Hibrida Manusia dan Hewan Berhasil Dikembangkan di Laboratorium

By , Jumat, 27 Januari 2017 | 19:30 WIB

Bukan berarti kesamaan tersebut membuat tugas ini menjadi mudah. Tim menemukan bahwa untuk mengenalkan sel-sel manusia pada babi tanpa membuatnya mati, mereka harus melakukannya pada waktu yang tepat.

“Kami mencoba tiga jenis sel-sel manusia yang berbeda, terutama yang mewakili tiga waktu berbeda dalam proses perkembangan,” jelas Jun Wu.

Melalui proses trial and error, mereka belajar bahwa sel-sel pluripotent naïf—sel induk dengan potensi tak terbatas—tidak bertahan sebaik sel-sel yang telah sedikit lebih berkembang.

Saat sel-sel manusia yang tepat diinjeksikan ke embrio-embrio babi, embrio mampu bertahan. Kemudian tim meletakkan embrio tersebut pada babi dewasa, yang mengandungnya selama tiga-empat minggu sebelum embrio-embrio tersebut dikeluarkan dan dianalisis.

Baca juga:

Peneliti Berhasil Identifikasi 13 Superhero Genetik

Berkat "Gunting Molekuler", Ilmuwan Berhasil Hapus HIV Secara Permanen

Secara keseluruhan, tim ilmuwan berhasil membuat 186 embrio chimera pada tahapan lanjut. “Kami memperkirakan masing-masing memiliki satu hingga 100.000 sel-sel manusia,” kata Wu.

“Presentase itu rendah, dan dapat menimbulkan masalah pada metode ini dalam jangka panjang,” kata Ke Cheng, ahli sel induk di University of North Carolina.

Cheng mencatat, jaringan manusia tampaknya memperlambat pertumbuhan embrio, dan organ yang tumbuh dari embrio semacam itu, kemungkinan besar akan ditolak oleh tubuh manusia, karena mengandung terlalu banyak jaringan babi.

Butuh proses bertahun-tahun untuk membuat organ manusia yang dapat berfungsi.

Langkah besar selanjutnya, kata Cheng, yaitu mencari tahu apakah mungkin meningkatkan jumlah sel-sel manusia hingga batas maksimal yang dapat ditoleransi embrio. Metode saat ini adalah langkah awal, tetapi masih belum jelas apakah rintangan tersebut dapat diatasi.

Belmonte sepakat dengan pernyataan Cheng. Ia mencatat bahwa butuh proses bertahun-tahun untuk membuat organ manusia yang dapat berfungsi. Teknik ini bisa dimanfaatkan lebih cepat sebagai cara untuk mempelajari perkembangan embrio manusia dan memahami penyakit.

Meskipun masih berada pada tahap awal, Cheng menyebut studi ini sebagai terobosan. “Ada langkah-langkah lain yang harus diambil,” ia mengakui, “tetapi ini menarik. Sangat menarik,” pungkasnya.