Nationalgeographic.co.id—Kala itu, di tengah malam yang dingin di bulan Desember, David Ruggles terbangun karena suara keributan yang terjadi di luar, tepat di balik pintu depan rumahnya. Sepertinya terjadi suara pemukulan.
"Tahun-tahun yang genting terjadi sekitar 1834-1836, kala isu rasisme sedang memanas di beberapa negara bagian di Amerika Serikat," tulis Anderson.
Javonte Anderson menulisnya kepada USA Today News, dalam artikelnya berjudul 'Soul of the Underground Railroad': David Ruggles, the man who rescued Frederick Douglass, yang dipublikasi pada bulan September 2021.
Seperti halnya kerusuhan yang terjadi di New York pada tahun 1834, terjadi akibat penghinaan terhadap gerakan antiperbudakan yang sedang berkembang, orang-orang kulit putih menyapu seluruh kota, serta meneror orang kulit hitam dan abolisionis.
Ruggles merupakan salah satu pria berkulit hitam yang bukan dari kalangan budak. "Meskipun rumahnya berjarak 150 mil dari utara garis Mason-Dixon, dia tidak akan pernah bisa sepenuhnya aman dari gerombolan penangkap budak (orang berkulit hitam) yang berkeliaran di kota," tambahnya.
Baca Juga: Siapakah Budak dalam Lukisan Keluarga Pendiri Universitas Yale?
Malam itu juga, saat pemukulan terjadi di depan rumahnya, seseorang mengetuk pintunya, meminta Ruggles untuk segera membukakannya.
"Apakah Tuan Ruggles ada di dalam?," ungkap peneror.Ruggles menjawab,"Kamu siapa?""Temanmu - David, buka pintunya," kata pria itu.
Ia tahu betul tak ada temannya di luar, hanya bahaya yang akan menunggunya.
Ruggles menolak untuk membuka pintu. Begitu orang-orang yang meneror itu pergi, Ruggles melarikan diri dari rumahnya, memecah dinginnya malam.
Halaman berikutnya...
Pada tahun 1800-an sebelum Perang Saudara, New York adalah tempat yang berbahaya dan tidak terduga bagi orang kulit hitam Amerika untuk dapat hidup bebas.
Budak buronan telah melarikan diri ke kota selama beberapa dekade, berbaur dengan populasi kecil orang kulit hitam yang bebas (bukan budak) untuk menghindari penangkapan.
Pada tahun 1804, sebagian besar negara bagian utara di Amerika Serikat, telah mengesahkan undang-undang yang mengakhiri perbudakan. Namun orang kulit hitam yang bebas tetap menjadi warga negara kelas dua.
"Kebebasan mereka genting: Pada saat tertentu, mereka dapat ditangkap dan dikembalikan ke pemiliknya atau bahkan dijual kembali sebagai budak," lanjut Anderson.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Ruggles muncul sebagai aktivis kulit hitam (abolisionist) dari kalangan non-budak yang secara terbuka dan blak-blakan, dengan keras menentang supremasi kulit putih di Amerika Serikat.
Baca Juga: Bagaimana Kami Menunjukkan Semua Sisi dalam Perang
"Ruggles memiliki toko kelontong dan toko buku pertama milik orang kulit hitam, yang penuh dengan literatur anti-perbudakan. Dia mendirikan majalahnya sendiri untuk memajukan tujuan abolisionis," imbuhnya.
Ruggles juga merupakan jurnalis investigasi perintis yang menulis tentang orang kulit hitam bebas (bukan dari kalangan budak) yang diculik dan dipaksa untuk menjadi budak. Ia adalah seorang orator berbakat yang mengilhami para pendengarnya untuk peduli pada pembebasan budak.
"Dia berhasil membantu sebanyak 600 orang yang diperbudak untuk melarikan diri dan merengkuh kebebasan," terusnya.
Halaman berikutnya...
Saat Frederick Douglass tiba di New York sebagai budak buronan yang ketakutan dan tidak punya uang dari Baltimore, Rugglesl menjadi orang yang berjasa dengan memberinya uang dan tempat tinggal.
Isu rasisme yang merugikan, membuat Ruggles bersikeras untuk memeranginya. Pada usia 25 tahun, Ruggles menerbitkan pamflet pertamanya dari lima pamflet yang ia buat, dan kemudian memulai menulis majalah berjudul The Mirror of Liberty.
Kemudian, pada tahun 1835, Ruggles menerbitkan serangkaian artikel yang menarik perhatian publik melalui tulisannya, menjadi lebih aktif dan agresif dalam memerangi perbudakan.
Sepanjang paruh pertama tahun 1837, tulisan tajam Ruggles mengungkap tentang adanya krisis penangkap budak, yang melibatkan penculikan anak-anak kulit hitam non-budak dan menjual mereka sebagai budak.
"Ruggles banyak melaporkan kasus penculikan anak, mengungkap kejahatan rasisme yang menindas kulit hitam, membuatnya bersinar sebagai reporter investigasi yang penting dalam kasus penculikan," terangnya.
Baca Juga: Perdagangan Budak Belanda di Transatlantik, Dari Afrika hingga Amerika
Tulisannya lantas menggugah segenap orang-orang kulit hitam untuk berani menentang dan melawan rasisme, utamanya yang dilakukan oleh supremasi kulit putih. Nahas, ia mengalami pembesaran hati, penyakit yang membuatnya meninggal dunia pada 16 Desember 1849.
"Tak seperti tokoh-tokoh heroik yang kehidupan dan pencapaiannya didokumentasikan dengan baik, kehidupan dan pekerjaan Ruggles tetap terkubur dalam lembaran koran dan pamflet berusia berabad-abad," pungkas Anderson.