Nationalgeographic.co.id – Kemudahan mengakses internet dan bermedia sosial membawa banyak kemudahan bagi manusia. Namun, kemudahan ini juga memicu timbulnya dampak negatif, salah satunya adalah munculnya berita bohong atau hoaks.
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatikan (Kemenkominfo) Dedy Permadi mengungkapkan kasus berita bohong perlu disoroti banyak pihak. Sebab, berita tersebut tidak hanya menyasar kaum dewasa, generasi muda pun rentan terpapar serupa.
“Ancaman hoaks dan disinformasi masih juga membayangi anak-anak, termasuk di Indonesia,” ungkapnya.
Dalam takshow Media Center Forum Merdeka Barat 9 KPCPEN, Kamis (25/11/2021), Dedy menyebut, studi UNICEF di Jerman pada 2020 melaporkan bahwa 76 persen atau sekitar 2000 anak usia 14-24 tahun setidaknya terpapar misinformasi atau disinformasi sekali dalam seminggu.
Baca Juga: Australopithecus sediba: Spesies Peralihan dan Mata Rantai yang Hilang
Survei UNICEF pada 2019 juga menemukan bahwa tiga perempat dari 14 ribu responden kaum muda di 10 negara tidak dapat menentukan kebenaran dari informasi yang diterima.
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa penyebaran hoaks juga berasal dari mahasiswa Indonesia dengan motivasi untuk keuntungan pribadi atau tanpa alasan tertentu.
“Kondisi tersebut tentu harus menjadi perhatian bersama. Tentu kita tidak ingin generasi muda kita untuk terus diancam hoaks dan disinformasi, bahkan turut menyebarkan hoaks dan disinformasi,” tegas Dedy.
Hingga saat ini, penyebaran hoaks masih ditemukan di berbagai media sosial. Berdasarkan penelusuran Kemenkominfo sejak Januari 2020 hingga 25 November 2021, ditemukan sebanyak 1999 isu hoaks tentang Covid-19.
Baca Juga: Pertama Kalinya dalam Sejarah, Simpanse Liar Terinfeksi Kusta
“Telah ditemukan sebanyak 1999 isu hoaks COVID-19 pada 5162 unggahan media sosial, dengan persebaran terbanyak pada platform Facebook sejumlah 4463 unggahan,” kata Dedy.
Guna mencegah penyebaran yang lebih luas, Kemenkominfo melakukan pemutusan akses terhadap 5031 unggahan. Sementara 131 unggahan lainnya sedang dalam proses tindak lanjut.
Memasuki minggu keempat November 2021, Dedy mengungkapkan bahwa terdapat 13 isu di 82 unggahan hoaks Covid-19. Sebelumnya, hoaks serupa juga sempat meramaikan media sosial dengan total pertambahan 16 isu di 86 unggahan.
Dari 16 isu hoaks tersebut, Dedy menyebutkan beberapa contoh berita yang perlu ditangkal bersama. Adapun hoaks tersebut mencakup:
- Hoaks pada tanggal 18 november 2021 mengenai CEO Pfizer ditangkap FBI karena penipuan dan pemalsuan data vaksin.
- Hoaks pada tanggal 19 november 2021 tentang aliansi dokter dunia menyatakan bahwa varian Delta (India) tidak ada.
- Disinformasi pada tanggal 20 november 2021 yang menyatakan bahwa anggota Parlemen Austria meninggal dunia karena vaksin Covid-19.
- Disinformasi pada tanggal 22 november 2021 mengenai klaim Pfizer digunakan untuk melacak manusia di seluruh dunia.
- Hoaks tanggal 24 november 2021 mengenai detoks mandi dengan ramuan soda kue, garam epsom, boraks, dan tanah liat bentonit dapat menghilangkan kandungan vaksin Covid-19.
Mengingat hoaks menjadi salah satu kendala dalam penanganan Covid-19, Dedy mengajak masyarakat untuk bahu membahu melawan dan menangkal hoaks demi masa depan generasi muda yang lebih baik.
Baca Juga: Dewi Sartika, Guru yang Membangun Citra Perempuan Lewat Pendidikan
“Mari kita dukung penanganan pandemi ini dengan tidak membuat dan menyebarkan hoaks. Bersama-sama kita lakukan literasi digital, tetap menjalankan prosedur kesehatan saat beraktivitas, melakukan vaksinasi, dan tekan risiko persebaran Covid-19,” tutup Dedy.