Kisah Warga Mosul Di Bawah Tekanan ISIS

By , Rabu, 10 Juni 2015 | 17:20 WIB

“Mereka mencambuk saya dengan sangat keras, tanda-tanda kabel itu masih terlihat di punggung saya.”

!break!

4. Gangguan terhadap kehidupan sehari-hari

Sebagian dari gaji penduduk diambil paksa oleh ISIS dengan tujuan pembangunan kota. (BBC)

Hidup para penduduk Mosul telah berubah 180 derajat. Rekaman video menunjukkan pasokan bensin yang kurang, polusi yang menyebar, pembangunan yang terhenti dan sejumlah sekolah yang tutup.

Hisham: “Kehidupan sehari-hari sungguh berubah. Mereka yang dalam militer dan buruh harian tidak lagi mendapat penghasilan karena tidak ada pekerjaan untuk mereka. Warga yang kaya harus menggunakan uang tabungan, mereka yang bergantung pada gaji hidup pas-pasan, tapi mereka yang miskin sudah pasrah.”

“Saya kehilangan pekerjaan saya dan terpaksa harus meninggalkan sekolah. Seperti semua orang, saya tidak mendapatkan hak asasi. Menurut ISIS, semua adalah haram dan saya hanya duduk di rumah seharian. Bahkan aktivitas rekreasi yang sederhana seperti piknik saja dilarang di Mosul, dengan alasan bahwa itu menyia-nyiakan waktu dan uang.

“ISIS mengambil seperempat dari gaji semua orang sebagai sumbangan untuk pembangunan kota. Warga tidak bisa menolak karena akan dihukum berat. Kelompok ISIS mengendalikan semuanya. Mereka memungut uang sewa dan rumah sakit dikhususkan bagi anggota ISIS.”

“Mereka juga mengganti imam masjid dengan orang yang pro-IS. Banyak dari kami berhenti ke masjid karena mereka yang datang diharuskan mengucapkan sumpah kesetiaan dan kami benci itu.”

“Sementara itu, adik saya dicambuk 20 kali karena dia tidak menutup toko pada waktu salat – mereka menggunakan kekerasan untuk memaksakan agama!”

!break!

5. Indoktrinasi dan pengawasan

Propaganda disebarkan di jalanan-jalanan kota. Doktrin kekerasan, kebencian dan sektarianisme diberikan ke anak-anak kecil. (BBC)

Rekaman video juga menunjukkan bagaimana para anggota ISIS menggunakan teknik yang canggih untuk mengontrol warga setempat dan menyebarkan agenda mereka.

Mahmoud: “Adik saya yang berusia 12 tahun tetap di sekolah walaupun jatuh ke tangan ISIS. Kami berpikir, karena tidak ada pilihan lain, setidaknya dia bisa menempuh pendidikan. Daripada tidak sama sekali.”

“Tapi suatu hari saya pulang dan menemukan adik saya menggambar bendera ISIS dan menyanyikan lagu mereka. Saya meneriakinya seperti orang gila.”