Hibrida Manusia dan Hewan Berhasil Dikembangkan di Laboratorium

By , Jumat, 27 Januari 2017 | 19:30 WIB

Prestasi gemilang—kalau tidak dikatakan kontroversial—diraih oleh para ilmuwan. Untuk pertama kalinya, mereka berhasil membuat hibrida manusia dan hewan. Proyek ini membuktikan bahwa sel-sel manusia dapat diperkenalkan pada organisme selain manusia, bertahan hidup, dan bahkan tumbuh di dalam hewan yang menjadi inangnya, dalam kasus ini, babi.

Kemajuan biomedis ini sudah lama menjadi mimpi sekaligus dilema bagi para ilmuwan yang berharap dapat mengatasi kekurangan donor organ.

Baca juga:

Minimnya Donor Mata di Indonesia

Untuk Pertama Kalinya di Inggris, Transplantasi Organ Terinfeksi HIV Sukses Dilakukan

Setiap sepuluh menit, satu orang ditambahkan dalam daftar tunggu nasional untuk mendapatkan transplantasi organ. Setiap hari, 22 orang dalam daftar tersebut meninggal dunia tanpa organ yang mereka butuhkan. Ketimbang bergantung pada donor dari para dermawan, bagaimana jika kita dapat menumbuhkan organ tertentu di dalam tubuh hewan?

Angan-angan itu satu langkah lebih dekat dengan kenyataan. Tim ilmuwan internasional yang dipimpin oleh Salk Institute melaporkan dalam jurnal Cell. Tim membuat chimera, organisme yang mengandung sel-sel dari dua spesies berbeda.

“Pada masa peradaban kuno, chimera dikaitkan dengan Tuhan,” katanya, dan leluhur kita berpikir “bentuk chimera dapat menjaga manusia.” 

Nama chimera diambil dari makhluk legendaris dari mitologi Yunani yang merupakan gabungan dari tiga hewan: ularkambing, dan singa. Berbadan kambing, berekor ular, dan berkepala singa, namun beberapa kisah mengatakan kepalanya terdiri dari dua hewan (kambing dan singa), atau gabungan dari ketiga hewan tersebut. Chimera—khimaira dalam Bahasa Indonesiamampu menyemburkan api dari hidung dan mulutnya. 

Di masa lalu, chimera manusia dan hewan berada di luar jangkauan. Eksperimen semacam itu tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan dana publik di Amerika Serikat (sejauh ini, Salk Institute mengandalkan donor privat untuk proyek chimera). Opini publik juga telah menghambat pembuatan organisme yang setengah manusia dan setengah hewan.

Baca juga:

Akankah Transplantasi Kepala Manusia Berhasil Dilakukan?

Tak Lama Lagi, Jantung Babi Bisa Ditransplantasikan Pada Manusia

Tetapi bagi pemimpin utama studi, Jun Wu dari Salk Institute, kita hanya perlu memandang makhluk mistis chimera dengan sudut pandang lain.

“Pada masa peradaban kuno, chimera dikaitkan dengan Tuhan,” katanya, dan leluhur kita berpikir “bentuk chimera dapat menjaga manusia.” Dalam arti itulah tim berharap hibrida manusia-hewan itu suatu hari akan dilakukan.

Membuat chimera

Ada dua cara untuk membuat chimera. Pertama, dengan mengenalkan organ satu hewan ke hewan lainnya—rencana yang berisiko, karena sistem imun organisme inang mungkin akan menolak organ baru tersebut.

Metode lainnya yaitu dengan memulai pada level embrio, mengenalkan sel-sel satu hewan kepada embrio hewan lainnya dan membiarkan tumbuh bersama menjadi hibrida.

Memang terdengar aneh, tetapi itulah cara cerdik yang pada akhirnya dapat memecahkan sejumlah masalah biologis yang menjengkelkan pada organ yang tumbuh di laboratorium.

Baca juga:

Modifikasi Gen Embrio Manusia Berhasil Dilakukan untuk Pertama Kalinya

Seberapa Besar Gen Kaum Neanderthal Memengaruhi Tubuh Manusia Saat Ini?

Ketika para ilmuwan menemukan sel-sel induk, sel master yang bisa memproduksi jaringan tubuh jenis apa pun, tampaknya ada janji ilmiah yang tak terbatas. Tetapi memastikan sel-sel itu tumbuh menjadi jaringan dan organ yang tepat, sungguh sulit.

Sel-sel harus bertahan di cawan petri. Para ilmuwan harus menggunakan perancah untuk memastikan organ tumbuh dengan bentuk yang tepat. Sering kali, para pasien harus mengalami prosedur invasif dan menyakitkan untuk mengambil jaringan yang diperlukan dalam proses ini.

Awalnya, Juan Carlos Izppisua Belmonte, profesor di Laboratorium Ekspresi Gen Salk Institute berpikir konsep menggunakan embrio inang untuk menumbuhkan organ cukup sederhana. Namun, kenyataannya butuh waktu empat tahun bagi Belmonte dan  lebih dari 40 kolaborator untuk mengetahui bagaimana membuat chimera manusia-hewan.

Untuk melakukannya, mereka mengacu pada penelitian chimera sebelumnya, yang dilakukan pada tikus dan mencit.

Baca juga:

Jantung Transplantasi Manusia Ini Tetap Hidup dan Berdetak

Kera Lumpuh Kembali Berjalan dengan Teknologi Implan Otak

Para ilmuwan lain telah mengetahui bagaimana cara menumbuhkan jaringan pankreas mencit di dalam tubuh tikus. Tim tersebut kemudian mengumumkan bahwa pankreas mencit yang ditempatkan di dalam tubuh tikus berhasil mengobati diabetes ketika organ sehat itu ditransplantasikan pada mencit yang sakit.

Chimera berusia satu tahun ini tumbuh dari embrio mencit yang disuntikkan sel induk tikus. (Juan Carlos Izppisua Belmonte/Salk Institute)

Kelompok yang dipimpin Salk Institute mengembangkan konsep selangkah lebih maju, dengan menggunakan peralatan editing genom yang disebut CRISPR untuk mengedit blastokista—embrio awal—mencit. Mereka menghapus gen-gen yang dibutuhkan mencit untuk menumbuhkan organ tertentu. Ketika mereka memperkenalkan sel induk tikus yang dapat memproduksi organ tersebut, sel-sel itu pun  berkembang.

Tim menemukan bahwa untuk mengenalkan sel-sel manusia pada babi tanpa membuatnya mati, mereka harus melakukannya pada waktu yang tepat.

Mencit hasil percobaan ini bisa bertahan hidup hingga dewasa. Beberapa bahkan bisa menumbuhkan kantung empedu, yang bukan bagian tubuh spesies ini selama 18 juta tahun.

Risiko penolakan

Tim kemudian mengambil sel induk dari tikus dan menginjeksikan pada blastokista babi. Percobaan ini gagal. Tidak mengejutkan, sebab tikus dan babi memiliki waktu kehamilan dan evolusi leluhur yang berbeda drastis.

Baca juga:

Mengintip Bank Otak Terbesar di Dunia

Bertahan Hidup Tanpa Jantung Selama Lebih dari Setahun, Pria Ini Gunakan "Tas Punggung"

Namun, babi memiliki kesamaan penting dengan manusia. Meskipun waktu kehamilan mereka relatif lebih singkat, tetapi organ-organ mereka mirip seperti kita.

Bukan berarti kesamaan tersebut membuat tugas ini menjadi mudah. Tim menemukan bahwa untuk mengenalkan sel-sel manusia pada babi tanpa membuatnya mati, mereka harus melakukannya pada waktu yang tepat.

“Kami mencoba tiga jenis sel-sel manusia yang berbeda, terutama yang mewakili tiga waktu berbeda dalam proses perkembangan,” jelas Jun Wu.

Melalui proses trial and error, mereka belajar bahwa sel-sel pluripotent naïf—sel induk dengan potensi tak terbatas—tidak bertahan sebaik sel-sel yang telah sedikit lebih berkembang.

Saat sel-sel manusia yang tepat diinjeksikan ke embrio-embrio babi, embrio mampu bertahan. Kemudian tim meletakkan embrio tersebut pada babi dewasa, yang mengandungnya selama tiga-empat minggu sebelum embrio-embrio tersebut dikeluarkan dan dianalisis.

Baca juga:

Peneliti Berhasil Identifikasi 13 Superhero Genetik

Berkat "Gunting Molekuler", Ilmuwan Berhasil Hapus HIV Secara Permanen

Secara keseluruhan, tim ilmuwan berhasil membuat 186 embrio chimera pada tahapan lanjut. “Kami memperkirakan masing-masing memiliki satu hingga 100.000 sel-sel manusia,” kata Wu.

“Presentase itu rendah, dan dapat menimbulkan masalah pada metode ini dalam jangka panjang,” kata Ke Cheng, ahli sel induk di University of North Carolina.

Cheng mencatat, jaringan manusia tampaknya memperlambat pertumbuhan embrio, dan organ yang tumbuh dari embrio semacam itu, kemungkinan besar akan ditolak oleh tubuh manusia, karena mengandung terlalu banyak jaringan babi.

Butuh proses bertahun-tahun untuk membuat organ manusia yang dapat berfungsi.

Langkah besar selanjutnya, kata Cheng, yaitu mencari tahu apakah mungkin meningkatkan jumlah sel-sel manusia hingga batas maksimal yang dapat ditoleransi embrio. Metode saat ini adalah langkah awal, tetapi masih belum jelas apakah rintangan tersebut dapat diatasi.

Belmonte sepakat dengan pernyataan Cheng. Ia mencatat bahwa butuh proses bertahun-tahun untuk membuat organ manusia yang dapat berfungsi. Teknik ini bisa dimanfaatkan lebih cepat sebagai cara untuk mempelajari perkembangan embrio manusia dan memahami penyakit.

Meskipun masih berada pada tahap awal, Cheng menyebut studi ini sebagai terobosan. “Ada langkah-langkah lain yang harus diambil,” ia mengakui, “tetapi ini menarik. Sangat menarik,” pungkasnya.