situ, sementara Cilamaya akan menjadi pusat pertumbuhan baru. Sekarang bagaimana agar yang baru tidak mengorbankan pusat ekonomi yang lama," tegas Satya.
Komisi VII dan komisi V DPR, paparnya, akan mencoba berdiskusi dengan beberapa pihak terkait untuk mengingatkan Presiden tentang hal ini. "Karena, kalau dibiarkan, proyek-proyek seperti ini bisa muncul lagi dan overlapping. Kita ingin bekerja bersama-sama, kita berkoordinasi."
Pengamat tata ruang Yayat Supriyatna mewanti-wanti pembanguan pelabuhan Cilamaya bukan sekadar membangun pelabuhan semata. "Tapi membangun kota, membangun pusat pertumbuhan ekonomi baru. Berapa ribu orang yang akan masuk dan tinggal ke Tempuran (lokasi pelabuhan)," tutur Yayat.
Menurutnya, Karawang utara dalam tata ruang adalah kawasan pertanian. Bahkan rencana jalan layang, yang diklaim Kementerian Perhubungan tidak akan mengurangi lahan pertanian, tidak menjadi jaminan. "Perubahan kawasan pertanian pasti terjadi. Padahal, tanah Pulau Jawa 4 kali lebih subur dibanding Kalimantan. Sekira Cilamaya dijadikan kawasan strategis nasional, maka yang harus ditinjau ulang mencakup kawasan Jabodetabek, Karawang dan Purwakarta."
Yayat menegaskan bahwa kontroversi pelabuhan Cilamaya merupakan bentuk pertarungan kepentingan bisnis antara investor otomotif dari Jepang dengan PT Pertamina. "Yang satu menggunakan Kementerian Perhubungan, yang satunya lagi dengan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM)," ungkap Yayat.
Sayangnya, imbuhnya, "Kalau kepentingan bisnis yang bicara, kepentingan negara tidak dikalahkan. Negara, saya lihat, tidak hadir."
!break!SIANG ITU, 2 April 2015, lapangan Tanjungjaya, Tempuran, Karawang, riuh rendah. Para warga berkerumun di sepanjang batas lapangan. Pita kuning bertuliskan 'Police Line' memagari tepi lapangan. Aparat keamanan berjaga-jaga. Satu tim pasukan berseragam hitam-hitam mengintip dari halaman masjid yang belum selesai dibangun. Semua perangkat pemerintahan sibuk.
Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Karawang Cellica Nurrachdiana bersama Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menyapa para warga. Bersalam-salaman. Hari itu, Cellica dan Dedi tengah menunggu Wakil Presiden Jusuf Kalla yang bakal mendarat di lapangan Tanjung Jaya. Sembari menunggu, mereka bercengkerama dengan warga masyarakat.
Berselang dua hari setelah diskusi panel National Geographic Indonesia, Kalla blusukan di pantai utara Karawang. Blusukan Wakil Presiden ini didampingi Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri Energi Sumber Daya Mineral Sudirman Said, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetipto.
Turun dari helikopter Superpuma TNI AU, Kalla melambaikan tangannya kepada khalayak. Sorak-sorai membahana. Diiringi para menteri dan pejabat, Kalla berjalan kaki, melewati jalan basah berlempung menuju Balai Desa Tanjungjaya.
Di sana, Wakil Presiden menggelar rapat bersama para menteri, pemerintah Jawa Barat dan Karawang. Ruangan balai desa terasa sesak dan gerah. Pasukan Pengamanan Presiden sibuk tak terkira; sebagian berjaga-jaga di halaman belakang. Pertemuan itu tertutup.
Sebelum pertemuan, Kalla meninjau lokasi pusat industri Karawang yang akan dihubungkan dengan pelabuhan Cilamaya dari udara. Wakil Presiden juga memantau Blok PHE ONWJ yang berdekatan dengan rencana lokasi pelabuhan Cilamaya.
Di awal rapat, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menguraikan rencana pelabuhan Cilamaya, dilanjutkan paparan Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto. Usai paparan, Kalla berdiskusi mencari solusi rencana pelabuhan yang menuai polemik itu. Kalla bertanya jawab dengan para menteri, dan meminta pendapat Deddy Mizwar dan Cellica Nurrachdiana.
Usai satu jam pertemuan, Kalla menyatakan bahwa Jawa Barat merupakan daerah yang akan terus berkembang sehingga tetap memerlukan adanya pelabuhan. "Karena itu, membutuhkan pelabuhan yang lebih dekat dengan daerah industri," jelas Kalla.
!break!Di masa datang, perkembangan wilayah industri Karawang juga cenderung ke arah timur, yang akan meningkatkan daya saing Indonesia. "Kalau ke Jakarta (Tanjung Priok), selain berjarak 70 kilometer, juga macet. Jadi kita tetap pilih pelabuhan. Bagaimana pun caranya tetap (membangun) pelabuhan," papar Kalla di depan Balai Desa Tanjungjaya.
Di sisi lain, Kalla melanjutkan, di depan (utara) Karawang terdapat berbagai fasilitas minyak dan gas. "Agar fungsinya secara nasional lebih meningkat, produksi minyak dan gas perlu kita jaga terus."
Lokasi pelabuhan Cilamaya memang dikhawatirkan membahayakan infrastruktur migas PHE ONWJ yang memasok energi PLTGU Muara Karang dan Tanjung Priok. "Nah, pelabuhan butuh safety yang kuat. Tetapi, migas butuh safety yang lebih tinggi lagi," papar Kalla. "Apa boleh buat, kita butuh pelabuhan tapi juga butuh migas."
Titik temunya, lanjutnya, adalah di mana tempat pelabuhan yang paling aman. Kalla kembali mengingatkan rentannya kawasan Blok PHE ONWJ. "Memang di depan (utara) Karawang, yang akan dibangun pelabuhan Cilamaya penuh dengan rig dan fasilitas pengeboran minyak sejak dulu."
Setelah mendengarkan uraian berbagai pihak, akhirnya lokasi pelabuhan akan di geser ke timur. "Digeser ke daerah yang lebih aman, ke timur, yang tidak banyak anjungan dan rig. Supaya migas tetap berproduksi, tapi juga aman untuk pelabuhan."
Wilayah yang dirasakan aman lebih ke arah timur. Selain menghindari blok PHE ONWJ, juga untuk mengantisipasi berkembangnya kawasan industri yang cenderung ke sisi timur dari Karawang. Berpindahnya lokasi ke arah timur dan lebih aman tidak membuat khawatir pemerintah dalam mengejar target-target pembangunan. "Cilamaya juga masih sangat awal, baru kajian awal, belum sampai kajian teknis," kata Kalla.
!break!WAKIL GUBERNUR Deddy Mizwar menyetujui bergesernya lokasi pelabuhan yang bertaraf internasional itu. "Jawa Barat membutuhkan pelabuhan karena industri manufakturnya 55 persen dari infrastruktur Indonesia," ujar Deddy.
Apalagi akhir 2016, sambungnya, ada kanal Cikarang Bekasi Laut. "Satu tongkang masuk kanal berarti mengurangi panjang truk 3 kilometer. Dan 2017 akhir, pelabuhan Cirebon akan ada, yang bisa diperluas untuk arus barang maupun wisata."
Siangnya, pada kesempatan yang berbeda, Direktur Hulu PT Pertamina Syamsu Alam mengapresiasi keputusan Wakil Presiden tersebut. "Setelah Wakil Presiden melihat Blok ONWJ, beliau memutuskan menggeser lokasi pembangunan pelabuhan ke timur," papar Syamsu Alam saat mengunjungi PT Pertagas, Karawang.
Syamsu Alam menyatakan keputusan tersebut disampaikan kepada Menteri Ignasius Jonan dan Menteri Sudirman Said yang mengiringi Wakil Presiden.
Meski begitu, Syamsu Alam belum mengetahui lokasi yang tepat sebagai pengganti. "Nanti bersama pemerintah daerah Jawa Barat, Bappenas dan Menko Maritim akan melakukan kajian mengenai lokasi pasti di mana. Sehingga, pembangunan infrastruktur dan energi akan jalan bersama," imbuhnya.
Selama ini Pertamina memandang ada 9 titik lokasi pelabuhan yang sudah dilakukan pengkajian. "Hasilnya, perairan Subang dan Indramayu belum terlalu sibuk dan memiliki koridor pelayaran yang lebih luas. Jadi, safety zone lebih luas."
Kini keputusan terakhir ihwal rencana pelabuhan Cilamaya ada di tangan Presiden Joko Widodo. Ini lantaran rencana pelabuhan Cilamaya berdasarkan peraturan presiden pada 2011 silam.