Memandangi Kecantikan Gerhana Matahari dari Heidelberg

By , Selasa, 21 April 2015 | 14:45 WIB

Menulis script Python untuk melakukan pekerjaan ini, itulah kemudian yang dikerjakan. Pertama-pertama, untuk setiap satu file video, setiap frame diekstrak menjadi satu gambar. Pada gambar ini lalu diterapkan Transformasi Hough untuk mencari titik pusat lingkaran. Ekstraksi frame dari file video dan algoritma pencarian lingkaran dilakukan dengan menggunakan paket OpenCV yang sudah di-port ke Python.

Untuk sebuah frame, metode ini sering tidak akurat dalam menentukan titik pusat lingkaran. Bahkan kadang-kadang keliru mendeteksi piringan Bulan dan bukan piringan Matahari. Bila metode ini berhasil mendeteksi baik piringan Bulan dan piringan Matahari, maka tidak sulit untuk mengetahui yang mana piringan Matahari (tentunya itu adalah yang paling terang di antara keduanya), namun akan menjadi persoalan apabila hanya piringan Bulan yang dideteksi.

Atas saran seorang teman astronom Korea Selatan yang juga bekerja di MPIA, Dae-Won Kim, kami kemudian memperlakukan seluruh data pengukuran lokasi titik pusat Matahari di setiap frame dalam satu footage sebagai sebuah deret waktu. Artinya, dari data ini dapat diharapkan kita dapat membuat model yang dapat meramalkan pergerakan piringan Matahari di sepanjang medan pandang kamera.

Usul ini lalu diterapkan dengan memodelkan pergerakan piringan Matahari sebagai fungsi linear terhadap waktu (fungsi polinomial mungkin bisa lebih teliti, namun kami tidak ingin terlalu rumit dalam pemodelan ini). Dengan menggunakan data posisi titik pusat piringan Matahari terhadap waktu, kami melakukan analisis regresi dengan metode Bayesian Ridge Regression yang sudah diimplementasikan dalam Python pada paket Scikit-learn. Analisis regresi ini dilakukan dua kali: Pertama dengan menggunakan semua titik data, kedua kalinya dengan menolak titik-titik di mana Transformasi Hough keliru mengidentifikasi piringan Matahari dan malahan mengidentifikasi piringan Bulan. Kami mengidentifikasi titik-titik yang ditolak dengan cara mencari titik-titik yang jaraknya lebih dari 5 piksel dari garis model hasil analisis regresi.

Alhasil, kami sukses menemukan titik-pusat piringan Matahari untuk setiap frame yang kami butuhkan.Video time-lapse di mana piringan Matahari relatif stabil berada di tengah video, itulah yang kemudian kami dapatkan:

!break!

Lega rasanya telah melihat dan melewati peristiwa gerhana matahari dan cukup puas juga dengan serangkaian persiapan meski ala kadarnya, namun berakhir dengan hasil. Tak sempurna, tapi cukup bikin hati senanglah... Untuk pertamakalinya kami berhasil merekam peristiwa alam ini.

Membuat script untuk mengedit data visual di antara hari kerja, ternyata cukup seru juga. Sebuah pengalaman baru yang pertama kali Tri lakukan. Melihat proses pembuatan kacamata, editing dengan menggunakan penulisan script program yang beda dengan cara biasa Ucu melihat editor filmnya bekerja, dan bahkan melakukan pengamatan Gerhana Matahari dengan sadar seutuhnya bahwa itu adalah peristiwa gerhana, juga merupakan pengalam pertama bagi Ucu di usia yang sudah dewasa. Hehe.

Mengingat semua pengalaman yang telah terjadi dua minggu kemarin, saat ini kami sudah tak sabar untuk mengikuti perkembangan gerhana-gerhana selanjutnya yang akan terjadi lagi. Jadwal gerhana matahari total yang setiap tahunnya bisa dilihat jatuh pada tanggal berapa dan bertempat dimana saja, bisa ditengok di situs Fred Espenak alias Mr. Eclipse.

Untuk tahun depan, sebagaimana informasi yang tercantum dan tentu sudah menjadi informasi umum bagi para astronom, pemburu gerhana, atau mereka yang tertarik dengan peristiwa alam tersebut, Indonesia adalah tempat untuk mengamati Gerhana Matahari Total. Selanjutnya, Gerhana Matahari ini memang akan melewati Indonesia pada tanggal 9 Maret 2016, dengan informasi selengkapnya dapat ditemukan di sini.

Maka, mari... bersiaplah Indonesia!