Apa yang Mendorong Manusia Membuat Teknologi Militer Seperti Senjata?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 14 November 2021 | 14:00 WIB
Tiga prajurit Banten bertameng serta bersenjata tombak, pedang, dan senapan. Apa yang membuat kita terdorong untuk membuat teknologi militer? ()

Nationalgeographic.co.id - Dalam mitologi agama Abrahamik, manusia pertama kali melakukan pembunuhan saat dua anak Adam berkelahi. Seiring waktu berjalan, manusia mengenali alat yang mempermudah mereka untuk melakukan pembunuhan: senjata. Setelah dari konflik individu, lahirlah konflik kelompok yang memicu perperangan.

Dalam sains, kita mengenal senjata kuno sejak berbagai masa seperti zaman batu yang mengenal perkakas untuk berburu. Senjata perburuan juga bisa saja digunakan dalam perseteruan antar kelompok. Untuk itu, para ilmuwan menciptakan berbagai macam teori tentang apa yang menyebabkan manusia mengembangkan alat perang sepanjang peradaban.

Agar memastikan teori mana yang benar, Peter Turchin peneliti dari Complexity Science Hub di Vienna, Austria, bersama tim dari berbagai disiplin melakukan penelitian. Mereka mempublikasikan hasil penelitiannya di jurnal PLOS ONE Oktober 2021, berjudul Rise of the war machines: Charting the evolution of military technologies from the Neolithic to the Industrial Revolution.

Baca Juga: Peran PBB Terhadap Kemanusiaan Melalui Larangan Penggunaan Nuklir

"Kami punya dua tujuan untuk penelitian ini," terang Turchin di Eurekalert. "Pertama, kami ingin menggambarkan gambaran yang pasti tentang di mana dan kapan teknologi militer muncul di masyarakat pra-industri. Kedua, kami mencoba mencari tahu mengapa teknologi penting dikembangkan atau diadopsi di tempat-tempat tertentu."

Dalam laporan mereka, pengaruh terkuat yang mendorong evolusi teknologi militer berasal dari ukuran populasi dunia, konektivitas antara wilayah geografis, dan kemajuan teknologi penting seperti cara menunggang kuda atau pemahaman pembuatan besi sebagai alat.

Temuan teknologi militer seperti senjata dan kereta perang ini memiliki efek pada evolusi budaya dan sosial manusia. Misal, pada penemuan mata bor dan tali kekang membuat kita lebih muda mengendarai kuda, yang menyebabkan manusia lebih maju dalam penggunaan senjata.

"Atau munculnya pemanah dan ksatria berkuda, yang sekali lagi membuat perlunya membangun benteng yang lebih baik," tutur Turchin.

Baca Juga: Cerita Evolusi Kita: Kenapa Berpolitik dan Mencari Sistem yang Ideal?

Lewat perangkat teknologi militer yang canggih pada masanya, Perang Salib bisa pecah dengan keberanian dan analisis pertempuran dari dua pihak, demi memperebutkan kota suci Yerusalem. (PINTEREST)

"Menurut penelitian kami, kumpulan teknologi militer ini adalah salah satu faktor terpenting yang mengarah pada kebangkitan 'mega-kekaisaran' dan agama-agama dunia seperti Kristen, Buddha, dan islam selama milenium pertama sebelum masehi."

"Mega-kekaisaran" yang dimaksud Turchin dan tim adalah kumpulan masyarakat yang terisi dari puluhan juta penduduk dan mencakup jutaan kilometer persegi wilayah, yang bermunculan di berbagai bagian Eropa dan Asia sebagai bagian dari proses pertumbuhan kompleksitas sosial di dalamnya.

Produktivitas pertanian juga menjadi tanda kuat lainnya yang penting mendorong perkembangan teknologi militer. Mereka menyarankan eksplorasi lebih lanjut peran ini secara lebih rinci pada penelitian selanjutnya.

Turchin menyampaikan, sebaliknya, dan agak mengejutkan mereka, faktor tingkat negara seperti ukuran populasi lebih kecil, pembagian wilayah (politik), atau kompleksitas pemerintahan, tampaknya tidak memainkan peran utama itu.

Baca Juga: Di Balik Agresi Militer, Dukungan Mangkunagara untuk Laskar Rakyat

Cara para peneliti ini mengetahui faktor-faktor ini lewat analisis terhadap data yang dimiliki Seshat: Global History Databank. Situs itu mengumpulkan data sejarah dan arkeologi besar, yang terus berkembang dari seluruh dunia. Diketahui, Seshat telah mengumpulkan sekitar 200.000 entri dari sekitar 500 peradaban masyarakat yang mencakup 10.000 tahun sejarah manusia.

"Seshat adalah tambang emas untuk studi evolusi budaya," lanjutnya. Dia sendirilah yang memprakarsai dan mengembangkan lebih lanjut basis data ini bersama para ilmuwan dari berbagai disiplin, seperti antropologi, sejarah, arkeolog, matematika, ilmu komputer, hingga ilmu evolusi.

Selanjutnya, data ini digunakan dalam penelitian secara kuantitatif agar membentuk pemodelan matematika dan analisis statistik.

"Data dan metode bagus seperti yang kami kembangkan di sini menawarkan perspektif baru tentang banyak pertanyaan terbuka, teori, dan kontroversi di berbagai bidang, mulai dari arkeologi, sejarah, hingga ilmu sosial," kata Turchin. Studi seperti ini dianggap dapat membantu para ilmuwan mengetahui bagaimana masyarakat bisa berkembang, atau memahami tanda-tanda awal kemerosotan dan keruntuhan suatu peradaban.

Data yang disajikan Seshat tidak hanya berguna untuk kepentingan akademis seperi penelitian, tetapi juga memahami 'titik kritis' yang mengarah pada cara ketahanan masyarakat atau bencana apa saja yang mengancam yang dapat berguna bagi siapapun, tuturnya.