Saat Belanda Menguasai Hutan Blora, Ditentang Samin dan Pengikutnya

By Galih Pranata, Selasa, 30 November 2021 | 19:31 WIB
Perusahaan pengelola hutan jati (houtvesterij) milik Hindia-Belanda. (KITLV)

"Setelah pemerintah kolonial mulai menetapkan peraturan baru yang semakin merugikan rakyat, seperti status houtveterijen pada tahun 1897 yang membatasi akses masyarakat terhadap hutan, dan dilarang mengambil kayu dari dalam Hutan," tulis Sudarmi dan Eldi Mulyana.

Mereka menulis tentang perjuangan Samin dalam prosidingnya yang diterbitkan dalam 2nd International Conference on History Education (ICHE) 2018. Prosidingnya berjudul Moving Saminism and Forming It Local Interest of Sami's Indigenouspeople, publish pada 2018.

Potret Willem dan Johannes Hendrikus Becking, keluarga Belanda yang hidup di sekitar houtvesterijen, Blora. (Wikimedia Commons)

Masyarakat diminta untuk tidak masuk dan mengambil disekitar hutan yang telah berstatus houtveterijen, seperti yang terjadi di houtvesterij Randoeblatoeng, Blora. Mengambil kayu jati adalah hak bagi setiap warga Blora, tetapi menjadi haram setelah ditetapkan di houtvesterij Randoeblatoeng.

Saat diberlakukan status itu oleh Boschewezen, warga lokal tidak diperbolehkan mengambil kayu jati untuk keperluan bangunan. Mereka yang nekat, akan ditangkap karena dianggap mencuri. Padahal sejak dulu, mereka terbiasa menggunakan kayu sebagai fondasi bangunan mereka.

Penangkapan juga terjadi pada warga bernama Samin Surosentiko. Ia dianggap mencuri karena kerap kali mengambil kayu-kayu jati di hutan yang telah diakuisisi oleh Djawatan Kehutanan Hindia-Belanda atau Boschewezen.

Baca Juga: Samin Surosentiko dari Ningrat Jadi Tokoh Perlawanan Tani dan Buruh

Beberapa catatan sejarah lokal menyebut bahwa Samin telah terbiasa mengambil kayu di hutan, membuatnya ditangkap hingga dipenjara oleh pengelola hutan. Ia kerap kali keluar masuk bui akibat tuduhan pencurian kayu jati di hutan berstatus houtvesterijen.

"Awal mula konflik antara Samin Surosentiko dan para pengikutnya, dengan pemerintah Kolonial Belanda dimulai pada tahun 1905 ketika Samin dan para pengikutnya menarik diri dari kehidupan umumnya desa," tambah Sudarmi dan Mulyana.

"(Mereka) menolak untuk menyumbangkan desa lumbung, menolak membayar pajak dan menolak menempatkan sapi atau kerbaunya di kandang umum dengan warga lain yang bukan Samin," imbuhnya.

Hal tersebut jelas memantik konflik dengan pemerintah kolonial. "Status pajak berubah dari kewajiban menjadi sukarela, bahkan Samin sendiri berhenti membayar pajak secara keseluruhan," lanjutnya.

Halaman berikutnya...