Apa Penyebab Ekspatriat Menyebut Singapura Sebagai Utopia?

By , Sabtu, 25 Juli 2015 | 11:30 WIB

Bayangkan sebuah kota metropolis besar dengan lalu lintas di jalan bebas hambatan yang hijau mengalir lancar dan jalan-jalan bersih berkilau. Pemugaran dilakukan segiat pemeliharaan sanitasi lingkungan.

Di tempat itu pula, empat etnik utama (Tiongkok, Melayu, India, dan Eurosia) hidup berdampingan dengan toleransi tinggi. Di sana terdapat banyak warga asing yang hidup dan membesarkan anak-anak tanpa dihantui rasa takut akan kejahatan atau tingkah laku tidak sopan sekecil apapun.

Berbagai taman, museum, ruang kesenian dan ikon arsitektur bertaraf internasional. Jelas ada alasan di balik hasil-hasil survei yang menempatkan Singapura pada peringkat atas sebagai tempat nyaman untuk bekerja dan tinggal.

"Singapura itu nyaman," kata Richard Martin, yang menyebut diri sebagai ekspatriat senior dan bekerja untuk International Market Assessment. "Dan lokasinya sangat bagus untuk menjangkau Asia."

Mantan perdana mentri Singapura Lee Kuan Yew meninggal dunia di usia 91 tahun. (BBC News)

Tetapi selalu ada kekurangan dari setiap utopia. Biaya hidup di Singapura terus meroket—khususnya bila dibandingkan dengan negara tetangga Indonesia dan Malaysia. Singapura juga tercatat sebagai kota paling mahal sejagat tahun 2015, berdasarkan data keluaran Economist Intelligence Unit.

Belakangan, muncul sentimen iri terhadap warga asing. Ini mungkin bisa dipahami bila melihat data statistik pemerintah Singapura yang menunjukkan jumlah pekerja asing di sana mencapai 1,32 juta orang dari total penduduk 5,6 juta jiwa.

Apalagi berdasarkan perkiraan situs expatarrivals.com dan data-data lain, jumlah ekspatriat mencapai 600.000 orang. Jumlah ini mengacu pada tenaga profesional dan tenaga tingkat manajer yang lebih terampil, berpenghasilan lebih tinggi yang sering kali memegang visa bekerja.

Berdasarkan peraturan baru, perusahaan harus merekrut tenaga kerja dalam negeri selama dua minggu sebelum diizinkan menawarkan pekerjaan kepada warga asing untuk mengisi lowongan kerja dengan standar gaji di bawah 12.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 118 juta per bulan bulan, atau kurang dari itu.

!break!

Singapura terkenal sebagai kota yang modern. Tampak bangunan baru di antara peninggalan bangunan-bangunan tua yang masih berdiri kokoh. (Joshua Ratadhi/Fotokita.net)

Pencarian pekerjaan

Namun demikian Singapura tetap menjadi magnet bagi talenta asing, khususnya dalam bidang pemasaran, keuangan, dan informasi teknologi. Komunikasi, pelayaran, teknik dan periklanan semuanya memerlukan tenaga-tenaga profesional.

Berbagai perusahaan global memenuhi kota ini, termasuk Microsoft, American Express, Bain & Co, Gunvor Group, Capital Land, DBS Bank, BBDO, McCann-Erickson, dan Edelman. Di industri media, Singapura adalah pusat di kawasan Asia Tenggara bagi hampir setiap pemain besar di dunia —BBC, ESPN, Discovery Channel, Asian Food Channel.