Tradisi Mengikat Kaki yang Menimbulkan Dilema bagi Perempuan Tiongkok

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 13 November 2021 | 13:00 WIB
Tradisi mengikat kaki perempuan di Tiongkok. (Pinterest)

Nationalgeographic.co.id—Menurut hasil studi baru yang terbit di jurnal Archaeological and Anthropological Sciences, tradisi mengikat kaki yang diterapkan dalam masyarakat Tionghoa Han telah memberikan dilema yang besar bagi para perempuannya. Dilema ini terus berlangsung selama ratusan tahun.

Studi baru ini menyoroti bahwa tradisi sosial tersebut telah menciptakan sistem yang memaksa para perempuan untuk memilih antara dua pilihan. Pilihan pertama adalah mengikat kaki mereka dan secara dramatis meningkatkan kemungkinan menikah dengan pria yang memiliki status sosial ekonomi di atas mereka. Atau, pilihan kedua, menghindari praktik tersebut dan mencapai kemandirian ekonomi tetapi menghabiskan hidup mereka relatif miskin dan melakukan pekerjaan kasar.

Tim peneliti dalam studi baru ini mencatat bahwa, selain kelainan bentuk fisik dan rasa sakit yang disebabkan oleh pengikatan kaki, keputusan semacam ini sangat penting untuk menjaga laki-laki di atas masyarakat patriarki.

"Tanpa mengikat kaki, para perempuan bisa bergerak tanpa kesulitan fisik dan bisa melakukan banyak aktivitas. Dengan demikian, mereka tidak perlu bergantung pada laki-laki untuk mencari nafkah, melainkan bisa menjadi bagian penting dari angkatan kerja keluarga," ujar Qian Wang, seorang profesor di Texas A&M University yang merupakan bagian dari tim yang melakukan studi tersebut, sebagaimana dilansir South China Morning Post.

Baca Juga: 'Lelaki yang Terlipat', Kisah Pria Bungkuk yang Akhirnya Berdiri Tegak

Perbedaan kondisi tulang kaki perempuan normal dan perempuan yang kakinya diikat. (Archaeological and Anthropological Sciences)

Keputusan ini, yang biasanya dibuat oleh orang tua untuk gadis-gadis muda berusia antara lima dan delapan tahun, dimungkinkan karena pengikatan kaki, yang dimulai sebagai tanda status elite sejak dinasti Tang (618-907), telah menyebar ke bawah menjadi tanda kecantikan universal pada masa dinasti Ming (1368-1644) dan Qing (1644-1911).

Studi ini menganalisis kompleks kuburan di Provinsi Shanxi di Tiongkok tengah yang digali antara November 2018 dan Juli 2019. Itu adalah area kuburan keluarga dari dua keluarga, Zhao dan Liu, dan digunakan selama keseluruhan dinasti Qing.

Tim menganalisis 74 kerangka perempuan di kompleks kuburan itu. Dari 74 perempuan itu, hanya 25 persen yang tidak memiliki kaki terikat.

Selain membandingkan tulang-tulang kerangka untuk memeriksa kesehatan relatif para perempuan itu, tim peneliti juga menyelidiki objek-objek pemakaman untuk menganalisis status sosial ekonomi orang yang berada di dalam komplek kuburan tersebut.

"Dari pemakaman ini, para perempuan yang kakinya tidak terikat rata-rata memiliki barang-barang kuburan yang kurang kaya di pemakaman. Ini menunjukkan keluarga mereka memiliki kekayaan keluarga yang relatif lebih rendah," papar Wang.

Baca Juga: Penemuan Mumi Perempuan Singkap Gaya Hidup Zaman Dinasti Ming

Lokasi kuburan-kuburan perempuan yang kerangkanya diperiksa. (Archaeological and Anthropological Sciences)

Keterbatasan fisik akibat tradisi mengikat kaki sangatlah nyata. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa mengikat kaki meningkatkan kemungkinan osteoporosis, radang sendi traumatis, dan risiko patah tulang karena kerapuhan.

Pengikatan kaki ini juga mengurangi mobilitas. Kondisi ini mempersulit perempuan untuk duduk dan berdiri, dan banyak kerangka dari para perempuan itu menunjukkan tanda-tanda penyakit sendi degeneratif yang serius.

Jenis keterbatasan fisik ini membuat hampir tidak mungkin bagi perempuan untuk menjadi mandiri secara finansial dalam ekonomi Tiongkok yang masih ditentukan oleh pekerjaan manual seperti pertanian, pertambangan, transportasi air, metalurgi, pembuatan tembikar, dan pemrosesan kaca, di antara banyak jenis pekerjaan serupa lainnya.

"Diyakini bahwa hilangnya kemampuan kerja pada para perempuan yang mengikat kaki, ditambah ketergantungan mereka pada suami dan keluarga untuk kekayaan, dapat dianggap sebagai tanda kekayaan keluarga," tulis para peneliti.

Menjelang akhir dinasti Qing, praktik pengikatan kaki perempuan di Tiongkok mulai berakhir. Hal ini didorong oleh pemerintah, faktor politik, dan "gelombang kebangkitan" di kalangan perempuan pada saat itu.

"Ada contoh perempuan kelas atas tanpa ikatan kaki karena keluarga mereka berpendapat menentang pengikatan kaki," kata Wang. "Contoh yang terakhir adalah Kang Youwei—seorang pemikir dan pembaharu terkemuka dari dinasti Qing akhir—yang tidak mengikat kaki putrinya."

Praktik mengikat kaki perempuan ini dilarang di Tiongkok pada tahun 1912. Namun beberapa perempuan terus melakukannya secara rahasia selama puluhan tahun berikutnya. Barulah pada tahun 1949, ketika Partai Komunis Tiongkok mengambil alih Tiongkok, tradisi yang merugikan perempuan ini benar-benar berakhir.